Pantai Kedonganan, Antara Sampah dan Berkah

Gundukan sampah harus dibersihkan dengan alat berat

Catatan :  I Wayan Mertha, Bendesa Adat Kedonganan, Kuta, Bali

Pantai Kedonganan, berjarak sekitar 3 kilometer ke arah Selatan dari Bandara International I Gusti Ngurah Rai, menyatu dengan Pantai Jimbaran yang sudah duluan dikenal dunia. Di pantai berpasir putih yang panjangnya sekitar 1.020 meter itu berjejer rapi sebanyak 24 buah seafood cafe yang dimiliki oleh lebih dari 1.200 kepala keluarga (KK), seluruhnya krama ngarep Desa Adat Kedonganan. Wisatawan domestik dan international mengenal pantai ini sebagai salah satu destinasi wisata kuliner yang berkelas.

Biasanya pantai berpasir putih ini sangat bersih, indah dan rapi, namun setiap tahun pada bulan Nopember – Maret di saat musim Barat, pantai Kedonganan ini akan berubah menjadi lautan sampah yang singgah dan berlimpah entah darimana datangnya, dibawa oleh ombak dan angin dari arah samudera. Pada bulan-bulan itulah Pantai Kedonganan menunjukkan kondisi terburuknya. Angin berhembus kencang, pantai kotor karena sampah plastik dan kayu-kayu  glondongan, serta laut bergelombang besar.

Dr. I Wayan Mertha, M.Si

Saat pantai ini dipenuhi sampah, membersihkannya secara manual dengan hanya mengandalkan tenaga manusia hasilnya hampir mustahil, karena begitu sampah diambil, sebentar lagi sampah akan datang dari laut dalam jumlah yang sama. Itulah sebabnya, setiap musim angina Barat (Nopember-Maret) mesti ada berat untuk membersihkan hingga beberapa minggu. Tak kurang alat-alat berat itu mesti didatangkan dari Dinas DLHK Kabupaten Badung, selain tenaga kebersihan, juga dua buah traktor atau bulldoser untuk membersihkan pantai ini. Selain itu para stakeholder kepariwisataan di Bali juga sangat peduli dengan keberadaan Pantai Kedonganan, sehingga mereka secara bergantian ikut bersama-sama dengan masyarakat turun ke lapangan untuk membersihkan Pantai Kedonganan.

Tidak kurang dari pimpinan IHGMA dan stafnya, Trus Hero, Mahasiswa Udayana, Undiknas, Poltekpar Bali dan organisasi peduli lingkungan lainnya turun ke lapangan untuk menjalankan tanggung jawab sosial dan kecintaannya pada tanah Bali.

Seperti pada Kamis, 21 Januari 2021 lalu, lebih dari 40 orang turun ke lapangan membersihkan Pantai Kedonganan. Mereka dari Trush Hero, bersama dengan Paiketan Krama Bali, IHGMA, dan Dinas DLHK Kabupaten Badung, dan prajuru Desa Adat Kedonganan bersama-sama berpartisipasi membersihkan sampah yang menggunung. Dua alat berat juga diturunkan untuk memindahkan sampah-sampah tersebut ke truk yang sudah disiapkan. Walaupun hari itu pekerjaan tak tuntas, namun sangat membantu mengurangi timbunan sampah plastik dan kayu-kayu gelondongan yang menumpuk di bibir pantai.

Ada beberapa hal yang perlu dijelaskan terkait fenomena sampah ini:

1. Pantai Kedonganan merupakan salah satu lokasi TPA siklus alam dari gerakan sampah yang sumbernya bisa dari mana saja. Sejak saya kecil, sampah ini sudah datang ke pantai, kami setiap tahun, pada bulan: Nopember- Maret, hanya saja dulu sampahnya organik, malah kami dapat berkah dari sampah ini, karena menjadi salah satu sumber makanan kami (ada yuyu gampil di dalam pongpongan).  Tapi itu sudah punah, tidak ada lagi karena pencemaran lingkungan terjadi di mana-mana. Yang ada saat ini lebih banyak sampah plastik, karena revolusi pemanfaatan plastik di seluruh dunia luar biasa, namun perilaku membuang sampah kita belum berubah.

