Menutup Akses Keluar-Masuk Warga Banjar Giri Dharma Desa Adat Ungasan, Badung
LBH Dukung DPRD Bongkar ‘’Tembok GWK’’

Tembok GWK (Sumber : TravelDetik. Detik.com)

Rekomendasi DPRD Bali untuk membongkar tembok GWK (Garuda Wisnu Kencana) yang menutup akses keluar-masuk warga Banjar Giri Dharma Desa Adat Ungasan, Badung, mendapat atensi dan dukungan dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, ormas Hindu Peradah Bali, LBH KORdEM Bali, LBH Paiketan Krama Bali, dan Tim Hukum PHDI Bali. Melalui pernyataan sikap tertanggal 27 September 2025, beberapa lembaga tersebut menegaskan, pembangunan tembok oleh manajemen GWK  yang menutup akses keluar-masuk warga Banjar Giri Dharma, yang pembangunannya dimulai September 2024, merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundangan.

Ketua Harian PHDI Bali, I Nyoman Kenak, S.H

Pernyataan ditandatangani oleh Ketua PHDI Bali Nyoman Kenak, SH, Ketua Tim Hukum PHDI Bali Putu Wirata Dwikora, SH.M.H, Direktur LBH Paiketan Krama Bali I Wayan Gede Mardika, S.H, M.H, Direktur LBH KORdEM Wayan Bimanda Panalaga, S.H, Sekretaris GERCIN Bali Wayan Sukayasa, S.T.,S.H, M.I.Kom, Dr. Ketut Wartayasa, S.Ag,M.Ag dari Paruman Walaka PHDI Bali dan beberapa tokoh lainnya.

‘’Hal yang dialami warga Banjar Giri Dharma, jangan sampai berulang-ulang dialami warga Banjar dan Desa Adat lainnya di Bali. Investor jangan merugikan masyarakat dan desa adat, yang notabena adalah akar dari tumbuhnya seni, budaya dan tradisi, dan semua itu merupakan tambang emas kemakmuran investor yang menjual budaya untuk daya Tarik wisata. Jangan sampai investornya makmur, sementara masyarakat dan desa adat justru jadi korban seperti warga Giri Dharma ini,’’ kata Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak.

Putu Wirata Dwikora, Wayan Gede Mardika dan Wayan Bimanda Panalaga yang memimpin lembaga bantuan hokum itu mengingatkan bahwa tindakan manajemen GWK melanggar konstitusi, yaitu: Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 : “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban”.

Para aktivis hukum ini juga mengingatkan, bahwa bila benar badan jalan yang ditembok adalah aset Pemkab Badung, penembokan oleh manajemen GWK itu bisa kena pasal penyerobotan, pasal 385 KUHP, melanggar pasal 192 KUHP tentang perintangan penggunaan jalan darat, yang diancam dengan hukuman penjara. Perbuatan manajemen GWK itu juga melanggar ketentuan dalam pasal 6 UU Pokok Agraria, bahwa tanah memiliki fungsi sosial.

‘’Jangan sampai air susu dibalas air tuba. Masyarakat dan desa adat yang merupakan pengemban kebudayaan, tertindas di tanahnya sendiri, sementara pengusaha seperti GWK yang menjual symbol suci Garuda Wisnu menimba dollar dari kunjungan wisatawan yang berkunjung karena daya Tarik budaya Bali,’’ imbuh  Wayan Sukayasa dari GERCIN Bali.

Bila ditelisik dari kronologi kasusnya, tembok dibangun oleh manajemen GWK mulai September 2025. Tembok tersebut menutup akses keluar-masuk warga ke jalan di depannya, yang berdasarkan informasi dari BPN Bali, merupakan badan jalan dan tanahnya merupakan aset Pemkab Badung.

Pimpinan LBH tersebut meminta pemerintah Provinsi Bali beserta DPRD Bali, demikian juga pemerintah Kabupaten dan DPRD Badung, melakukan pengawasan berkelanjutan atas kasus ini, sampai tuntas. Ke depan, perlu dilakukan pengawasan secara berkala atas gejala-gejala sejenis, di mana ada potensi kehadiran investor merugikan atau bahkan menindas masyarakat dan desa adat, secara langsung ataupun tidak langsung. ‘’Masyarakat Bali mendukung rekomendasi DPRD Bali, agar tembok GWK tersebut segera dibongkar, dan akses keluar-masukwarga Giri Dharma terbuka kembali,’’ ujar Wayan Sukayasa.

Sementara itu, melalui pemberitaan Bali Express (25/9/2025), Manajemen GWK mengatakan telah melakukan sosialisasi sebelum pemagaran. Pihak GWK menyayangkan terbitnya rekomendasi dari DPRD Bali tentang batas waktu pembongkaran tembok milik GWK.

Seperti dilansir oleh NusaBali.com, Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa menyayangkan pemasangan CCTV yang mengarah ke pekarangan warga yang rumahnya terisolir. “Saya harap gubernur dan bupati bener-bener di pihak masyarakat. Seharusnya pemerintah bisa mengambil suatu sikap yang jelas karena masyarakat kami sudah terisolir selama satu tahun. Kami hanya menuntut tembok itu digeser ke timur sesuai penjelasan dari BPN kalau itu badan jalan,” imbuhnya.

General Manager of Marketing Communication and Event GWK Cultural Park, Andre R Prawiradisastra yang dimintai keterangan lebih lanjut terkait pemasangan CCTV tersebut belum memberikan balasan atas permintaan NusaBali.com (r/ram).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email