Menulis proposal riset, tak mudah tapi tak susah. Susah, kalau tak paham kiatnya. Mudah kalau tahu kiatnya. Gurubesar Antropologi sekaligus pakar metodologi penelitian Prof. Dr. I Nengah Bawa Atmaja, M.A berbagi kiat sukses menulis usulan penelitian agar berhasil. Hal itu dibahas pada diskusi online, Jumat (18/7/2025) dalam diskusi Lingkar Studi sesi #001 yang dihelat Centre for Dharmic Studies di bawah komando pakar antropologi budaya UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar Prof. Dr. I Nyoman Yoga Segara, S.Ag, M.Hum. Diskusi bertajuk “Kiat Penyusunan Proposal Agar Tembus Hibah Penelitian” ini diikuti 85 peserta ini dipandu Dr. Puspo Renan Joyo, S.Ag, M.Pd.H dari IAHN Tampung Penyang Palangkaraya.
Kata Prof Bawa, keberhasilan proposal ditentukan oleh dua aspek penting yakni aspek diluar kendali dan aspek terkendali. Aspek diluar kendali peneliti yakni (1) petunjuk penyusunan proposal baik secara akademik, teknis dan administrasi; (2) penentuan reviewer dan (30 penentuan kelulusan atau ketidaklulusan proposal. Sedangkan aspek terkendali (dapat dikendalikan oleh peneliti) antara lain : (1) ikutilah petunjuk dengan cermat; (2) tentukan tim peneliti yang bisa diajak berkontribusi secara resiprokal (saling membelajarkan diri) dan (30 pilihlah masalah yang menunjang atau sesuai dengan kepakaran.
Dengan gaya bicaranya yang blak-blakan, Prof. Bawa berbagi kiat sukses agar proposal berhasil tembus hibah penelitian. Secara umum, latar belakang masalah dalam proposal harus ada gap antara das sein dan das sollen, gap antara teks ideal (normatif) dan teks realitas (sosial), gap antara teori dan praktek dan gap antara masa lalu dan masa kini. “Latar belakang masalah harus kuat karena merupakan tempat bersandarnya masalah sehingga harus mengemukakan dengan tegas bahwa ada masalah yang penting diteliti” papar Prof Bawa. Ia memberi contoh : Teks ideal (normatif) : orang Bali tidak berjudi, Tapi teks sosialnya (realitasnya) : orang Bali banyak yang suka berjudi. Contoh lain : Teks ideal : masyarakat multikultur rawan konflik. Teks sosial (kontekstual), masyarakat multikultur tidak berkonflik. Ia memberi contoh lain ketidaksesuaian (gap) antara masa lalu dan masa kini. Masa lalu, menjual sawah itu tabu. Kini, menjual sawah itu biasa.
Latar belakang penelitian yang menunjukkan bahwa ada masalah sebaiknya uraikan fakta-fakta di lapangan, lengkapi dengan penjelasan teori. Untuk penelitian kuantitatif, kata “banyak” harus didukung dengan data (angka).
Judul, Nanti Dulu
Menurut Prof. Bawa, peneliti haus menemukan terlebih dahulu masalah yang akan diteliti. Selanjutnya rumuskan latar belakang masalahnya, baru cari judul atau topiknya. “Jadi judul proposal bisa ditentukan belakangan” ungkapnya. Terkait judul penelitian, menurut pria asal Tabanan ini, ada beberapa kritera yakni (1) mencerminkan rumusan masalah; (2) memuat obyek materi; (3) memuat obyek forma; (4) memuat pendekatan penelitian; (5) memuat pendekatan teori atau bidang kajian keilmuan; (6) memuat lokasi penelitian dan (7) khusus penelitian sejarah harus memuat tahun peristiwa. Bawa Atmaja memberikan beberapa contoh judul penelitian seperti : “Ritual Ngaben Masal di Desa A (Perspektif Etnografi)”. Kalimat ‘Ritual Ngaben di Desa A’ (Obyek materi), sedangkan kalimat ‘Perspektif Etnografi’ (obyek forma).
Selanjutnya, ia memaparkan Kajian Pustaka. Kajian Pustaka harus fokus pada penelitian/jurnal penelitian di lokasi itu dan atau di lokasi lain yang sejenis. “Ini tujuannya untuk mencegah duplikasi dan plagiasi” ujarnya. Kajian pustaka harus menemukan middle range theory untuk memperkaya kerangka teori yang dibangun. Sedangkan kerangka teori harus berkaitan dengan masalah penelitian. Kerangka teori itu ia sebut “teman tersembunyi” bagi peneliti dalam mengkaji masalah penelitian.
Teori dalam penelitian itu dapat berbentuk grand theory, middle range theory. Pendekatan teori yang ideal adalah multiperspektif artinya dengan berbagai sudut pandang teori. Menurutnya, pendekatan multiperspektif ini penting untuk melihat kedalaman dan keluasan penelitian.
Selanjutnya dijelaskan tentang metode penelitian. Menurut Prof. Bawa, buatlah metode yang aplikatif, praktis dan sistematis. Ini penting agar reviewer proposal yakin bahwa langkah-langkah penulisan proposal sudah benar.
Tak boleh diabaikan, hal-hal teknis dalam penulisan proposal seperti : jadwal penelitian, RAB mesti dibuat masuk akal (logis) jangan mengada-ada dan kaitkan dengan aturan yang diberlakukan. Hal teknis tentang batas jumlah kata di dalam latar belakang misalnya 500 – 750 kata. Pilihlah kata atau jargon yang efektif agar tidak bertele-tele. . “Peneliti harus tahu jargon dalam ilmu sesuai antara peneliti dan reviewer.
Para peserta tampak sangat antusias terbukti banyak yang bertanya untuk mendapat penjelasan dari Prof. Bawa. Waktu satu setengah jam ternyata belum mampu memuaskan peserta sehingga, moderator minta ijin kepada narasumber agar bersedia menjawab dua pertanyaan lagi. Ada yang usul, pertemuan berikutnya agar kembali diminta kesediaan Prof. Bawa Atmaja sebagai narasumber (*ram).