DENPASAR – Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) sebagai majelis tertinggi umat Hindu adalah lembaga independen dan tidak boleh diintervensi oleh kepentingan politik mana pun. Soal ada umat Hindu ikut „ngayah“ di PHDI itu boleh-boleh saja dan tak ada masalah. Namun, hendaknya tidak ada satu pun oknum politisi termasuk penguasa mengintervensi PHDI. Sebagaimana sering terjadi dalam beberapa kali perhelatan Mahasabha PHDI, intervensi terhadap PHDI itu terjadi dan berujung terjadinya konflik di kalangan umat Hindu karena adanya gugatan oleh oknum-oknum tertentu yang membentuk PHDI di luar PHDI yang sah. Hal itu disayangkan oleh I Gede Harja Astawa , S.H., M.H yang juga Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPRD Provinsi Bali kepada redaksi media ini, Senin, (13/1/2025).
„Setiap Mahasabha PHDI, saya mengamati selalu ada intervensi dari oknum politisi dan penguasa di Bali terhadap PHDI. Padahal PHDI adalah lembaga independen yang bebas dari kepentingan politik praktis. Faktanya selalu ada intervensi dari oknum politisi di Bali dengan menggunakan kelompok tertentu untuk kepentingan politiknya dengan dalih „membersihkan“ PHDI dari oknum-oknum sampradaya. PHDI sebagai majelis tertinggi umat yang independen harusnya jangan ditarik-tarik oleh kepentingan politik praktis dengan dalih apa pun“ ujarnya.
Adanya intervensi dari oknum politisi yang juga penguasa di Bali kepada PHDI dalam beberapa perhelatan Mahasabha sangat disayangkan oleh Harja Astawa. Hal itu berujung pada kasus hukum akibat adanya gugatan terhadap PHDI yang sah. Ia mengaku prihatin terhadap konflik terkait PHDI sehingga berakibat menurunnya kepercayaan umat Hindu kepada PHDI. Puncak dari keprihatinannya adalah PHDI yang sah tidak mendapat bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian Agama karena pihak Direktorat Jenderal Bimas Hindu tidak berani mencairkan bantuan kepada PHDI karena PHDI masih mengalami kasus hukum.
Terbaru, berdasarkan pemantauan redaksi, Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia pada Rabu, (13/11/2024), memutuskan menolak gugatan sekelompok orang terhadap Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat hasil Mahasabha XII. Putusan dengan nomor perkara 4145 K/Pdt/2024 tersebut sekaligus menguatkan putusan sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (No. 1/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Brt) dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (No. 223/PDT/2024/PT DKI) yang memenangkan PHDI yang sah.
Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan yang diajukan pihak penggugat. Sebelumnya, pihak penggugat mengajukan gugatan di antaranya permintaan agar Mahasabha Luar Biasa (MLB) pada 19 September 2021 dinyatakan sah, tuntutan membatalkan kepengurusan PHDI hasil Mahasabha XII Periode 2021–2026, serta klaim adanya perbuatan melawan hukum oleh pengurus PHDI hasil Mahasabha XII. Selain itu, penggugat juga mengajukan gugatan ganti rugi materiel dan imateriel hingga Rp 2 miliar.
Dengan ditolaknya gugatan para penggugat tersebut oleh MA, maka gugur sudah argumen-argumen dan klaim-klaim mereka. “Dengan putusan ini, sah secara hukum bahwa PHDI hasil Mahasabha XII merupakan pengurus yang diakui, dan seluruh klaim pihak penggugat dinyatakan gugur,” jelas Yanto Jaya, Ketua Bidang Hukum & HAM PHDI Pusat melalui keterangan tertulis, Jumat (16/11/2024).
Dengan berakhirnya proses hukum ini, PHDI Pusat menegaskan komitmennya untuk menjalankan program-program prioritas, termasuk penguatan pendidikan Hindu, pelestarian budaya, serta peningkatan kesejahteraan umat. “Kami akan terus melayani umat dengan program yang nyata dan berbasis aturan hukum. Segala bentuk gangguan tidak akan menghalangi kami untuk bergerak maju dalam pelayanan dharma,” pungkas Yanto Jaya. Sementara Harja Astawa berharap, stop intervensi terhadap PHDI, biarkan PHDI mengatur rumah tangganya sendiri dan fokus mengayomi seluruh umat Hindu. Pria asal Buleleng ini berharap umat Hindu kembali bersatu, guyub serta hanya mengakui satu PHDI yakni PHDI yang sah sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung tertanggal 13 Nopember 2024 yang menolak seluruh gugatan oknum-oknum tertentu dan hanya mengakui PHDI hasil Mahasabha XII (ram).