Krisis Multidimensi Akibat Pandemi, Bali Mengalami Kekalahan Total
Pemerintah Mesti Terapkan Strategi Penyelamatan

Oleh : Jro Gde Sudibya *)

 

Pandemi Covid-19 gelombang kedua memberikan tekanan berat buat Bali dari sisi kesehatan. Angka kasus penularan harian  dalam satu minggu terakhir di atas 1.000 kasus, dengan angka korban meninggal harian lebih dari 30 kematian. Angka kasus harian rata-rata ini 2.5 kali lipat dari puncak kasus di gelombang pertama di pertengahan Januari 2021, yang berjumlah 530 kasus.

Perekonomian Bali akibat terpukul Pandemi Covid-19 mengalami tekanan berat, industri pariwisata yang menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Bali mati suri. Dampaknya, ekonomi Bali tahun lalu tumbuh minus 9.3 persen dan dua triwulan pertama dan kedua tahun 2021, diperkirakan tetap tumbuh negatif, akibat industri pariwisata yang mati total. Dampak sosial ekonomi luar biasa berat, bagi komunitas industri pariwisata dan masyarakat lainnya, yang lahan perekonomiannya dipengaruhi langsung dan tidak langsung oleh industri pariwisata. Akibat pandemi Covid-19 ini, masyarakat Bali sangat berpotensi  mengalami krisis multi dimensi : kesehatan, ekonomi, sosial, kultural dan juga politik.

Di kalangan para pengamat sosial kultural yang kritis, lahir sinyalemen, akibat pandemi ini, masyarakat Bali kalah telak dalam kehidupan. Akibat kapitalisme pariwisata selama ini, masyarakat Bali telah lama mengalami kekalahan secara kultural. Beberapa bukti pendukung telah berbicara tentang kekalahan kultural yakni (1) lepasnya kepemilikan tanah leluhur yang semestinya dipertahankan; (2) konversi lahan pertanian basah yang merupakan wahana pelestarian budaya pertanian dengan sistem subak yang melegenda menjadi pemukiman dan kawasan industri yang nyaris tidak terkendali; (3) individualisme kehidupan yang terus mendegradasi nilai solidaritas kesetiakaanan sosial yang merupakan implementasi hidup menyama braya; (4) rusaknya alam yang memerosotkan dan mendegradasi nilai: keasrian, kesejukan dan bahkan menurunkan getaran spiritualitas alam Bali.

Kekalahan sosial kultural yang dialami Bali selama ini, seolah-olah terkompensasi, “tertutupi ” oleh “rejeki nomplok” pariwisata, yang telah dinikmati cukup lama oleh masyarakat Bali. Masyarakat Bali  merasa nyaman, terbuai di zona nyaman, berkembang pemikiran pada sebagian orang Bali, bahwa tidak ada yang salah tentang pariwisata, dan perekonomian Bali ” baik- baik ” saja.

Namun, pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari satu setengah tahun ini membuka kotak pandora itu, rejeki pariwisata tidak ada lagi, dan kita tidak tahu, kapan windsfall  profit itu akan datang. Atau akan lahir paragigma baru ekonomi dan industri pariwisata, sehingga industri pariwisata Bali di masa lalu, hanya tinggal kenangan, fatamorgana.

Solusi jangka pendek

Pemerintah Bali mau tak mau mesti memiliki strategi pemulihan ekonomi yang benar-benar mampu mengatasi kekalahan kultural ini. Berikut ini saya tawarkan solusi jangka pendek untuk melawan kekalahan masyarakat Bali sebagai berikut agar kehidupan rakyat tidak semakin terpuruk : (1) Lakukan teknokrasi kebijakan fiscal, pertajam refungsionalisasi anggaran sesuai arahan Menteri Dalam Negeri, fokus dalam menangani pandemi dan mengurangi risiko kekurangan pangan warga; (2) Segera perbarui data orang miskin dan rentan menjadi miskin pasca pandemi, sehingga orang miskin baru dan rentan menjadi miskin memperoleh bantuan BLT, bantuan kekuarga harapan dan sejenisnya; (3)  Susun agenda penyelamatan ekonomi Bali, untuk menghidari usaha dari risiko kebangkrutan, kemudian dilobikan ke Kementerian Keuangan,  OJK dan BI, untuk pembebasan bunga dan angsuran pokok bagi kredit UMKM dengan jumlah maksimum Rp.10 milyar selama pandemi; (4) Alokasikan dana pembangunan pedesaan secara optimal, untuk penciptaan kesempatan kerja dan menambah daya beli masyarakat di pedesaan; (5) Pemerintah mesti melakukan monitoring terhadap komoditas pertanian untuk memperbaiki harga di tingkat petani sehingga dapat mengangkat nilai tukar petani (NTP). Berdasarkan pengamatan lapangan: kenaikan harga kelapa Rp.1.000/butir di tingkat petani, harga Coklat Rp.5.000 per kg dan harga Cengkeh Rp.10.000 per kg, berdampak nyata terhadap peningkatan penghasilan petani dan kesempatan kerja bagi buruh petani di perdesaan.

Dihari menjelang perayaan ulang tahun Pemerintah Provinsi Bali yang ke-63 tahun yang jatuh besok, (14 Agustus 1958—-14 Agustus 2021),  pantas kita bertanya ke kalangan ekskutif dan legislatif di kantornya nan megah dan asri  di Niti Mandala Renon, Denpasar, bagaimana kekalahan ini harus ditebus melalui kebijakan cerdas dengan basis kebudayaan yang kuat ? Tidak sebatas jargon, himbauan apalagi sebatas lips service, sebuah kosa kata yang populer di jagat media sosial, namun hampa implementasi. Rakyat Bali butuh aksi nyata, butuh perbaikan hidup. Inilah tanggung jawab pemerintah.

Dirgahayu Provinsi Bali

*) Jro Gde Sudibya, pembelajar kehidupan, pengamat kecenderungan masa depan, trend watcher. Salah satu Inisiator dan penulis epilog buku: Baliku Tersayang, Baliku Malang, Potret Otokritik Pembangunan Bali Satu Dasa Warsa ( 1990’an ).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email