BADUNG – Rencana investasi berupa Kapal Wisata/Pesiar di Danau Batur, Kintamani, Bangli yang disebut-sebut Kapal ramah lingkungan kembali mendapat reaksi dari seorang Tokoh Hindu, Dr. Drs. I Gede Rudia Adiputra, M,Ag. Umat Hindu di Bali memiliki keyakinan sebagaimana tercantum dalam Purana Batur bahwa ada Kuna Dresta yang menyebutkan Danau Batur itu kasawan yang disucikan. Atas dasar itulah rencana invetasi Kapal Wisata/Pesiar yang akan beroperasi di Danau Batur tidak dapat dibenarkan karena akan menodai kesucian Danau Batur. Demikian ditegaskan Drs. I Gede Rudia Adiputra, M,Ag yang juga Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Badung, Minggu (5/10/2025).
Menurut Gede Rudia, PHDI telah mengeluarkan Bhisama pada Tahun 1994 tentang Kesucian Pura dan kawasan Pura. Bhisama ini menjadi dasar saat menolak Reklamasi Teluk Benoa. Sepanjang bhisama ini tidak dicabut, maka ia akan berlaku untuk semua kawasan di Bali, terutama untuk investasi yang dikhawatirkan merusak kawasan suci. “Bhisama tentang kesucian Pura dan kawasan suci itu dibuat dengan mempertimbangkan aspek kesucian. Pemerintah Daerah dan masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk melaksanakan bhisama itu demi kelestarian dan kesucian kawasan untuk jangka panjang” ujar Mantan Rektor IHDN Denpasar ini.

Menurut Rudia, butuh keberanian dari pemimpin Bali mulai dari gubernur sampai dengan kepala desa untuk menolak setiap bentuk investasi yang cenderung merusak tatanan kesucian Pulau Bali. Menurutnya, kalau orientasinya hanya saat ini dapat income (uang), maka dalam jangka panjang vibrasi kesucian Bali akan redup (pudar). “Secara prinsip, saya tidak setuju adanya investasi Kapal Wisata/Pesiar di Danau Batur. Karena tidak ada yang bisa menjamin air Danau Batur tidak akan tercemar oleh aktivitas wisata di danau dan pemerintah dan masyarakat akan sulit mengendalikan jika itu telah beroperasi” imbuhnya.
Selain prinsip kesucian, Rudia juga mengungkap, secara ekologis, biota danau akan sangat terganggu oleh pencemaran dari aktivitas wisata itu. Menurut pengamatannya, saat ini saja air Danau Batur telah tercemar, apalagi nanti ada Kapal Wisata/Pesiar. Ditinjau dari aspek spiritual, air itu adalah sumber kehidupan (Amertha). Menurut Kuna Dresta di Batur, Danau ini sampai sekarang berkontribusi terhadap lingkungan di sekitarnya, memberikan penghidupan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Air Danau Batur secara sekala membersihkan, namun secara niskala menyucikan. Jadi, bilamana nanti ada aktivitas Kapal Wisata/Pesiar, maka nilai kesucian air danau pasti akan berkurang bahkan hilang. Dampak sosial yang akan muncul, bilamana nanti ada Kapal Wisata/Pesiar, pasti akan mematikan usaha tradisional warga yang selama ini hidup dari Danau Batur. “Akan terjadi resistensi dengan warga masyarakat setempat yang peluang bisnisnya terancam oleh Kapal Pesiar” ungkapnya. Secara kosmologi Hindu, Danau Batur itu adalah Yoni sedangkan Gunung Batur itu Lingga. Lingga Yoni itu sangat sakral sehingga patut dirawat kesuciannya. Di pinggir Danau Batur ada Pura Ulun Danu Batur. Pura ini sangat disucikan oleh umat Hindu sehingga tidak ada yang bisa menjamin bahwa pura ini tak akan dikunjungi oleh para tamu asing yang tidak paham aspek kesucian.
Jadi, berdasarkan pertimbangan ekologis, filosofis, sosiologis, dan kosmologis, rencana invetasi Kapal Wisata/Pesiar di Danau Batur sebaiknya dibatalkan, jika pemerintah daerah masih memiliki pandangan yang jauh ke masa depan, bukan hanya kebutuhan pragmatis saat ini – uang. Rudia meragukan tagline yang mengatakan Kapal ramah lingkungan karena seluruh aktivitas itu limbahnya pasti dibuang ke Danau Batur.
Sebelumnya, Pakar Lingkungan dan Pertanian Organik Unud, Prof. Dr. Ir. Ni Luh Kartini, M.S yang juga Ketua Forum Danau Nusantara melalui wawancara Bali TV dengan tegas meminta rencana investasi Kapal Pesiar di Danau Batur agar dikaji ulang. Menurut Kartini, secara kosmologi Hindu, Danau Batur itu adalah Yoni sedangkan Gunung Batur itu Lingga. Lingga Yoni itu sangat sakral sehingga patut dirawat kesuciannya.

