DPRD Bali adalah lembaga wakil rakyat Bali, termasuk di dalamnya mewakili seluruh umat Hindu di Bali. Dewan diharapkan menyikapi dinamika yang berkembang di Bali dengan pernyataan yang menyejukkan, terkait adanya PHDI MLB/Pemurnian dan PHDI hasil Mahasabha XII yang legal (sah). Belakangan suasana menghangat karena ada pihak-pihak yang dilaporkan ke polisi, yang mestinya disikapi secara profesional. Suasana akan lebih adem bila ada pernyataan DPRD Bali yang memberikan kesejukan. Apalagi kalau DPRD Bali bisa hadir di tengah umat Hindu di Bali yang saat ini sedang mengalami dinamika, akibat polemik antara pihak yang berbeda pandangan dan melakukan resistensi terhadap sampradaya Hare Krishna/ISKCON. Hal itu disampaikan pengurus PHDI Bali masa bhakti 2022-2027, saat diterima Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, S.Sos, M.Si di ruang kerjanya, Senin (27/6).
Pengurus PHDI Bali yang hadir adalah I Nyoman Kenak, SH (Ketua), Ir. Putu Wirata Dwikora, S.H (Sekretaris), Made Kariyasa, SH, MH (Wakil Sekretaris), Putu Wira Dana (Wakil Ketua), Ketut Warta Yasa, S.Ag, MAg (anggota Paruman Walaka). Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama menegaskan, pihaknya sudah memantau perkembangan situasi menyangkut polemik keberadaan PHDI MLB dan PHDI hasil Mahasabha XII. Adi Wiryatama mengaku sangat mengapresiasi kinerja PHDI Bali yang dipimpin Nyoman Kenak, S.H apalagi sudah pernah bertemu di beberapa kegiatan pelayanan umat di masyarakat Bali.
Menanggapi permintaan PHDI Bali agar DPRD Bali memberikan atensi serius dan pernyataan terhadap dinamika di tengah umat Hindu di Bali belakangan ini, Adi Wiryatama menyatakan, sangat berkomitmen dan memberikan atensi serius, agar suasananya tetap kondusif. Namun, untuk pernyataan sikap resmi DPRD Bali, Adi Wiryatama menegaskan menunggu momen yang tepat, agar dampaknya benar-benar bisa menyejukkan dan menurunkan suasana yang hangat di antara pihak yang berbeda pendapat.
Tuduhan Tak Berdasar
Untuk diketahui, polemik resistensi terhadap Hare Krishna/ISKCON yang sudah dicabut pengayomannya oleh PHDI Pusat, juga sudah dibatasi pengembanannya dengan SKB-PHDI-MDA tertanggal 16 Desember 2020. Polemik ini rupanya masih terus menjadi bola liar, walaupun AD/ART PHDI Mahasabha XII sudah mencabut pengayoman terhadap sampradaya. Pihak yang dulunya menuntut pencabutan pengayoman sampradaya ISKCON, tetap membentuk yang disebutnya PHDI MLB/Pemurnian, serta menarasikan bahwa PHDI Mahasabha XII terpapar sampradaya. PHDI Hasil Mahasabha XII juga dinarasikan mengancam eksistensi desa adat, dresta Bali, eksistensi Pura, bahkan dituduh tidak sesuai Pancasila. Menurut Pengurus PHDI Bali, tuduhan-tuduhan itu sangat tak berdasar dan tidak masuk akal. Bila benar seperti yang dituduhkan, PHDI Hasil Mahasabha XII mestinya sudah dibubarkan oleh negara, seperti organisasi radikal lain.
PHDI Hasil Mahasabha XII, Sah dan Diakui Negara
Tapi yang terjadi justru sebaliknya, PHDI Hasil Mahasabha XII telah mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai organisasi yang sah (resmi) dengan diterbitkannya SK Menkum dan HAM yang diterima oleh PHDI Pusat, Kamis, 24 Maret 2022 lalu. Pengurus Harian PHDI Pusat juga telah menerima Sertifikat Hak Merk atas Lambang/Logo merk/logo Parisada dari Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkum & HAM pada Rabu (20/4/2022) di Jl. H. R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sertifikat diterima langsung oleh Sekretaris Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, I Ketut Budiasa, S.T, M.M. “Astungkara merk/logo Parisada saat ini sudah memiliki sertifikat hak merk, artinya terlindungi secara hukum dari penggunaan secara tidak sah oleh orang-orang atau entitas yang tidak berhak” ungkapnya.
Sebagaimana telah diberitakan oleh media ini, terkait dengan telah keluarnya sertifikat merk Parisada, Ketua Bidang Pendidikan dan Pengembangan SDM PHDI Pusat, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si mengatakan, Merk adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dimensi dan/atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. “Oleh karenanya, logo dan kop Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) hanya boleh digunakan oleh PHDI yang dihasilkan oleh Mahasabha ke XII, 28-31 Oktober 2021, karena PHDI inilah yang mendaftarkan logo dan kertas kop ini” ujarnya tegas.
Jondra yang juga Dosen Politeknik Negeri Bali ini menambahkan, tak hanya itu, atas penggunaan tanpa hak atas merk yang sama dengan merk terdaftar, dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU MIG yang berbunyi: Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merk yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merk terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Dengan demikian, imbuh Jondra, tak ada seorang pun yang mengaku Parisada Hindu Dharma Indonesia bisa menggunakan logo dan kertas kop Parisada Hindu Dharma Indonesia. “Terbitnya penetapan ini otomatis akan memperjelas, mana PHDI yang sah/sejati, mana yang tidak. Masyarakat tidak perlu bingung kalau ada surat keputusan, surat edaran, rilis dan sejenisnya yang dibuat oleh pihak lain yang mengatasnamakan PHDI karena itu bukan PHDI yang sah” ujarnya (*)