Oleh : Aji Kuru Jimbar Kepakisan, Gianyar
Kapan wabah Covid-19 itu akan berakhir, belum ada orang yang berani memastikan. Semua masih misteri. Lontar Roga Sanghara Bhumi (alih aksara dan bahasa Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2005.35 menyuratkan “Inilah Widhi Sastra Roga Sanghara Bhumi, ciptaan Bhagawan Dharmaloka, diterima oleh Raja Majapahit sampai ke Bali Tengah.”
Di dalam lontar itu disebutkan, pada suatu saat, gilirannya bhumi mengalami masa kekacauan, para dewa meninggalkan bhumi, pulang ke Sorga Mahameru digantikan oleh para Bhuta. Seluruh manusia di bhumi masuki (dirasuki) oleh Bhuta, masyarakat bingung. Perang tiada henti-hentinya, raja saling bermusuhan, wabah penyakit tiada henti-hentinya, bermacam-macam penyakit menyerang manusia, seperti panas, menggigil, gelisah, banyak orang meninggal, desa-desa di tepi pantai yang mula-mula terserang penyakit, muntah, mencret mati mendadak. Mantra obat tidak manjur, para pendeta menjadi bingung, Weda dan mantra tiada bertuah….” Lebih lanjut dinyatakan, “Tanda-tanda terkena wabah penyakit, mengigil, panas, hampir-hampir mati, orang yang terkena peyakit ambruk tak bisa ditolong, banyak orang mati, segala obat tidak manjur, gelisah orang-orang yang terkena wabah penyakit, setiap rumah tidak ada yang tidak kena, dewanya gunung yang memberikan penyakit. Patut adanya persembahan kepada Bhatara Suryaloka yang berada di atas langit yang bernama Bhatara Druwarsi, dewa dari para Dewata. Bhatara Druwarsi adalah perwujudan titah”……Demikian Sabda Bhatara kepada para Bhuta dan penyakit serta kepada seluruh wujud penyakit. I Bhuta Pangawan bisa menjadi besar dan bisa juga menjadi kecil, bermacam-macam rupanya, menyusup pada berbagai makanan dan minuman”.
Namun, Lontar Roga Sanghara Bhumi, tak hanya menyuratkan tanda-tanda penyakit. Lontar ini pula mengurai kewajiban atau solusi mengatasi wabah melalui yadnya (korban suci). Dinyatakan bahwa “Apabila raja Bali menginginkan kerahayuan (keselamatan) bhumi, maka manusia patut mempersembahkan upacara pengampunan (Guru Piduka), untuk memohon keselamatan negara, kepada Dewanya Gunung di Besakih, kepada Dewanya Laut dan di Ulun Danu (danau), patut melaksanakan upacara Labuh Gentuh, patut melaksanakan Panca Walikrama di Basukih, agar negara selamat (rahayu). Apabila ini tidak dilakukan, maka negara tidak akan selamat. Dalam Lontar Roga Sanghara Bhumi juga dinyatakan Wahyu (Sabda) Ida Bhatara Putranjaya di Besakih yang berbunyi sebagai berikut, ” Wahai Raja Bali, waspadalah engkau menjaga negara dan baktimu kepada para Dewa….”. Serangan hebat wabah Covid-19 saat ini memiliki ciri – ciri hampir mirip dengan apa yang tersurat di dalam Lontar Roga Sanghara Bhumi.
Umat Hindu yang sangat erat hubungannya dengan prosesi upacara yadnya mengalami kesulitan menghadapi keadaan serba sulit saat ini. Secara duniawi, semua orang di dunia termasuk umat Hindu terdampak oleh pandemi Covid-19. Dampak yang sangat serius adalah kesehatan dan ekonomi yang terpuruk. Banyak korban meninggal karena serangan Covid-19, tak sedikit juga meninggal karena stress akibat tekanan ekonomi yang sangat berat.
Selain itu, umat Hindu mengalami kesulitan dari dua sisi. Pertama, di satu sisi mereka punya keyakinan harus melaksanakan persembahan korban suci upacara yadnya. Kedua, di sisi lain, mereka kesulitan mendapatkan perlindungan pemerintah dengan adanya peraturan tentang Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB).
Salah satu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 adalah tentang Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) yang mulai diberlakukan pada 31 Maret 2020. Peraturan ini dikeluarkan pemerintah dalam rangka percepatan penanganan dampak Covid-19. Dengan ditetapkannya peraturan tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) untuk satu provinsi atau kabupaten/kota. Pemberlakuan PSBB Jawa – Bali mulai 11 hingga 26 Januari 2021, Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai 28 Januari hingga 8 Pebruari 2021 dan PPKM berskala mikro mulai 9 sampai dengan 22 Pebruari 2021. Selanjutnya terus diperpanjang selama 2 minggu sampai dengan 6 Maret 2021. Berbagai peraturan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Surat Edaran (SE) Gubernur Bali dengan tujuan menekan angka penularan Covid-19.
Menghadapi kenyataan ini umat Hindu, khususnya di Bali mengalami kesulitan dalam melaksanakan prosesi yadnya (Panca Yadnya, Dewa yadnya, Rsi Yadnya, Bhuta Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusia Yadnya) dengan tujuan untuk memohon keselamatan, membebaskan diri dari segala gangguan (sakit, menderita, duka).
Pelaksanaan korban suci, memberikan persembahan kepada Tuhan kepada para leluhur melalui upacara sesuai keyakinan (craddha), menurut I Ketut Donder (buku Teologi Sosial), harus dihormati sebagai suatu perluasan pelayanan kepada penduduk. Upacara ini harus dilaksanakan dengan mencantingkan aksara suci (Mantra). Seharusnya banyak orang lain juga melaksanakan upacara sebagai kegiatan dan pelayanan sosial. Kepedulian seperti itu harus diwujudkan dalam asiosiasi yang tidak terpisah-pisah, namun harus diatur dengan tetap menerapkan disiplin protokol kesehatan yang ketat. Di sisi lain, mereka yang melakukan pekerjaan philantropis (derma) harus dipelopori oleh orang-orang yang berani dan bergairah yang telah mampu mengaggap sama antara pujian dan hinaan. Benang merah dari kegiatan yadnya, penanganan dampak pandemi Covid-19 berada dalam keharmonisan sekala-niskala agar terjadi keselarasan antara peraturan pemerintah (upaya sekala) dengan kegiatan Yadnya Hindu (upaya niskala)
Di dalam Naskah Siwagama (Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, 2005:306) dijelaskan, Bhatara Guru telah memerintahkan para Dewa turun ke Pulau Jawa untuk mengajar manusia yang telah diciptakan oleh Sang Hyang Widhi. Pada prinsipnya keinginan Bhatara Guru adalah membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur kehidupan manusia di bhumi serta mengajarkan manusia supaya mengenal tata krama dan sopan santun, mampu memenuhi kebutuhan hidupnya serta mampu mempertahankan diri. Penting hormat kepada guru melalui Catur Guru. Hormat dan sujud Guru Swadyaya artinya berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Guru Sejati. Salah satu wujud bakti kepada Beliau adalah persembahan korban suci (upacara Yadnya). Pada titik ini, pemerintah sebagai Guru Wisesa seyogyanya menjadi inspirator, mengayomi dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya ketika melaksanakan persembahan korban suci (Yadnya). Dengan demikian, sesuai petunjuk Lontar Roga Sanghara Bhumi, manusia menjalankan upaya duniawi (sekala) dan rohani (niskala) untuk mohon keselamatan dari Tuhan dan serangan wabah Covid-19 segera berakhir. (Penulis, pengamat seni, sosial budaya dan agama)