DENPASAR – Berbagai elemen masyarakat Bali mendesak jaksa penuntut umum (JPU) dalam Putusan Perkara Nomor 2/Pid.B/2024/PN Sgr, Tanggal 13 Juni 2024 untuk banding, karena majelis hakim Pengadilan Negeri Singaraja memutus kedua terdakwa bersalah melakukan penodaan agama dengan hukuman percobaan selama satu tahun. Di pihak lain, jaksa penuntut umum menuntut hukuman 6 bulan atas perbuatan dua terdakwa yakni Acmat Saini dan Mokhamad Rasad, yang pada Hari Suci Nyepi 2023, membuka paksa portal di Desa Sumberklampok, Buleleng serta mengajak belasan warga lainnya menerobos portal yang telah dibuka paksa itu dengan ramai-ramai mengendarai sepeda motor. Demikian siaran pers Tim Hukum PHDI Bali yang diterima redaksi media ini, Minggu, 16 Juni 2024.
Padahal, sudah berjalan selama ratusan tahun di Bali, pada hari suci Nyepi, dilaksanakan Catur Brata Nyepi, yang terdiri atas : Amati Gni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan) dan Amati Lelungaan (tidak bepergian). Hukuman percobaan, dimana perbuatan penodaan agama oleh dua terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan, dengan kualitas perbuatan seperti videonya yang beredar luas di media sosial, dinilai tidak sesuai dengan rasa keadilan, dan dikhawatirkan selain menimbulkan ketidakpuasan masyarakat, sehingga bisa memancing sikap main hakim sendiri bilamana ada peristiwa serupa di masa datang.
Hal itu dilontarkan beberapa pentolan organisasi kemasyarakatan bernafaskan Hindu seperti Direktur Yayasan Sraddha Ir. Nyoman Merta, M.I.Kom; Ketua LBH Paiketan Krama Bali, I Wayan Gede Mardika; Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si; Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali; Ketua Tim Hukum PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora dan beberapa tokoh seperti Made Bandem Dananjaya S.H,M.H, Wayan Sukayasa, S.T. S.H, M.I.Kom; Anak Agung Kesumajaya, S.H, M.H, I Ketut Wartayasa, S.Ag, M.Ag.
‘’Kita menghormati putusan pengadilan tingkat pertama, namun karena berdasarkan fakta-fakta di lapangan, kualitas perbuatan terdakwa sudah menimbulkan keresahan masyarakat saat Hari Suci Nyepi tahun 2023, serta adanya reaksi yang berseliweran di media sosial, karena perbuatan terdakwa dan kawan-kawannya, terekam video, beredar luas di media internet. Harapannya, dengan vonis yang setimpal, bukan dengan hukuman percobaan, agar benar-benar bisa timbul efek jera. Di pihak lain, kerukunan antarumat yang selama ratusan tahun di Bali ini sudah terjaga, tidak sampai menjadi disharmoni, karena perbuatan beberapa oknum saja,’’ kata Nyoman Kenak, Putu Wirata, dan beberapa pentolan organisasi masyarakat Hindu tersebut.
Alasan lain, mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk banding, karena berdasarkan aturan internal di kejaksaan, bilamana putusan pengadilan kurang dari 2/3 tuntutan, wajib bagi jaksa penuntut umum untuk mengajukan banding, dan menyerahkan putusan pada pengadilan yang lebih tinggi, imbuh Wayan Sukayasa dan I Wayan Gede Mardika.
‘’Bagi jaksa penuntut umum dan aturan internal kejaksaan, bila vonis majelis kurang dari 2/3 tuntutan, jaksa penuntut umum wajib banding. Kalau tidak banding, menurut data empirik yang ada, jaksa yang bersangkutan dikenai sanksi,’’ imbuh Sukayasa.
Sebelumnya, PN Singaraja dalam sidang perkara penistaan Hari Suci Nyepi Tahun 2023 mengeluarkan putusan perkara Nomor 2/Pid.B/2024/PN Sgr, Tanggal 13 Juni 2024 dengan amar sebagai berikut :
Mengadili:
- Menyatakan Terdakwa 1 Acmat Saini dan Terdakwa 2 Mokhamad Rasad tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, sebagaimana dalam dakwaan ke satu;
- Menjatuhkan pidana kepada Para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 6 (enam) bulan;
- Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Para Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan masing-masing selama 1 (satu) tahun berakhir. (Sumber : Diolah dari Rilis Tim Hukum PHDI Bali).