Tayangan Joged Jaruh Kembali Bikin Resah
SE Gubernur Dinilai Kurang Efektif

Sejak 1 Nopember 2016 lalu, Paiketan Krama Bali (yang saat itu masih bernama Love Bali Forum) gencar menolak pertunjukan dan tayangan Joged Jaruh di YouTube. Sampai kemudian Gubernur Bali saat itu Made Mangku Pastika menerbitkan Surat Edaran (SE) menolak Joged Jaruh. Sempat agak sepi selama beberapa bulan. Namun, belakangan ini Paiketan Krama Bali kembali menyayangkan maraknya tayangan Joged Jaruh di YouTube.

Maraknya pertunjukan dan tayangan Joged Jaruh mendorong Paiketan Krama Bali mengadu ke Gubernur Wayan Koster di rumah jabatan Jayasabha pada 15 September lalu. Saat itu, Gubernur Wayan Koster langsung memerintahkan Kadis Pemberdayaan Masyarakat Adat (PMA) untuk segera menggelar rapat koordinasi terkait kasus Joged Jaruh. Kadis PMA juga diminta berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan Bali. Gubernur Koster saat itu setuju memberi sanksi kepada Desa Adat yang wilayahnya ada pertunjukan Joged Jaruh. “Kita akan koordinasi lagi dengan Paiketan” ujar Gubernur Koster saat itu. Belum diketahui sejauh mana efektivitas ancaman Gubernur Koster kapada Desa Adat yang di wilayahnya ada pertunjukan Joged jaruh.

Penasihat Paiketan Krama Bali, Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, S.U menilai, kesenian Joged yang bertransformasi ke arah seronok ini semakin meresahkan masyarakat Bali karena tayangan itu ditonton oleh anak-anak di bawah umur. Ini sangat merusak mental dan moral masyarakat. Surat Edaran Gubernur Koster , 1 Oktober 2021 lalu rupanya belum secara nyata dilaksanakan oleh pihak-pihak yang disebut di dalam SE tersebut. Karenanya, Gubernur Koster beberapa hari lalu kembali bereaksi keras dengan maraknya tayangan Joged Jaruh di YouTube.

“Oh itu (Joged Jaruh) adalah proses transformasi kesenian Bali yang merusak mental  masyarakat. Harus dihentikan. Siapa yang bisa menghentikan ? Siapa pun bisa. Karena merusak. Bisa alat negara, bisa Desa Adat.  PHDI harus memberi semacam bisama” ujar Prof. Windia.

Guru Besar yang juga ahli Subak ini menyayangkan adanya oknum polisi yang viral ikut main Joged Jaruh. “Seharusnya polisi itu diberikan peringatan oleh komandannya. Itu adalah aktivitas polisi yang tidak etis” imbuhnya.

Menurut Prof. Windia, berdasarkan SE Gubernur Koster tertanggal 1 Oktober 2021, semua elemen masyarakat yang terkait agar mengambil langkah-langkah preventif. “Malu kita. Tapi tari Joged memang bisa berkembang seperti itu. Karena tarian itu adalah tarian terbuka yang bisa mengundang penonton” ujarnya lagi.

Pembina Umum Paiketan Krama Bali,  Ida Rsi Wisesanatha sangat menyayangkan maraknya tayangan Joged Jaruh di Media Sosial. Menurut Ida Rsi, fenomena Joged Jaruh secara kesatria mesti diakui sebagai ekspresi moral sebagian dari kita yang abai, ekspresi manajemen daerah dari Pemda yang lalai,  manajemen adat yang juga abai.

Menurutnya, peristiwa ini (tayangan Joged Jaruh) sudah lama terjadi, sudah puluhan tahun di desa-desa dan merambah ke dunia medsos sejak tahun 2006 an. Sejak masuk ke Medsos semakin menjadi-jadi. Wajah Bali secara adat maupun agama sebenarnya sungguh tercoreng dan sangat memalukan. Pornografi memang mewabah di dunia. Di negara maju sangat terbuka, namun terkontrol pada batasan umur dan tempat dimana itu bisa disaksikan. Yang sangat memalukan, Di Bali, keseronokan Joged Jaruh bisa disaksikan anak-anak. Ibu-ibu dan bapak-bapak cekikikan dengan naifnya melihat ini.  “Majelis Desa Adat (MDA) juga sudah kita mohonkan agar bisa menangani masalah ini. Namun lagi-lagi sampai saat ini tak efektif kalau tidak disebut tanpa action.

Dulu, Gubernur Mangku Pastika sudah mengeluarkan surat edaran (SE) setelah Paiketan Krama Bali mendorong keras, namun pelaksanaan di lapangan lunglai, kurang efektif beberapa waktu kemudian. Ida Rsi mempertanyakan, ada apa dengan masyarakat Bali ? Ada apa dengan kita ?

