Ketika kita berada di tengah ruangan yang tak ada suara, kita menyebutnya sunyi. Ketika mendadak ekspor-impor terhenti beberapa saat karena merebaknya pandemi, kita menyebutnya jalur perdagangan sepi. Saat tengah malam, lalu lintas kendaraan jalan raya tidak seperti siang hari, kita menyebutnya lengang. Suatu saat, kita begitu tersentuh oleh suasana di sebuah danau mungil yang berpemandangan sangat indah di sebuah lereng gunung di mana tak ada orang lain selain diri kita sendiri, kita menyebutnya keheningan alam yang mempesona.
Keheningan yang akan kita bahas bukanlah semata seperti itu, meskipun ia juga mempesona.
Sekali dua kali, kita pasti pernah mengalami suatu keadaan di mana pikiran kita seakan tak bergerak, batin kita tak merasakan beban apa pun. Ruang selingkung tidak menarik-narik indera. Perasaan kita damai, fisik pun tak memiliki tuntutan apa pun. Saat itu kita merasa begitu nyaman. Ringan dan damai. Itulah keheningan internal, di saat badan, nalar, akal budi, dan juga perasaan kita berada dalam suatu keselarasan yang sedemikian rupa. Situasi seperti itu begitu menyenangkan. Tetapi mampukah kita mengulang-ulang kenyamanan internal seperti itu kapan pun kita inginkan? Dan ini pun masih belumlah merupakan jenis keheningan yang paling mempesona. Lalu, ke manakah kita akan pergi mencari, menemukan, dan kemudian memiliki keheningan?
Keheningan Spiritual
Keheningan spiritual, hampir serupa keheningan bathin. Tetapi ia lebih kaya dan lebih kuat. Kita pun akan mampu masuk ke dalamnya kapan pun kita inginkan.
Yang pertama, keheningan spiritual merupakan keheningan dalam pikiran dan mental. Ia merupakan keheningan batin yang nyaman dan cenderung tak bergerak-gerak. Pikiran yang bergerak ke sana ke mari tak akan bisa menciptakan suatu kondisi yang hening dalam bathin. Tak mungkin kita mampu menciptakan keheningan internal sambil mengobrol seru dengan seseorang, atau sambil menonton acara kuis tebak cermat di televisi. Perlu adanya perhatian dan pengendalian pada pikiran. Seseorang yang ingin berada dalam keheningan spiritual, ia akan mencari lingkungan yang mendukungnya untuk mengendalikan arah pikiran. Suasana yang sepi akan lebih mendukungnya untuk berlatih. Ya, keheningan spiritual adalah sesuatu yang hanya bisa dimiliki dengan melatihnya. Latihan yang rutin dan alami sangat bagus untuk memiliki kemampuan dengan mudah mencapai keheningan, kapan pun kita inginkan. Tanpa latihan tak mungkin kita bisa memilikinya dengan permanen.
Sudah cukupkah itu?
Keheningan ini adalah keheningan yang bersifat spiritual. Artinya, ia berada pada tataran yang sangat dalam, berada dalam dunia jiwa. Ia adalah sikap jiwa. Bahkan ia adalah karakter, jati diri sang jiwa. Sang jiwa yang telah sekian lama berkelana mengembara dalam panggung dunia fisik akhirnya tak mengenali dirinya. Disangkanya ia adalah badan, padahal sesungguhnya dengan badan, ia hanya bermain peran. Dalam perannya, sang jiwa akhirnya terjebak dalam riuh rendahnya dan hiruk pikuknya pikiran badan. Pikiran badan yang tak mengenal keheningan, selalu bergerak ke sana ke mari. Dan gerakannya menjauhkan sang jiwa dari keheningan. Dengan jauhnya sang jiwa dari keheningan spiritual, ia menjadi tak memiliki akar kekuatan. Bagaikan layang-layang putus talinya, ia tertiup angina ke sana ke mari dalam berbagai kesadaran badaniah yang rendah. Kesadaran badaniah memang rendah, tak memiliki sesuatu yang tinggi dan luhur. Hanya semata-mata yang rendah saja. Sang jiwa telah tersesat dalam sebuah hutan kesadaran dan kebiasaan yang rendah.