Selain aspek kosmologi, Danau Batur itu adalah “tower”-nya Bali dan merupakan cekungan terkungkung, sumber air minum bagi masyarakat Bali. Kualitas air danau yang dipersyaratkan sesuai undang-undang untuk layak minum adalah kualitas kelas I, sedangkan saat ini kualitas airnya sudah mau ke kelas IV sehingga butuh usaha keras untuk meningkatkan kualitas air. “Saya sebagai Ketua Forum Danau Nusantara sangat tidak setuju ada Kapal Pesiar di Danau Batur. Ini mesti ada kajiannya dari segi kelayakannya dan dibahas dengan gubernur dan DPRD Bali”.
Di pihak lain, Jro Tindih dan IGW Suyasa dalam naskah akademik Policy Berief berjudul “Menjaga Kesakralan Danau Batur: Kajian Ilmiah, Unesco Global Geopark, dan Adat–Budaya Bali” yang ditulis September 2025 dengan tegas merekomendasikan penolakan rencana Kapal Wisata di Danau Batur. Dalam ringkasan eksekutif naskah itu dinyatakan, rencana pengoperasian kapal wisata di Danau Batur menimbulkan risiko ekologis, sosial, budaya, dan spiritual. Dari segi ilmiah, kapal dapat memperparah polusi, menimbulkan wake yang mempercepat erosi sempadan, dan merusak kualitas air dalam sistem danau tertutup. Dari sisi budaya dan spiritual, kapal wisata akan mengganggu kesucian tirta dan melanggar prinsip sekala–niskala yang dipegang masyarakat Bali. Dari perspektif UNESCO, intervensi ini dapat merusak integritas geosite dan nilai universal luar biasa dari lanskap budaya Bali. Berdasarkan kajian ilmiah, perspektif geopark, serta adat–budaya–spiritual, policy brief ini dengan tegas merekomendasikan penolakan rencana kapal wisata di Danau Batur. Sebagai gantinya, alternatif wisata rendah-dampak seperti perahu listrik kecil, forest bathing, geowisata, dan wellness berbasis ritual air dapat dikembangkan.

Sebelumnya, Situs berita Tempo edisi 27 September 2025 memuat berita berjudul “Danau Batur Akan Punya Kapal Pesiar Ramah Lingkungan”. Ini menjadi solusi untuk pariwisata yang lebih berkelanjutan, mengurangi jejak karbon, dan memungkinkan eksplorasi Danau Batur. Fasilitas baru ini merupakan hasil kerjasama Pemerintah Kabupaten Bangli dengan investor Korea. “Ini adalah bukti Bangli memiliki potensi yang menarik bagi investor,” kata Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta melalui keterangan tertulis yang diterima di Denpasar, Bali, Jumat, 26 September 2025. Dia menilai cara itu sebagai solusi untuk pariwisata masa depan yang lebih berkelanjutan, mengurangi jejak karbon, dan memungkinkan eksplorasi destinasi ramah lingkungan di Danau Batur, danau terbesar di Bali. Selain wisata kapal pesiar ramah lingkungan, kata Sedana, akan ada olahraga air bertenaga listrik, kereta wisata listrik, sky capsule, dan rail bike (*ram).