“Mari kita jadikan momentum dari keluarnya  SE  dari  Gubernur Bali Wayan Koster.  MDA Provinsi Bali mestinya membuktikan diri efektif” imbuhnya.  Desa Adat mestinya membuktikan memang cinta Bali secara holistik demikian juga para aktivis untuk komprehensif.  “Kadang saya berpikir, kalau ini diselenggarakan secara terbatas, jauh dari jangkauan anak-anak di bawah umur dan tak dimasukkan ke medsos, saya akan tutup mata karena itu urusan anda sendiri sebagai orang dewasa, walau secara pribadi saya tidak setuju itu” ujar Ida Rsi.

Pentingnya pembinaan (bukan pembinasaan) disampaikan oleh Pembina Paiketan Krama Bali Bidang Adat Budaya Bali, Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si. Guru Besar UHN I Gusti Bagus Sugriwa ini mengaku teringat sebuah buku berjudul : “Ekspresi Seni Masyarakat Miskin” telusur jejak akar masalah sangat diperlukan. Tidak sekadar memenjarakan mereka-mereka yang kena stigma jaruh. Menurutnya, saat ini kata “jaruh” tidak hanya pada Joged, tetapi  banyak konten lain juga “jaruh”. Mungkin perlu dipikirkan ada ruang, waktu, mentalitas dan ekonomi berselingkuhan di sana. “Semoga yang berkapasitas dan berkualitas bisa membina, bukan membinasakan. Maaf hanya sekadar pikiran tanpa tujuan” ujarnya.

Menjijikkan

Bendesa Adat Kedonganan Dr. I Wayan Mertha, M.Si sangat menyayangkan maraknya tayangan Joged Jaruh. “Bagi titiang, joged jaruh itu sungguh menjijikkan, hilang rasanya pakem tari Bali yang begitu anggun. Erotisme tarian Bali tidak mesti ditunjukkan dengan vulgar dan mengumbar hawa nafsu seperti itu, egolan tari Bali, bagi titiang sangat erotis, tapi yang dipertontonkan joged jaruh itu sungguh rendahan” paparnya. Bendesa Adat yang juga Pembina Paiketan Krama Bali ini berharap kepada Gubernur, Kepolisian dan Desa Adat di seluruh Bali agar bertindak tegas melarang pertunjukan Joged Jaruh.     

1. Pemerintah Bali/Bapak Gubernur, jangan hanya menghimbau, perintahkan aparat keamanan agar membubarkan dan menangkap penanggung jawab/ penyelenggara tontonan joged jaruh itu. Kenapa ? Karena merusak pakem tari Bali yang begitu indah, dan bisa jadi merusak mental generasi muda dan ini masuk dalam ranah pornografi;

2. Polisi, harus satu pandangan bahwa tarian joged jaruh ini masuk dalam ranah pornografi.  Tugas polisi menjaga keamanan warga masyarakat, salah satunya menjaga agar adat-budaya dan tradisi masyarakat Bali lestari.  Jika sudah satu pandangan bahwa Joged Jaruh dapat merusak generasi muda, maka itu layak ditangani secara hukum, tidak beda/dapat diidentikkan dengan penanganan masalah NARKOBA.  Jadi bapak/ibu polisi jangan hanya menunggu, tapi aktif bergerak. Bapak polisi tangkap para pengibing, ibu polisi, tangkap joged jaruhnya;

3. Desa Adat dengan prajurunya bertugas untuk mewujudkan Kasukertaning Tata Parhyangan, Tata Palemahan, lan Tata Pawongan, dengan menjaga kelestarian adat, budaya, agama dan tradisi. “Penampilan Joged Jaruh di wewidangan (wilayah) Desa adat untuk konsumsi publik, harus dilarang. Setiap krama desa yang akan mengundang tontonan joged, apalagi yang jaruh harus melapor ke Desa Adat, sehingga kontrol dari prajuru dapat dijalankan. Prajuru desa semestinya tidak mengijinkan tontonan semacam itu ditampilkan di wewidangan Desa Adat, kita mesti jaga pakem tari joged yang demikian anggun, tarian pergaulan muda-mudi, juga generasi tua untuk hiburan, bukan untuk mengumbar hawa nafsu liar semacam itu” tuturnya gerah.

4. Mari kita kembalikan tarian joged ke wujud aslinya yang demikian anggun, gembira, kadang lucu, dan mampu menampilkan kepiawaian wanita yang indah dan anggun dapat menghindar dari godaan kaum lelaki. “Para seniman semestinya menangis sedih melihat karyanya dirusak seperti ini, dan jangan diam, bersuaralah dengan keras dan lantang, seperti yang sudah dilakukan PAIKETAN KRAMA BALI” ujarnya.

Ketua Umum Paiketan Krama Bali, periode 2017-2021 Anak Agung Suryawan Wiranatha mengajak seluruh komponen masyarakat Bali untuk ikut terlibat dalam mencegah dan menolak pertunjukan Joged Jaruh di wilayahnya masing-masing. Sedangkan untuk tayangan Joged Jaruh di YouTube agar ikut dihapus dengan melaporkan akun-akun yang menayangkan Joged Jaruh oleh para pegiat IT yang melibatkan Mahasiswa Teknologi Informasi dan Komputer. Diharapkan kampus IT juga perlu aktif terlibat (man).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email