Bencana banjir besar yang melanda sejumlah kawasan di Bali khususnya Kota Denpasar dan sekitarnya 9-10 September 2025 lalu telah menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit. Banjir besar itu terjadi akibat kelalaian pemerintah dan rakyat Bali mengelola Palemahan (lingkungan) Bali, baik karena alih fungsi hutan, lahan pertanian dan sempadan jurang dan sungai maupun perilaku buruk masyarakat membuang sampah sembarangan. Untuk mencegah terulangnya bencana banjir dan menciptakan Bali sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan yang bersih bebas sampah, Paiketan Krama Bali berkolaborasi dengan Manajemen Grand Istana Rama Hotel, Kuta menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Strategi Pengelolaan Limbah Pangan Hotel dan Limbah Upacara Untuk Pariwisata Berkelanjutan” pada Minggu, 21 September 2025 bertempat di Grand Istana Rama Hotel, Kuta.

FGD yang berlangsung muai Pukul 10.00 hingga 15.00 Wita ini menghadirkan tiga narasumber pemantik yakni : Prof. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S (Pakar Lingkungan/Ilmu Tanah dan Pertanian Organik); Dr. Drs. I Gede Rudia Adiputra, S.Ag, M.Ag (Pakar Agama Hindu dan Ketua Harian PHDI Badung) dan Ketut Darmayasa, S.IP, M.M, CHT (GM Grand Istana Rama Hotel). FGD dipandu Ir. Nyoman Merta, M.I.Kom merangkap Ketua Panitia didampingi Sekretaris, Putu Robby Rudita, S.Tr.Par.
FGD dibuka oleh Wasekjen Paiketan Krama Bali I Made Subrata, CHA (yang juga Ketua IHGMA Kabupaten Badung) mewakili Ketua Umum Paiketan Krama Bali Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si. FGD ini juga dihadiri oleh anggota DPRD Badung I Wayan Puspanegara, SP, Senior Paiketan Krama Bali Ir. A.A. Ketut Sujana, MBA; Pengelola TPST Desa Kutuh I Wayan Yana, Jajaran Manajemen Grand Istana Rama Hotel yang dikomandoi Putu Robby Rudita dan peserta dari berbagai elemen masyarakat.

Ni Luh Kartini membawakan materi “Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber (PSBS) dengan motto : Sampahku Tanggung Jawabku, Sampahmu Tanggung Jawabmu, Sampah Kita Tanggung Jawab Kita. Pembina Lingkungan (2007) dan “Women Who Inspire Women”Exceptional Commonity Servce (2010) ini mengurai bahaya sampah plastik bagi generasi saat ini dan kedepan jika tidak dikelola dengan cermat. Menurutnya, sampah harus dikelola agar bermanfaat dan tidak dibuang karena akan metemahan wesia (merusak) (luhu). “Sampah organik harusnya menjadi pembenah tanah, menjadi pupuk organic cair, menjadi Eco Enzim dikembalikan ke lahan pertanian” tulisnya.
Sementara I Gede Rudia Adiputra mengajak pentingnya melaksanakan upacara/upakara Kanista (inti dan mini) dengan menggunakan persembahan yang segar sehingga bisa mengurangi sampah upacara hingga 75 persen. “Sisa persembahan itu adalah prasadam yang bisa dinikmati sehingga jangan dibuang” ujarnya. Ajakan ini sangat logis ditengah euforia berupacara yang jor-joran berbiaya miliaran rupiah sedangkan masyarakat sedang mengalami tekanan ekonomi akibat kenaikan harga kebutuhan pokok dan rendahnya daya beli. “Untuk bisa memuat upakara inti dan mini tentu dibutuhkan pemahaman yang utuh agar jangan dibilang sampradaya padahal sampradaya itu di Bali identik dengan aguron-guron sebagaimana sudak dipraktekkan oleh masyarakat Bali” ujarnya.
Selain telah memberikan point masukan dalam rumusan hasil FGD, menurut Ketut Darmayasa, setiap individu mesti membudayakan praktek inovasi hijau mulai dari pola pikir, produk, hingga teknologi ramah lingkungan. Menurut pria asal Desa Tunju Buleleng, nilai ini harus diintegrasikan dengan kearifan budaya lokal, diperkuat melalui edukasi lingkungan, serta didorong oleh sirkularitas ekonomi. “Pemanfaatan kecerdasan teknologi menjadi kunci untuk mempercepat transformasi, sekaligus memperkokoh peran pentahelix pariwisata. Dengan demikian, eliminasi sampah dapat diwujudkan secara berkelanjutan” ujarnya. Sebelumnya anggota DPRD Badung I Wayan Puspanegara memberikan masukan tentang pentingnya kerja keras berbagai elemen masyarakat untuk mengubah behavior (perilaku) masyarakat dalam mengelola sampah.

