BADUNG – Perda Perlindungan Pura di seluruh Bali dinilai cukup urgen, mengingat sudah cukup sering terjadi ekses berupa penodaan Pura dan simbol suci Hindu lainnya akibat dibukanya Pura sebagai daya tarik pariwisata. Walaupun sudah ada Peraturan Gubernur tentang Perlindungan Simbol Sakral dan simbol, namun akan lebih kuat bila diatur dengan peraturan daerah (Perda). Demikian antara lain hasil Pesamuhan Mandya PHDI Bali di Kertha Gosana Puspem Badung, Kamis (22/12/2022).
Selain itu, Pesamuhan Madya juga memutuskan beberapa hal seperti pengaturan pelaksanaan Diksa Pariksa, pengaturan pelaksanaan Sudi Widani, rekomendasi tentang Simbol Sakral Hindu agar dibuatkan Peraturan Daerah oleh Pemprov Bali, serta sejumlah program kerja yang perlu disinergikan dengan pemerintah daerah. Di antara yang direkomendasikan untuk dieksekusi menjadi program adalah pendaftaran simbol-simbol sakral Agama Hindu ke pemerintah untuk hak cipta agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pelaksanaan Sudi Widani perlu diatur, mengingat sudah ada data-data empiris, ketika Sudi Widani dilakukan oleh pihak luar, kemudian terjadi ekses dan permasalahan. Ada yang Sudi Widani beberapa tahun sebelumnya melalui yayasan, tapi baru didaftarkan ke PHDI pada tahun 2022. Ada yang disudi-widani beberapa tahun lalu oleh komunitas tertentu, lalu ada proses hukum karena sengketa hak waris, dan PHDI yang tidak tahu-menahu dipanggil polisi sebagai saksi atau pun sebagai ahli.
Di bidang kesulinggihan, juga cukup banyak ekses yang memprihatinkan dan menodai Lembaga kesulinggihan seperti kasus ada yang mediksa sementara ‘’Griya’’-nya masih berstatus tempat kontrakan, ada yang ‘’Genah Griya’’-nya diagunkan ke bank lalu disita dan tinggal waktu eksekusi, dan ekses-ekses lain seperti Sulinggih yang karena jejak digitalnya di media sosial, menjadi bulan-bulanan bahkan hujatan netizen dengan kata-kata yang tidak pantas. ‘’Paruman Pandita memeberi arahan, ke depan ekses seperti ini harus dikurangi sampai dieliminir sampai habis, guna menjaga lembaga kesulinggihan dan kesuciannya,’’ kata , ketua Panitia Pengarah, Putu Wirata Dwikora.
Dengan rekomendasi dan usulan-usulan yang kongkret, tak pelak ke depan PHDI Bali dan Kabupaten/Kota diharapkan bekerja serius, bersinergi dengan instansi lain yang concern ‘’ngayah’’ bersama PHDI. Tampil sebagai narasumber Pesamuhan Madya di antaranya Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si; Dr. I Gede Rudia Adiputra, S.Ag, M.Ag; Dr. I Gede Sutarya, S.Par, M.Ag; Nyoman Iwan Pranajaya. Sementara Paruman Pandita difasilitasi oleh Panitia Pengarah: Putu Wirata Dwikora dan I Made Arka. ‘’Kita berharap segera ada action untuk beberapa rekomendasi yang bisa diwujudkan dalam program dan kerja nyata. Bisa dengan FGD atau seminar, seperti usulan untuk membuat Perda Perlindungan Pura,’’ ujar Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak.
Pesamuhan Madya PHDI Bali dibuka Gubernur Bali diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra, I Gede Indra Dewa Putra, S.E, M.M, didampingi Kadisbud Badung Drs. I Gde Eka Sudarwitha, S.Sos, M.Si mewakili Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta; Ketua Komisi 4 sementara I Made Suwardana, S.E mewakili Ketua DPRD Badung, pejabat yang mewakili Kapolda Bali, Kajati Bali, Pangdam Udayana, Danrem Wirasatya, serta Ketua PHDI Bali dan Ketua Panitia Pasamuhan Madya (*r).