Padahal, keheningan adalah suatu alat untuk mencapai begitu banyak pencapaian spiritual yang sangat agung, luhur dan kaya. Benarkah? Pencapaian apa yang bisa diraih dengan keheningan?
Pencapaian Keheningan
Hal pertama yang bisa dicapai oleh keheningan spiritual adalah KEKUATAN. Dengan kembalinya keheningan pada kesadaran sang jiwa, ia memperoleh kekuatan. Mengapa begitu?
Sifat jiwa adalah hening. Hening adalah gerak sang jiwa. keheningan adalah instrumen sang jiwa. Dengan keheningan spiritual, sang jiwa bisa memperoleh energi yang bersifat spiritual. Sang jiwa menjadi kokoh teguh. Dengan keheningan spiritual, sang jiwa mulai bisa mengupayakan kontak dengan Sang Jiwa Utama, Tuhan. Benar, kita, para jiwa, bisa membuat kontak dengan Sang Esa hanya melalui keheningan. Karena Beliau adalah Sang Keheningan Agung. Kita para jiwa, yang adalah anak-anak-Nya juga adalah perwujudan keheningan yang bersifat spiritual. Kontak dalam keheningan dengan Sang Esa sangat menentukan bertambahnya kekuatan sang jiwa. Ini adalah satu-satunya media komunikasi antara sang jiwa yang sedang berada di atas panggung dalam kostum peran dengan “Sang Ayah” yang berada di alam hening, tanpa suara, nirwana. Ini adalah satu-satunya media pengisian “baterai spiritual” kita yang sedang berlakon di panggung dunia fisik. Hanya dalam komunikasi hening dengan “Sang Ayah”, jiwa mulai bisa mendapatkan energi listrik yang bersifat spiritual. Dengan begitu, pada suatu tahap, keheningan ini menjadi sebuah kekuatan yang sama sekali tidak kecil. Saat itulah ia bisa disebut sebagai: Kekuatan Keheningan.
Mari kita membuat latihan untuk memiliki keheningan spiritual !
Ambillah sikap meditasi dalam suasana yang jauh dari keributan eksternal, lalu sadari diri sebagai jiwa.
“ Saya adalah jiwa yang damai. Saya meninggalkan dunia yang riuh rendah ini, menuju rumah Ayah saya yang juga adalah rumah saya, suatu hunian yang berselaput warna merah keemasan dan hening. Dalam keheningan ini, saya merasa begitu nyaman, damai, tenang, ringan, dan tak memiliki ikatan beban apa pun. Saya menjumpai Ayah saya, Sang Samudera Kedamaian. Kami saling menatap dan menghubungkan pikiran dalam keheningan. Hati kami juga saling bertemu. Suatu kenyamanan dan kehangatan yang tak ada duanya. Saya masuk dalam samudera yang damai dan hening. Saya menyerap mengambil kekuatan keheningan yang begitu damai dan menyejukkan. Saya tak memiliki pikiran apa pun kecuali hening dan damai. Saya terus menyerap dan mengambil kekuatan keheningan dari Ayah saya, Sang Samudera Kedamaian. Berangsur-angsur, saya menjadi merasa memiliki kekuatan. Kekuatan ini sedemikian rupa, sehingga saya merasa begitu terisi. Saya tak ingin mengatakan apa pun. Saya melampaui semua kata-kata, sekaligus penuh dengan makna. Saya mengambil kekuatan keheningan yang sangat damai ini untuk menjadi milik saya selamanya. Nantinya saya akan terus mengambil kekuatan keheningan ini kapan pun saya menginginkannya. Nantinya saya akan masuk ke dalam Samudera Keheningan yang damai, kapan pun saya membutuhkan. Sekarang saya merasa jauh lebih kuat, saya akan kembali memainkan peran saya dalam badan dengan sebuah kekuatan yang baru dan ajaib.” (Brahma Kumaris, Denpasar).