Perwakilan TPST Desa Kutuh I Wayan Yana berharap kepada masyarakat dan tim pengangkut sampah ke TPST Desa Kutuh, agar sampah yang sudah dipisahkan antara plastik, dan limbah berbahaya seperti botol atau gelas hendaknya tidak lagi dicampur karena tidak semua jenis sampah an organik bisa diproses di incenerator. “Bila botol berbahan aluminium masuk ke incenerator akan menimbulkan ledakan yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitarnya” ungkap Yana seraya mengatakan siap menerima kunjungan dari pengurus organisasi/lembaga yang ingin melihat secara langsung proses kerja TPST Desa Kutuh untuk diterapkan di wilayah masing-masing sehingga bisa mewujudkan slogan PADAS (Palemahan Kedas).
Sebagai penutup, A.A. Ketut Sujana menyatakan, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan berbagai peraturan tentang pengelolaan sampah, namun prakteknya masih sangat kurang. Agung Sujana juga menyayangkan di pantai Legian ada beberapa bantuan mesin pengolah sampah dari luar negeri, namun sayangnya tidak dirawat oleh petugas pemerintah Badung yang berwenang bahkan dibiarkan terbengkalai sehingga dikhawatirkan rusak, belum lagi TPST Kesiman yang sudah dibangun dengan dana puluhan miliar tapi saat ini mangkrak.
FGD ini berhasil merumuskan hasil yang selanjutnya disebarkan ke para pengampu kebijakan publik mulai dari gubernur, bupati/walikota, camat, perbekel/lurah dan desa adat dan seluruh masyarakat Bali sebagai berikut.
- Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Bali agar konsisten memberlakukan dan mengawasi pelaksanaan :
(1) Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
(2) Peratuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No : P.75. MENLHK/KUM.1/10/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen;
(3)Pergub No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Plastik Sekali Pakai;
(4) Pergub No. 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber;
(5) Keputusan Gubernur Bali No. 381/03-P/HK/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat yang pada intinya Perbekel/Lurah dan Bendesa Adat di Provinsi Bali bertanggung jawab untuk melaksanakan Pergub No. 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber secara mendiri dan terintegrasi;
(6) Intruksi Gubernur Bali No. 8324 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat Menginstruksikan kepada Bupati/Walikota se Bali, Bendesa Agung, Majelis Desa Adat Provinsi Bali untuk : DIKTUM KETIGA : Mensosisalisasikan dan Memfasilitasi Pelaksanaan Pergub No. 47 Tahun 2019 dan Keputusan Gubernur Bali No 381/03- P/HK/2021 Tahun 2021. Bentuk fasilitasi yang dimaksud dalam DIKTUM KETIGA berupa : (1) Sarana/Prasarana; (2) Lahan milik Perintah Kabupaten/Kota; (3) Biaya operasional yang dilaksanakan sesuai peraturan Perundang-undangan;
(7) Surat Edaran No. 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
- Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali dan PHDI Kabupaten Badung agar mensosialisaikan pelaksanaan upacara dan upakara Kanista (Inti) dan mini dengan menggunakan bahan-bahan upacara/upakara segar.
- Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) agar memberikan Sertifikat dan Penghargaan kepada Lembaga-lembaga yang secara konsisten telah melaksanakan pengelolaan sampah dan mengumumkan Lembaga yang lalai melaksanakan pengelolaan sampah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang telah berlaku sebagaimana tertera dalam, point (1).
- Masing-masing Lembaga, Hotel dan Kantor-kantor instansi pemerintah dan atau swasta agar mengelola sampah/limbahnya secara mandiri mengacu pada undang-undang dan peraturan yang telah berlaku.
- Pemerintah Provinsi Bali agar segera berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait Pengelolaan Sampah Kiriman dari Luar Bali di Pantai Kuta, Badung.
- Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Desa Adat se Bali agar segera melaksanakan edukasi lingkungan dan pengelolaan sampah mulai dari Tingkat TK, SD, SMP, SMA/Sederajat hingga Perguruan Tinggi dengan memasukkan dalam kurikulum pendidikan lingkungan untuk sejak dini mendidik anak-anak dan generasi muda tentang pentingnya menciptakan Bali bersih bebas sampah dengan slogan PADAS (Palemahan Kedas) agar di setiap desa ada Waste Hub.
- Manggala Tri Sakti di setiap desa yakni Bendesa Adat, Perbekel dan Pekaseh agar segera melaksanakan Perarem dan Perdes yang mewajibkan setiap warga untuk mengelola sampahnya secara mandiri melalui Biopori, Tebe Modern/Tradisional (sampah kering), dan Komposter (sampah basah).
- KPI memerintahkan RRI, TVRI Bali dan TV Swasta Nasional agar memberikan slot waktu untuk menayangkan sosialisasi pengelolaan sampah secara rutin setiap hari seusai tayangan Tri Sandhya untuk menyadarkan masyarakat Bali tentang pentingnya mengelola sampah secara mandiri demi menciptakan Bali bersih bebas sampah.
- Setiap individu perlu membudayakan inovasi hijau mulai dari pola pikir, produk, hingga teknologi ramah lingkungan melalui Integrasi nilai Budaya, Edukasi, Sirkular ekonomi, Teknologi, Internalisasi dan Eliminasi limbah secara berkelanjutan (I-BESTIE) sehingga setiap masyarakat sadar dengan literasi tentang lingkungan.
Sembilan point ini menjadi catatan penting yang mesti dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah dan rakyat Bali demi menciptakan Bali sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan yang bersih bebas sampah, nyaman dan asri (ram).