DENPASAR. Laporan dua umat Hindu atas dugaan penghasutan dan fitnah oleh I Dewa Gde Ngurah Swastha, S.H yang bergelar Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet dalam orasinya di Pura Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022, ditindaklanjuti Polda Bali. Senin (11/7), Polda Bali memeriksa pelapor Made Bandem Dananjaya, S.H, M.H, atas laporan ke SPKT Polda Bali, tertanggal 22 Juni 2022 yang lalu, didampingi sejumlah kuasa hukum seperti Ir. Putu Wirata Dwikora, S.H; I Ketut Artana, S.H, M.H; I Made Dewantara Endrawan, S.H dan I Wayan Sukayasa, S.T, S.H.
Diminta informasi tentang hasil pemeriksaan saksi pelapor, para kuasa hukum menegaskan, pemeriksa meminta keterangan pelapor atas video I Dewa Ngurah Swastha, S.H yang beredar di media sosial, diduga mengandung unsur penghasutan, fitnah, pencemaran nama baik, dan patut diduga sudah ada orang yang terhasut untuk melakukan tindakan seperti pengancaman dengan nada kebencian melalui akun media sosial.
‘’Klien kami memberi keterangan seperti apa yang sudah disampaikan dalam laporan tanggal 22 Juni 2022 Dalam laporan tersebut sudah disertakan kopi rekaman video saat terlapor berorasi di Pura Ulun Danu Batur pada 5 Juni 2022, print out dari pernyataan atau status akun medsos ‘’Brahmasta Bali’’ dan ‘’Desta Arista’’, yang diduga merupakan respon atas adanya narasi I Dewa Ngurah Swasta pada 5 Juni 2022. Semuanya disampaikan dan dituangkan dalam pemeriksaan,’’ kata para kuasa hukum yang berasal dari beberapa ‘’Law Office’’, usai mendampingi pelapor, Made Bandem Dananjaya.
‘’Kami berterima kasih atas respon cepat Polda Bali, yang dalam sebulan laporan sudah ditindaklanjuti’’ kata Wayan Sukayasa dan Made Dewantara Endrawan. Kuasa hukum pelapor ini menjelaskan, unsur-unsur penghasutan sebagaimana laporan tanggal 22 Juni 2022, semuanya dituangkan dalam BAP.
Untuk diketahui, dalam laporan 22 Juni 2022, narasi I Dewa Swastha, S.H yang diduga mengandung unsur hasutan, fitnah dan kebencian adalah ucapannya yang terekam dalam video di Pura Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022 di hadapan Sulinggih, Pemangku, Prajuru Desa Adat. Saat itu Dewa Swastha membawa-bawa nama Ketua Umum Asosiasi FKUB Nasional, selain menyebut dirinya sebagai Ketua Dharma Kertha PHDI MLB (Mahasabha Luar Biasa).
Ada pun transkrip ucapannya yang dikutip beberapa media berisi pernyataan I Dewa Ngurah Swastha antara lain : ‘’Saya setuju, dengan dana demarkasi ini, kita identifikasi, mana orang-orang yang penganut sampradaya asing, mana yang ajeg Hindu dresta Bali, harus colek pamorin, begitu dia atau mereka ke pura, tanya, tegas, apakah akan kembali ke dresta Bali, atau kah tetap sampradaya asing, karena kalau mereka kembali; inggih tityang matur sisip, ngaturang Guru Piduka, Upasaksi. Karena tujuan kita, bukan membenci, tapi menyadarkan dan membina, tapi kalau tidak bisa disadarkan dan dibina, keluar dari Bali…..dst’’.
Beberapa hari setelah pernyataan I Dewa Ngurah Swastha tersebut, di media sosial ada seseorang yang diduga terhasut, sebagaimana di akun Facebook ‘’Brahmastra Bali’’ dengan status yang isinya: Tolong kontrol anggotanya Manggala Upacara. Yen nu bengkung nu masi macelep ke pura…Siap2 gen pas mare mesila bise baong kar mebangsot…’’ yang artinya: Tolong kontrol anggotanya Manggala Upacara. Kalau masih bandel, masih juga masuk ke pura…siap2 saja saat duduk bersila bisa lehernya akan dijerat…”
Ucapan I Dewa Ngurah Swastha alias Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet, diduga mengandung unsur penghasutan sesuai dengan pasal 160 KUHP, pasal 310 ayat (1) dan (2) KUHP, pasal 311, pasal 315 KUHP, pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946, pasal 27 ayat (3) UU ITE No. 11 Tahun 2008.
Sukahet Laporkan GPS dan Gede Suardana ke Polda Bali
Sementara itu, secara terpisah, I Dewa Ngurah Swastha selaku Ketua MDA Bali dan beberapa pejuang Hindu Dresta Bali telah melaporkan Gede Pasek Suardika (GPS) dan Dr. Gede Suardana ke Polda Bali atas dugaan penghinaan atau fitnah melalui media sosial. Keterangan pers diberikan oleh I Gede Alit Widana yang terekam melalui video dan beredar di media sosial pada 24 Juni 2022. Di dalam video itu, Alit Widana menjelaskan bahwa tidaklah ada maksud mengusir semeton Bali tetapi menyampaikan kebenaran. (Foto : I Gede Alit Widana memberikan keterangan pers mendampingi Ida Pengelingsir Sukahet saat melaporkan GPS dan Gede Suardana ke Polda Bali).
Menurut Alit Widana, dalam sambutan acara di Pura Ulun Danu Batur, Songan Kintamani, Ida Sukahet bermaksud menyampaikan informasi untuk kepentingan umum melindungi Hindu Dresta Bali adalah menyampaikan tentang kebenaran apa kebijaksanaan MDA dalam rangka mencegah berkembangnya ideologi transnasional asing. “Tidak ada Ida menyebutkan nama pak Suardana dan Pak Gede Pasek sebagai obyek hukum, …, justru beliau-beliau itu memberikan tanggapan memelintir. Ida Pengelingsir dibilang akan men-swipping, Ida Pengelingsir mengusir orang-orang Bali, tidak ada itu. Maksud Ida adalah, orang-orang yang tercemar atau yang terpengaruh oleh sampradaya asing apabila berjunjung, mau sembahyang ke Pura harus ditanya. Karena apa, karena orang yang terpengaruh samparadaya asing itu, teologinya berbeda, ketuhanannya berbeda, cara sembahyangnya berbeda, jangan sampai Pura kita dijadikan tempat sembahyang yang bukan-bukan. Kan sudah ada kecolongan tuh, Pura kita selesai sembahyang, jingkrak-jingkrak dia, menyampaikan anugerah katanya, kemudian berjoged-joged, bukan gitu” papar Alit Widana.
Tujuan laporannya itu, jelas Alit Widana adalah mengklarifikasi tuduhan bahwa Ratu Sukahet men-sweeping, mengusir-ngusir orang Bali. Laporan Ratu Sukahet dilengkapi dengan bukti-bukti, rekaman pidato Ratu Sukahet lengkap dan postingan Dr. Suardana dan Gede Pasek Suardika dan saksi-saksi yang hadir di Pura Ulun Danu Batur (*).