Peran LPD Menjaga Adat, Budaya, Agama dan Tradisi di Bali

Oleh:  Dr. I Wayan Mertha, S.E, M.Si

(Bendesa Adat Kedonganan)

 

Mendengar nama Bali, segera terbayang budaya adiluhung yang menjadikan pulau kecil ini begitu dikenal dunia, sehingga julukannya pun keren: The Island of God; Paradise Island; The Morning of The World; Bali is my life; dan sederet nama beken lainnya.  Pernahkah terbayang, berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun dan mempertahankan budaya adiluhung yag telah diwariskan oleh leluhur Bali ? Dan,  sadarkah kita masyarakat Bali, siapa yang sesungguhnya menanggung cost of culture itu ?

Bicara biaya, pastilah tidak sedikit dan selama ini sebagian besar masyarakat Bali  ikhlas mengeluarkan uang agar budaya adiluhung itu tetap ajeg dan  berkelanjutan, sehingga menjadikan Budaya Bali lestari seperti yang kita nikmati sampai hari ini. Ini adalah tugas dan kewajiban masyarakat Desa Adat di Bali.

Merekalah Garda terdepan, yang menjadikan Budaya itu sebagai daily life mereka. Mereka tidak menjadikan perilaku kesehariannya dalam berbudaya sebagai beban, namun justru menjadikannya sebagai ungkapan Rasa Syukur atas karunia dan anugerah kesehatan, kerukunan dan rezeki yang mereka terima hari itu.

Jika dihitung-hitung secara kasar, biaya untuk memelihara budaya di sebuah Desa Adat tidaklah kecil – sebagai pengganti kata sangat besar bahkan tiada terhingga nilainya .  Ijinkan saya mencontohkan Desa Adat Kedonganan. Di Desa Adat Kedonganan, paling tidak dikeluarkan uang Rp. 700 juta per tahun, hanya untuk Upacara rutin di Pura Kahyangan Desa, rerahinan dan Piodalan).

Kalau ditambahkan Upacara Panca Yadnya lainnya, apalagi untuk sebuah Karya Pedudusan misalnya, pastilah angka nolnya berjejer lebih banyak. Apalagi dijumlahkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh seluruh krama desa untuk melaksanakan upacara Agama, Adat, Budaya, dan tradisi yang dilaksanakan setiap hari, sudah tentu banyak sekali (sebagai ungkapan sulitnya menghitung dengan tepat).

Peran Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

Nah, bagaimana krama desa ini mampu menanggung biaya budaya itu ? Di sinilah peran Lembaga Perkreditan Desa  (LPD) menjadi sangat sentral sekaligus strategis.  Dengan bantuan hibah pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten Badung, selama lebih dari 30 tahun berjuang, LPD Kedonganan dapat berdiri tegak bahkan terus berkembang.  Sisa hasil usaha yang selama ini diberi label keuntungan, dikembalikan kepada krama desa adat untuk membantu pembiayaan upacara Adat, Agama, Budaya dan tradisi Bali agar tetap lestari. Walaupun tidak bisa membiayai semua pengeluaran untuk kegiatan budaya tadi, namun bantuan LPD sangat dirasakan masyarakat.

LPD menopang biaya Upacara Ngaben Mase setiap tiga tahun sehingga  krama desa adat tidak kena iuran (alias gratis);  LPD membiayai Piodalan di masing-masing Paibon,  mengucurkan bantuan Biaya Upacara; bantuan biaya kematian bagi seluruh Krama; ada pembagian daging gratis setiap Hari Raya  Galungan-Kuningan, termasuk biaya bumbunya; LPD memberikan Bea Siswa, Bantuan Biaya Sekolah/Kuliah; dan masih banyak lagi program LPD lain yang membantu meringankan beban masyarakat. Selama ini semua biaya tadi dicadangkan/disisihkan dari Keuntungan LPD.

Selain untuk membiayai kegiatan Adat, Budaya, Agama, dan Tradisi tadi, peran LPD yang paling menonjol adalah kemampuannya untuk membangun perekononian masyarakat Desa. Pedagang kecil sangat terbantu berkat kredit dari LPD sehingga  mereka jadi terlepas dari jeratan para rentenir lalu usaha mereka berkembang dengan sehat dan meraih untung.

Saat Pandemi Covid-19 melanda dunia, perekonomian sangat terpukul, tak terkecuali LPD. Cukup banyak pengelolaan LPD yang menyimpang kemudian muncul ke permukaan dengan berbagai kasus hukum. Namun, tentu sangat tidak Adil, kalau digebyah-uyah (digeneralisir), seolah-olah semua LPD bermasalah. Perlu dilakukan penelusuran secara bijaksana dan berhati-hati, sehingga solusinya bisa case by case, sesuai dengan masalah yang dihadapinya.  Kebijakan dan aksi yang cepat dari Pemerintah Daerah sebagai pengayom keberadaan LPD di Bali sangat dibutuhkan. Pemerintah Daerah hendaknya tidak membiarkan Pengurus LPD dan Prajuru Desa Adat seolah-olah sendirian menghadapi guncangan seperti yang terjadi saat ini. Kalau terjadi kekeliruan yang fatal karena pembiaran dan eksistensi LPD hilang di Bali, maka bisa dibayangkan, betapa kerugian besar yang akan dihadapi masyarakat Bali. Pada hal selama ini masyarakat Krama Desa Adat sudah merasakan betapa LPD di desanya, telah mampu menjadi tiang penyangga kelestarian Adat, Budaya, Agama, dan Tradisi di Desa adat.

Semoga pemerintah daerah segera mengambil sikap nyata untuk menyelamatkan lembaga keuangan milik desa adat ini. Semoga pikiran-pikiran baik datang dari segala penjuru. (Penulis juga  sebagai dosen dan Pembina Umum di Paiketan Krama Bali).

 

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email