BADUNG– Eksistensi Lembaga kesulinggihan yang menjadi ranah dan tugas PHDI, agar dibahas secara komprehensif. Tugas dan fungsi PHDI tidak boleh masuk ke ranah yang menjadi kewenangan Nabe. Hal itulah antara lain yang menjadi pokok bahasan dalam Pesamuhan Madya I PHDI Bali, di Kertha Gosana Puspem Badung, Kamis, (22/12/2022). Demikian disampaikan Ketua Panitia Pelaksana, Ketut Wartayasa, S.Ag. M.Ag dan Ketua Panitia Pengarah, Putu Wirata Dwikora terkait materi Pesamuhan, saat dihubungi media.
Pesamuhan Madya PHDI Bali ini membahas berbagai hal penting yakni : (1) pengaturan pelaksanaan Diksa Pariksa; (2) Sudi Widani; (3) Simbol-simbol sakral Agama Hindu dalam budaya Bali dan menjaga pengaturannya dari pemanfaatan diluar konteks upacara agama; (4) rekomendasi tentang tindak lanjut SKB PHDI-MDA tentang pembatasan pengembanan sampradaya asing; (5) penguatan kearifan lokal serta nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, dan beberapa rekomendasi lain.
‘’Kami mendapat arahan dari Paruman Pandita khususnya Dharma Upapati, lebih khusus lagi menyangkut eksistensi Lembaga kesulinggihan, yang menjadi ranah dan tugas PHDI, agar dibahas secara komprehensif. Beliau mengingatkan, tugas dan fungsi Lembaga Diksa Pariksa tidak boleh masuk ke ranah yang menjadi kewenangan Nabe,’’ ujar Putu Wirata Dwikora.
Putu menegaskan, urgensi membahas Diksa Pariksa, di antaranya disebabkan oleh beberapa ekses yang menimpa Lembaga kesulinggihan dalam beberapa waktu belakangan ini. Di antaranya, ada kasus oknum yang belum Diksa Dwijati tapi menampilkan diri seperti Sulinggih Dwijati, ada yang juga belum Dwijati sudah menampilkan diri sebagai Sulinggih lalu terseret kasus hukum sehingga mencederai Lembaga kesulinggihan secara keseluruhan. ‘’Saat kasus-kasus seperti itu muncul ke publik, selain Lembaga kesulinggihan ternodai, yang jadi sasaran dan dipersalahkan seringkali PHDI. Umat perlu diedukasi, kewenangan PHDI sampai pada Diksa Pariksa, selanjutnya kewenangan Nabe setelah abhiseka Diksita, dan mana yang menjadi ranah organisasi pengayom dan sistem aguron-guron tempat Sang Sadhaka bernaung, sangat perlu dipahami oleh umat Hindu. Walaupun secara menyeluruh memang tugas dan tanggung jawab bersama untuk saling mengingatkan, saling menjaga jangan sampai ada ekses negatif, maupun perilaku yang menyimpang dari sesana kesulinggihan,’’ imbuh Putu Wirata Dwikora.
PHDI juga sering mendengar protes dari berbagai kalangan tentang digunakannya atribut dan simbol-simbol sakral Agama Hindu untuk prosesi profan, atau bahkan simbol Hindu yang digunakan oleh agama lain yang menimbulkan berbagai pertanyaan. ‘’Simbol-simbol dan arsitektur bangunan pemujaan agama Hindu di Bali yang sangat kaya akan estetika, memang menjadi salah satu sumber ekspresi masyarakat diluar kegiatan keagamaan, seperti dalam pertunjukan komersial untuk pariwisata, dan ada juga yang digunakan oleh non Hindu, dengan berbagai alasan. Ini perlu pembahasan, kajian keilmuan, kajian dari konten ilmu sosial. Kita harapkan ada masukan yang konstruktif dan mencerahkan dari peserta dalam Pasamuhan,’’ imbuh Ketut Wartayasa.
Ketua Umum Pengurus Harian PHDI Pusat, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya diwakili oleh Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan SDM, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si menyatakan keyakinannya bahwa seluruh peserta Pesamuhan Madya mampu berpikir jernih, rasional dan tidak emosional dalam bermusyawarah untuk mengambil keputusan, sehingga apa pun yang menjadi hasil Pesamuhan Madya yang merupakan kewenangannya pasti dapat dipertanggungjawabkan untuk membangun dan memperkuat soliditas lembaga Parisada. Menurutnya, yang lebih penting lagi adalah keputusan diambil dalam rangka melayani dan membina umat Hindu di Pulau Dewata ini agar umat tetap bersatu dan ajeg menjalankan Dharma sesuai adat tradisi Bali, yang adat istiadatnya sudah mendunia.
Pesamuhan Madya ini dihadiri oleh Dharma Upapati PHDI Bali, Ida Pedanda Wayahan Wanasari, Asisten I Pemprov Bali, Gede Indra Dewa Putra mewakili Gubernur Bali, Kadisbud Badung Drs. Ge Eka Sudarwitha, S.Sos, M.Si mewakili Bupati Badung; Ketua Komisi 4 DPRD Badung I Made Suwardana, S.E mewakili Ketua DPRD Badung (ram).