DENPASAR – Cuaca pagi pada Rabu Umanis Wuku Ugu, 19 April 2023 cukup terang walau sedikit panas. Beberapa hari sebelumnya sempat ada gempa mengguncang dengan epsentrum di Samudera Indonesia sekitar 157 kilometer di arah Selatan Malang, Jatim. Entah itu pertanda bahwa umat Hindu Bali dan Indonesia bakal kehilangan aktivis dan tokoh Hindu berskala nasional. Kita pun tak mengerti. Namun, khabar duka seolah menyentak banyak kalangan pegiat Hindu. Tokoh Hindu, Drs. I Ketut Wiana M.Ag menghembuskan nafas terakhir di kediamannya Jl. Kembang Matahari 17 Denpasar akibat kena stroke beberapa kali sejak Tahun 2016.
I Ketut Wiana dikenal sangat aktif mengisi ruang artikel tentang Agama Hindu di beberapa Majalah Hindu seperti Sraddha, Media Hindu dan mengasuh Mimbar Agama Hindu di surat kabar, TV dan Radio. Tokoh dan penulis berbagai judul buku Hindu ini meninggal dunia dalam usia 83 tahun.
Almarhum kena stroke pertama kali pada tahun 2016. Tiga tahun kemudian yakni 2019 kembali diterjang stroke. Bisa bertahan hanya 2 tahun, namun kembali kena stroke pada 2021 dan Desember 2022 serangan keempat kalinya. Pada 7 April 2023 lalu, mantan Ketua Sabha Walaka anggota PHDI Pusat ini pingsan dan dirawat inap selama 5 hari di RSUP Prof dr I GNG Ngoerah (RSUP Sanglah). Kemudian pada 12 April ketika mau pulang ke rumah dari rumah sakit, namun kondisinya kembali drop. Sebelum menghembuskan nafas terkahir, tokoh Hindu ini sudah mengalami koma selama beberapa minggu.
Menurut Dr. Ni Made Yuliani SSos M.FilH, putri kedua almarhum, sebelum berpulang terakhir di rumahnya, ayahandanya itu sempat dirawat di RSUP Prof dr I GNG Ngoerah. “Ayah sudah dipulangkan dari rumah sakit dan meninggal di rumah,” tutur Yuliani saat ditemui di rumah duka Rabu 19 April malam. I Ketut Wiana menghabiskan waktu sekitar 30 tahun melakukan pelayanan dalam pencerahan kepada Umat Hindu di tanah air. Almarhum yang di rumahnya disapa Kak Uban oleh cucu-cucunya juga aktif menulis di beberapa Majalah Hindu dan surat khabar. Murid-muridnya saat ini telah banyak yang bergelar doktor dan profesor. Maka tak berlebihan, jika kalangan akademisi di UHN IGB Sugriwa menyebut I Ketut Wiana sebagai Mahaguru.
Kecintaan almarhum pada bidang pendidikan Agama Hindu menjadikannya dirinya sibuk sebagai narasumber dalam berbagai seminar dan ceramah Agama Hindu di seluruh Indonesia. Saat masih aktif mengajar di IHDN (sekarang UHN IGB Sugriwa), almarhum juga membangun sekolah di kampung halamannya Desa Bualu, Kuta Selatan, Badung.
Keahlian almarhum di bidang sosiologi, acara dan filsafat Agama Hindu membuat almarhum beberapa kali didapuk menjadi tim ahli di bidang Agama Hindu oleh Gubernur Bali dari waktu ke waktu sejak kepemimpinan Drs. Dewa Made Beratha. Ni Made Yuliani menambahkan, ayahnya sempa menjadi asesor Tri Hita Karana di bidang parahyangan dan aktif menjadi penulis, membuat artikel, jurnal-jurnal, aktif menulis buku. Bahkan dalam seminggu sangat kreatif, menulis banyak tulisan hingga akhirnya mendapat penghargaan dari IHDN. Aktivitas almarhum semasa hidupnya dalam mengisi mimbar Agama Hindu, menulis Buku, sebagai narasumber Agama Hindu hingga menjai staf ahli Gubernur Bali Bidang Agama Hindu menghasilkan ratusan tanda penghargaan dari berbagai instansi baik pemerintah maupu swasta.
Almarhum I Ketut Wiana dikenal sebagai sosok terbuka dan humoris dan memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih karir walaupun dengan sejumlah pembatasan. “Yang paling berkesan kalau saya marah, diingatkan jangan dendam, itu kalimat yang tidak pernah saya lupakan,” ungkap Yuliani yang juga dosen Pasca Sarjana Prodi Ilmu Komunikadi Hindu UHN I Gusti Bagus Sugriwa. Almarhum I Ketut Wiana meninggalkan seorang istri, 5 anak dan 1 anak angkat, serta 15 cucu.
Jenazah I Ketut Wiana dipulangkan dari rumah duka Jl. Kembang Matahari 17 Denpasar ke Desa Kelahirannya di Bualu pada Kamis, 20 April 2023 Pukul 10.00 Wita. Upacara pangabenan akan digelar pada Saniscara Pon Ugu, Sabtu (22/4) di tempat kelahirannya di Jalan Kuruksetra No 1-3, Banjar Bale Kembar, Bualu, Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Ucapan bela sungkawa dalam bentuk karangan bunga datang dari berbagai kalangan, instansi dan lembaga seperti : Koordinator Stasus Presiden AAGN Ari Dwipayana, PHDI Pusat, PHDI Prov. Bali, Yayasan Nasional Sri Sathya Sai Indonesia, SSGC Indonesia, UHN IGB Sugriwa, BPR Kanti, dari perseorangan seperti Nyoman Ariawan Atmaja, dan lain-lain memenuhi halaman rumah duka.
Di antara para tokoh Agama Hindu di Indonesia, sosok Drs. I Ketut Wiana, M.Ag, tergolong paling produktif menulis buku-buku Agama Hindu. Buku-buku karya almarhum I Ketut Wiana meliputi aspek filsafat, etika dan ritual Agama Hindu. Jangkauannya, tidak hanya kepentingan praktis umat, juga aspek pemahaman tattwa Agama Hindu. Bahasanya sederhana, segar dan ringan sehingga mudah dipahami oleh umat Hindu. Sejak aktif sebagai pendharma wacana serta pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), I Ketut Wiana setidaknya sudah menulis 40 judul buku.
Buku pertama I Ketut Wiana berjudul Tradisi Agama Hindu di Bali yang terbit sekitar tahun 1987. Di antara buku-buku yang pernah ditulisnya adalah : Veda Vakya Tuntunan Praktis Memahami Veda; Berbhakti pada Leluhur-Upacara Pitra Yajna dan Upacara Nuntun Dewa Hyang; Sembahyang Memuja dengan Sembilan Bentuk Bhakti; Arti dan Fungsi Sarana Persembahyangan; Sembahyang Menurut Hindu; Cara Belajar Agama Hinu yang Baik; Kumpulan Artikel Weda Wakya; Beragama Bukan Hanya di Pura; Makna Upacara Yajna dalam Agama Hindu; Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu; Makna Hari Raya Hindu; Memahami Perbedaan Catur Warna, Kasta dan Wanga; Menyayangi Alam Wujud Bhakti pada Tuhan; Beragama pada Jaman Kali; Weda Wakya IV : Weda Memperbaiki Perilaku dan Kebiasaan Hidup; Kasta dalam Hindu (ditulis bersama Raka Santeri); Bagaimana Hindu Menghayati Tuhan; Pura Besakih, Hulunya Pulau Bali; Memelihara Tradisi Weda; Mengapa Bali Disebut Bali; Yajna dan Bhakti dari Sudut Pandang Hindu; dan masih banyak lagi yang lainnya berupa artikel, makalah dan sejenisnya.
Almarhum I Ketut Wiana, selain sangat produktif menulis buku, juga salah seorang pendharma wacana Hindu terkenal. Bagi almarhum, menulis itu panggilan hati. Menulis pengetahuan agama yang dimiliki dianggap oleh almarhum sebagai bentuk penghormatan kepada ilmu pengetahuan itu. “Menulis Buku Agar Tak Berdosa kepada Ilmu” itu ungkapannya semasih hidup.
Almarhum pernah mengatakan, umat Hindu membutuhkan banyak buku-buku Agama Hindu. Kehadiran buku-buku Agama Hindu, menurutnya penting untuk meningkatkan kualitas sraddha dan bhakti umat sehingga terjadi perubahan secara perlahan dalam perilaku beragama umat Hindu dari kuatnya aspek ritual ke arah kentalnya etika dan spiritual. (Sumber : Diolah dari Hasil kunjungan ke rumah duka dan sumber-sumber lainnya).