Berkenaan dengan itu, atas panduan majelis tertinggi umat Hindu, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dengan fasilitasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama RI, eksponen organisasi kemasyarakatan Hindu tingkat nasional telah berhasil melaksanakan Webinar Nasional dan FGD tentang “Candi Prambanan sebagai Tempat Ibadat Umat Hindu Nusantara dan Dunia” masing-masing pada Sabtu, 20 Pebruari 2021 pukul 14.00-20.00 WIB dan FGD lanjutan pada Minggu, 28 Pebruari 2021 pukul 17.00–20.00 WIB.
Webinar Nasional dan FGD itu telah menghasilkan REKOMENDASI berupa pokok-pokok pikiran dan usulan kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai berikut:
Kerajaan Mataram Kuno sebagai pemerintahan pada masa dibangunnya Siwagrha atau Candi Prambanan dikenal sebagai “Negeri Pembangun Candi”. Periode ini ditandai dengan banyaknya candi Hindu dan Buddha yang dibangun di berbagai wilayah yang sekarang dikenal sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Secara fisik candi-candi mengalami kerusakan dan terbengkalai karena proses alamiah, pralaya atau bencana alam seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi, serta berpindahnya pusat kerajaan. Akan tetapi, secara pengetahuan, sistem nilai, dan filosofi yang melatar-belakangi pembangunan candi, tradisi dan budaya, termasuk penyelenggaraan upacara-upacara, tetap terawat dan mewarnai kehidupan masyarakat dari masa ke masa karena keberlanjutan tradisi aksara (warisan prasasti/inskripsi dan lontar-lontar serta tradisi Nyastra berupa pembacaan, penulisan ulang, translasi, transliterasi, dan gubahan karya-karya baru), suatu kontinuitas dalam perubahan yang memungkinkan pewarisan nilai-nilai tradisi dan kebudayaan dapat terus berlangsung hingga saat ini.
Dalam kajian ilmu sejarah, dari keberadaan candi-candi Hindu dan Buddha yang berdampingan, serta visualisasi tematik relief-relief candi dari zaman Mataram Kuno, kita memeroleh gambaran yang cukup utuh dan meyakinkan bahwa kehidupan keagamaan telah berlangsung dalam kerukunan, didukung kehidupan sosial yang harmonis dan kemajuan dalam pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi. Imaji tentang keluhuran, pencapaian yang tinggi dan kemajuan ini bukanlah mitos, melainkan fakta yang didukung data yang kaya dan tersebar secara merata, sehingga membentuk kebanggaan dan identitas nasional dari negara bangsa yang muncul kemudian, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Paparan kronologis tentang eksistensi dan kesinambungan keberadaan umat Hindu di sepanjang sejarah kebudayaan Indonesia itu kami sertakan sebagai Lampiran 1 Rekomendasi Webinar Candi Prambanan 2021 ini dengan judul Kronologi: Kemajuan dan Kontinuitas Budaya Hindu Indonesia (Artefak, Teks, dan Konteks Sosial-Budaya).
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya secara eksplisit mencantumkan bahwa pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya. Upaya pelestarian cagar budaya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya. Hal itu bermakna bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan konservasi (akademik dan ideologis) serta optimalisasi pemanfaatan sekaligus dampak ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya diatur: (1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata; (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang; (3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa izin pemanfaatan, dukungan Tenaga Ahli Pelestarian, dukungan dana dan/atau pelatihan; (4) Promosi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat. Berdasar ketentuan ini Parisada Hindu Dharma Indonesia dan segenap komponen umat Hindu Indonesia dengan segala kerendahan hati memohon agar Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri BUMN, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh permohonan umat Hindu untuk dapat memanfaatkan kembali Candi Prambanan dan candi-candi Hindu lainnya sebagai mandala, yaitu tempat ibadat dan sasana budaya (living monument).
Dalam Pasal 94 dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Pemanfaatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah, sementara hingga rangkaian Webinar dan FGD ini terselenggara, Peraturan Pemerintah (PP) sebagaimana dimaksud Pasal 94 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya ini belum diterbitkan. Umat Hindu Indonesia mendesak agar PP termaksud segera diteruskan proses pengundangannya, dan di dalam perumusan kebijakan termaksud Pemerintah melakukan dengar pendapat yang sepatutnya, sehingga PP tentang Pemanfaatan Cagar Budaya dapat memenuhi aspirasi sosial, religius dan kebudayaan berbagai komponen bangsa.
Pemanfaatan kembali Candi Prambanan (Siwagrha) dan candi-candi Hindu lainnya sebagai tempat ibadat (Puja Mandala) dan Sasana Budaya dapat mengembalikan jiwa yang membangun kesucian dan kecemerlangan aura magis berbagai situs yang berfungsi sebagai destinasi wisata, dapat menggairahkan kehidupan kebudayaan yang utuh (culture set) yang menjadi daya tarik wisata sejarah dan wisata spiritual. Kedua jenis destinasi wisata tersebut secara utuh dan simultan dapat menggairahkan kehidupan sosial-budaya dan memberi nilai tambah secara sosial-ekonomi. Pemanfaatan kembali Candi Prambanan dan candi-candi Hindu lainnya sebagai Puja Mandala dan Sasana Budaya, tempat wisata spiritual (dharmayatra) umat Hindu Nusantara dan dunia, serta destinasi wisata sejarah dan wisata spiritual yang hidup, niscaya akan menghasilkan efek berantai yang bernilai positif bagi kebanggaan dan penguatan identitas nasional, peningkatan pendapatan (devisa) negara, dan kesejahteraan masyarakat sekitar, mengingat besarnya potensi wisatawan dari total jumlah umat Hindu di seluruh dunia yang mencapai lebih dari 1 milyar jiwa. Parisada Hindu Dharma Indonesia dan berbagai komponen umat Hindu Indonesia dengan tulus dan suka cita menyambut baik kesempatan yang diberikan untuk menyumbangkan pemikiran konstruktif, berperan dan berkontribusi bagi bangsa di dalam proses dan pelaksanaan pemanfaatan cagar budaya secara taat asas, berdayaguna, serta berhasilguna.
Rekomendasi Prambanan ini ditandatangani di Jakarta, 28 Pebruari 2021 oleh para pucuk impinan organisasi seperti Ketum Pengurus Harian PHDI, Mayjen. TNI (Purn) Wisnu Bawa Tanaya; Dharma Adhyaksa (Ketua Sabha Pandita PHDI), Ida Pedanda Nabe Bang Buruan Manuaba; Komponen masyarakat mewakili umat Hindu Indonesia : Ketum Pengurus Pusat Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), Ny. Rataya Kentjanawaty Suwisma; Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Prajaniti Hindu Indonesia, K.S. Arsana; Ketua Umum Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Pusat, Pinandita I Wayan Rajin; Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Cendekiawan Hindu Indonesia (ICHI), Nyoman Marpa; Ketua Presidium Pengurus Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI ), I Kadek Andre Nuaba; Ketua Umum DPN (Dewan Pimpinan Nasional) Peradah Indonesia, I Gede Ariawan; Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Perkumpulan Dosen Hindu Indonesia, Agus Wijaya; dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Acharya Nusantara (Pandu Nusa), I Gusti Ngurah Dwaja (Sumber : Arya Suharja).