Oleh : I Wayan Joni Artha, Buleleng
Kerja keras, hidup hemat, jangan ambisi, emosi dan gengsi. Itulah kiat sederhana pria kelahiran 30 Desember 1960 ini. Sebagai umat Hindu, ia memegang teguh petuah orangtuanya agar ia selalu bekerja keras dan rutin berbagi kepada orang yang membutuhkan. Ia juga tidak mau sukses sendiri. Karenanya, ia mengajak teman-temannya ikut sukses dalam usaha budidaya ikan. Ekonomi dan spiritual adalah dua hal penting yang harus diperjuangkan agar hidup ini seimbang. Oleh karenanya, agar Agama Hindu dan budaya Bali tetap ajeg dan lestari, setiap umat Hindu harus bekerja keras agar ekonominya bagus dan bisa membantu orang lain yang membutuhkan bantuan.
Sebelum menjadi pengusaha, I Nyoman Sawitra (begitu nama lengkapnya) yang hanya tamatan SD ini punya pengalaman sebagai kernet selama 3 tahun dengan penghasilan Rp 100 ribu per bulan, lalu ia menjadi sopir 10 tahun dari umur 25 tahun sampai dengan 35 tahun dengan upah rerata Rp 800 ribu per bulan. Tak puas hanya menjadi sopir, ia kemudian mencoba peruntungan dengan meniti usaha kecil-kecilan budidaya tambak ikan sejak 1998. Modalnya dari hasil penjualan 2 ekor sapi. Sayang, saat itu ia rugi karena belum paham teknik budidaya ikan. Ia lalu banting setir cari uang dengan kembali sebagai sopir selama 1 bulan untuk mencari modal untuk kemudian kembali merintis budidaya ikan laut. Inilah awal keberhasilannya.
Menurut Sawitra, satu bak bibit ikan bandeng (nener) saat itu bisa mencapai 100.000 ekor bibit jika dibudidayakan selama 18 hari. Setelah berhasil selama 1 bulan dan usahanya lancar, tumbuhlah semangat dan keberaniannya untuk melanjutkan usaha budidaya ikan. Pengasilan dari budidaya ikan bandeng ia tabung di LPD. Dari bunga tabungan ini ia cukup untuk makan sekeluarga sehingga ia bisa terus mengembangkan usaha budiyaya ikan bandeng. Sampai kemudian ia bisa membudidayakan 100.000 ekor per tahun selama sekitar 5 tahun. Keberhasilan ini ini semakin membesarkan semangatnya sebagai pengusaha.
Selama setahun 1998 – 2003 terbersit keinginan untuk menginspirasi teman-temannya untuk ikut berusaha budidaya ikan bandeng. Ia pun berhasil, terbukti teman-temannya ikut membudidayakan ikan bandeng dan dan mereka berhasil.
Dari kesuksesannya itu, Sawitra kemudian dipercaya sebagai Ketua Perhimpunan Petani Pembudidaya Ikan Pantai Buleleng. Karena jebatannya itu, maka pengiriman ekspor benih ikan bandeng dari pengusaha tambak ikan di Gerokgak ke luar negeri, ia koordinir secara berkelompok seminggu sekali.
Menurut Sawitra, di masa pandemi Covid-19 ini, dalam satu kali ekspor bisa mencapai 15-20 juta ekor benih nener ? Ini dilakukan untuk menyiasati penerbangan pesawat yang kini sepi penumpang ke luar negeri. “Kami kirim benih ikan nener dari gabungan pengusaha-pengusaha tambak”, tuturnya. Dia tak menyangka harga benih ikan nener di pasar ekspor kembali normal meski beberapa negara masih terdampak pandemi Covid-19.
Sebelumnya, ia dan pengusaha tambak ikan sempat mengeluh karena belum dibukanya penerbangan ke luar negeri. Ia bersyukur bulan ini penerbangan normal kembali dan harga bibit ikan membaik.
Naiknya harga ikan nener menggeliatkan usaha tambak sehingga bisa menutupi biaya operasional tambak yang sebelumnya merugi akibat dampak pandemi Covid-19 karena saat itu tidak dapat melakukan pengiriman di bulan sebelumnya (Maret) lalu.
Sawitra mengatakan, “Dengan berbuat baik, menjalankan hidup dengan hati yang bersih, maka rejeki akan menjadi bersih (mesari)” jelasnya. Apa yang disampaikan Sawitra ini adalah dasar-dasar berpikir spiritual yang mendasarkan pada konsep Hindu. Menurutnya, mempraktekkan ajaran agama dengan menjadi pengusaha harus membuang jauh-jauh sifat emosi, ambisi, dan gengsi dan juga jangan mencari untung dari kekeliruan orang lain. Menurut Sawitra, hidup dari kekeliruan orang lain tidaklah baik karena kita bisa kena imbasnya. “Artinya, kita jangan terpancing dengan kesalahan orang lain, seperti misalnya ikut-ikutan menebar hoax yang membuat negeri ini rusuh lalu perekonomian mundur” tandasnya.
Nyoman Sawitra mengaku bangga sebagai umat Hindu. Kaitan Hindu dengan ekonomi menurut Sawitra, adalah kewajiban manusia itu bekerja dan bekerja (berkarma yang baik). “Saya bangga menjadi Hindu karena sejak kecil diajarkan oleh orang tua supaya bekerja keras bukan saja untuk diri-sendiri tetapi juga orang lain” ungkapnya. Menurut Sawitra, nantinya kalau sudah ada rejeki, kita bagi-bagikan kepada orang lain yang membutuhkan. Berawal dari memberi, kita akan lebih banyak berinvestasi kebaikan. Agama mengajarkan memberikan bantuan kepada orang miskin sudah berarti meyadnya.
Bagaimana kepeduliannya terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat Hindu? Menurut Sawitra, sejak tahun 1998 ia sudah mengajak para petani di sekitar Gerogak untuk beralih dari menggarap tanah ke menggarap tambak untuk budidaya bibit bandeng (nener) karena hasilnya sudah nyata. Secara perlahan dan pasti Sawitra akhirnya berhasil menyulap pantai khususnya di Kecamatan Gerogak menjadi sumber pembudidayaan ikan laut sebagai komoditi ekspor.
Ia terkenang, pada suatu hari di tahun 1990-an menjelang hari Raya Galungan ia berjalan-jalan di sekitar Desa Penyabangan. Memasuki area pertanahan gersang hanya ditumbuhi rerumputan kering di mana berdiri beberapa gubuk kayu beratapkan jerami. Saat itu Sawitra mendengar percakapan lima wanita janda lanjut usia. Percakapanya seperti ini. “memeh dewa ratu galungan suba paek sing taen ngelah be celeng, sing taen naar nasi tulen (Oh Tuhan hari Raya Gulangan sudah mendekat kita tidak pernah merasakan daging babi dan nasi pulen). Mendengar percakapan itulah, hati Sawitra tergerak dan untuk pertama kali ia menolong (meyadnya) kelima janda tersebut dengan memberikan bahan makanan berupa daging babi, beras, lengkap dengan bumbu-bumbunya. Sawitra berpikir, kalau hanya dikasi daging lalu, nasinya dari mana karena mereka tidak bisa membeli beras. Sudah punya beras dan daging lalu bumbunya bagaimana. Itulah yang menyebabkan Nyoman Sawitra memberikan bahan makanan kepada kelima janda itu.
Menurut Sawitra, kiat-kiatnya untuk membangkitkan ekonomi masyarakat di daerah Gerogak sederhana saja yaitu : kerja keras, hidup hemat, atur dan hilangkan sifat ambisi, emosi dan gengsi. Dari kiat-kiatnya itulah ia bukan saja sukses dibidang usaha budidaya tambak ikan, namun juga telah memiliki usaha pertanian lainnya seperti : peternakan sapi Bali, perkebunan anggur, durian, panili dan cengkeh (*).