2. Apakah sampah di Kedonganan, Kuta, Legian dan pantai barat lainnya di Bali berasal dari masyarakat Bali, Jawa atau Lombok, atau daerah lain. Bisa jadi ya, bisa jadi tidak. Karena laut itu merupakan ekosistem yang tidak bisa dipisahkan dari ekosistem daratan. Sebagian besar aktivitas alam dan manusia di darat akan bermuara di laut. Jadi orang dari seluruh dunia yang ada lautnya, jika mereka buang sampah sembarangan (atau sengaja), suatu saat sampah itu bisa sampai ke Pantai Kedonganan melalui putaran arus di laut. Dan ini merupakan siklus tahunan yang berulang. Jadi kalau kita mencari sumber sampahnya darimana, ini menurut pendapat saya rada-rada sulit, karena ekosistem ini terhubung. Kita belum tahu siapa di dunia ini yang sembarangan buang sampah. Dia bisa orang Amerika, orang Malaysia, Filipina, Vietnam, atau orang Jawa, Bali, Lombok, Papua, dan sebagainya. Sampah daratan yang bermuara di laut itu, akan berputar di alam sesuai putaran arus laut, dan Nopember-Maret  akan singgah di pantai Barat di Bali.

3. Bulan Maret-April siklus ini berubah, laut Barat akan mengamuk, ombak besar dan menggerus serta mengambil sampah yang disinggahkan di pantai. Selama 10-14 hari proses pembersihan ini berlangsung. Semua sampah seolah-olah dikeruk dari bibir pantai dan ditarik serta dihanyutkan ke laut, dan diputar entah ke mana, dan disinggahkan di pantai mana di dunia kita belum tahu (perlu penelitian ahli oceanografi) . Yang jelas di Sasih Kedasa (setelah Nyepi, tahun baru Caka) penanggalan Bali, pantai kita akan kedas = bersih.

4. Kegiatan yang kita lakukan selama ini di pantai (bersih-bersih, gotong royong) sifatnya hanya membantu meringankan tugas alam. Coba perhatikan berapa pun kekuatan kita turunkan untuk membersihkan sampah saat siklus itu datang, sampah itu akan datang lagi dalam jumlah yang tidak signifikan berkurang. Tapi alam pasti berterima kasih karena sudah membantu meringankan bebannya. Tapi kalau mau benar-benar membantu alam, maka HENTIKAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN DAN STOP PEMAKAIAN PLASTIK. Alam menangis sedih karena kita membuanginya sampah plastik, sampai alam tersengal-sengal sesak nafas karena plastik yang jumlahnya luar biasa banyaknya itu

5. Kami sering merenung dan berfikir, tentang fenomena alam ini, barangkali kita harus rela menghentikan kegiatan kita dan memberikan waktu serta kesempatan kepada alam untuk bernafas dan beristirahat, tidak penuh setahun kita eksploitasi. Kapan waktunya, ya itu saat dia menitipkan sampah di pantai kita. Saatnya kita hentikan kegiatan, tutup pantai kita dari kegiatan wisata, bersihkan pantai, lakukan pemeliharaan terhadap usaha-usaha yang ada, perbaiki gentingnya, cat biar ngejreng lagi, tapi kegiatan bisnis kita kurangi (walau ini sangat sulit kalau dihentikan). Ini adalah bagian dari pengorbanan kita atas penghargaan kita kepada alam.

Ini yang dilakukan oleh nelayan-nelayan kami dahulu di Kedonganan. Mereka hentikan semua kegiatan menangkap ikan, mereka hanya perbaiki peralatan mereka: jaring, jukung, dan sebagainya. Malahan mereka sampai menggadaikan peralatan mereka saat musim Barat ini hanya untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga mereka. Semoga catatan ini memberikan inspirasi kepada kita semua. (Kedonganan, 22/1/2021)

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email