Oleh : Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si
Data peserta didik SMA Bali Mandara angkatan ke-9, sebanyak 120 orang dari 150 orang siswa-siswinya (80%) adalah anak-anak petani miskin dan buruh. Yang leih miris lagi, data menunjukkan, 128 orang dari 150 orang atau lebih dari 85% siswa tersebut memiliki tingkat kecerdasan IQ tingkat di bawah normal yakni kurang dari 96. Namun, hal lain yang perlu diapresiasi oleh aktivis perempuan adalah, 107 orang dari 150 orang siswa atau lebih dari 71% adalah perempuan, proporsi ini tak banyak berubah dari tahun ke tahun. Namun, di balik segala kekurangan itu, siswa SMA Bali Mandara mampu mengukir segudang prestasi, baik di tingkat regional, nasional bahkan internasional.
Yang membanggakan adalah, pola pendidikan di SMA Bali Mandara mampu mengantarkan alumninya 53,7% masuk perguruan tinggi negeri, luar negeri, ikatan dinas. Kalau pun terdapat 44,6% masuk universitas swasta, itu karena pilihan utamanya adalah mendapat beasiswa. Tentu saja karena mereka punya segudang prestasi. (Sumber foto : Metro Bali, The Founding Father SMA Bali Mandara, Made Mangku Pastika sedang menyematkan lencana kepada siswa SMA Bali Mandara)
SMA Bali Mandara betul-betul merupakan sekolah bagi anak-anak miskin, karena tidak satu pun orang tua siswa adalah pegawai negeri sipil, pengusaha, anggota legislatif, apalagi anak bupati atau gubernur. Data 150 peserta didik angkatan ke-9 adalah anak-anak dari 61 orang petani, 59 orang buruh, 11 orang wiraswasta, 8 yatim piatu, 4 orang sopir, 4 orang pedagang dan 3 orang serabutan. Melihat latar belakang orang tua, maka dapat diyakini bahwa kecukupan gizi anak-anak siswa SMA Bali Mandara sejak dalam kandungan maupun anak-anak sangatlah rendah, karena latar belakang ekonomi mereka rendah. Rendahnya kecukupan gizi akan menggangu tingkat kecerdasan anak-anak tersebut. Untuk memperbaiki hal ini, memberikan makanan bergizi selama menjadi Siswa SMA Bali Mandara adalah solusi paling pas. Bayangkan, jika semua siswa miskin ini tinggal sama orang tuanya, sudah dapat dipastikan mereka tidak memperoleh makanan bergizi.
Rendahnya kecukupan gizi terbukti dari hasil test kecerdasan (IQ) anak-anak yang baru masuk SMA Bali Mandara. Data menunjukkan, 85% anak-anak siswa SMA Bali Mandara memiliki IQ di bawah normal, yakni kuang dari 96. Hanya 15% anak-anak siswa SMA Bali Mandara memiliki IQ dengan rentang 96 ke atas. Hanya ada 1 orang anak ajaib dari keluarga miskin yang memiliki IQ kategori cerdas dengan rentang 121-130.
Pola yang diterapkan oleh SMA Bali Mandara untuk meningkatkan IQ anak-anak adalah dengan : (1) The Calling: membangkitkan panggilan jiwa peserta didik untuk berani bermimpi; (2) Foundation : memastikan peserta didik memilki pengetahuan dasar untuk bisa siap dengan pembelajaran di SMA; (3) Pendidikan berbasis kesadaran: Menumbuhkan kesadaran dari dalam diri peserta didik sehingga siap untuk belajar secara fisik dan mental. Pola-pola seperti ini tidak ada di sekolah lainnya, sehingga IQ rendah akan tetap rendah. Sekolah umum akan sulit meningkatkan IQ siswa miskin karena perlakukan/treatmentnya sama antara siswa miskin dengan IQ rendah dengan siswa kaya dengan IQ tinggi.
Afirmatif action yang diterapkan oleh SMA Bali Mandara tak perlu diragukan lagi. Data siswa Angkatan ke-9 menunjukkan 71% atau sebanyak 107 orang siswinya adalah perempuan. Hal ini perlu mendapat apresiasi dan kepedulian dari para aktivis perempuan, maupun organisasi perempuan dalam segala bentuk dan levelnya. Dominannya anak perempuan yang masuk di SMA Bali Mandara memberi harapan besar untuk terlahirnya gerasi muda Bali yang cerdas karena lahir dari ibu yang cerdas. Kecerdasan generasi muda penerus sangatlah strategis untuk melahirkan generasi unggul dan berkualitas ke depan.
Upgrade IQ Rendah Jadi Cerdas
Dengan bahan baku/input peserta didik yang demikian parah, SMA Bali Mandara mampu mempermak mereka menjadi generasi pintar dan cerdas. Hal ini dibuktikan alumni SMA Bali Mandara 45,2% masuk perguruan tinggi negeri, 1,6% masuk perguruan tinggi luar negeri, 6,9% mendapat ikatan dinas, totalnya menjadi 53,7%. Jika dibandingkan IQ Normal ke atas, hanya 15% dari total siswa siswa 53,7% tersebut, ini berarti 38,3%-nya adalah siswa awalnya IQ di bawah normal. Perhitungan ini hanya asumsi saja karena tidak ada test IQ setelah mereka tamat. Berarti 45% lebih siswa yang tadinya IQ di bawah normal dapat menembus perguruan tinggi negeri, luar negeri, dan ikatan dinas. Sisanya hanya 44,6% masuk perguruan tinggi swasta dengan memperoleh beasiswa bidik misi maupun CSR seperti dari perusahaan Sampoerna dll. Jika saja CSR dari Bank BPD Bali juga sebagian dialokasikan ke anak-anak SMA Bali Mandara, maka besar kemungkinan alumni 1,6% yang bekerja akan dapat melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
Yang menarik, pilihan terhadap perguruan tinggi swasta mengalahkan pilihan perguruan tinggi negeri karena di PT Swasta, siswa memperoleh beasiswa. Beasiswa dalam hal ini tidak hanya bebas SPP atau diskon SPP, namun harus cukup untuk biaya makan, beli buku, transportasi, biaya kost. Sehingga besasiswa yang tanggung hanya bebas SPP pasti tidak menjadi pilihan bagi anak-anak dari keluarga miskin ini karena rumahnya jauh dari sekolah maupun perguruan tinggi, sehingga untuk menempuh pendidikan dibutuhkan biaya hidup, transportasi, kost dan biaya keperluan kuliah. Kenapa, karena para siswa miskin ini berasal dari pedalaman yang jauh dari sekolah maupun perguruan tinggi. Yang makin mengagetkan adalah Buleleng tidak termasuk kabupaten termiskin seperti halnya Karangasem. Data menunjukkan, lebih dari 60% siswa SMA Bali Mandara berasal dari Kabupaten Buleleng, disusul oleh Kabupaten Karangasem. Tentu saja karena lokasi SMA Bali Mandara ada di Buleleng. Dengan demikian, masyarakat miskin di Buleleng paling banyak dapat menikmati keunggulan SMA Bali Mandara. (Penulis, Dosen Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali).