Screen Time dan Media Sosial
Tantangan Besar Generasi Muda di Era AI

Cuaca cerah menyelimuti langit Buleleng pada Hari Pahlawan Nasional, Senin, 10 Nopember 2025 lalu. Di Gedung Convention Centre 1 STIKes Buleleng, 400-an lebih mahasiswa dan dosen hadir sejak pagi guna mengikuti Workshop “Pemberdayaan Diri Pemuda Menghadapi Tantangan Era Modern”. Worshop ini digelar atas kerjasama Yayasan Anand Ashram dan STIKes Buleleng.

Ketua STIKes Buleleng, Dr. Ners. I Made Sundayana, S.Kep., M.Si, M.Kes memberi sambutan sekaligus membuka acara. Sekapur sirih juga disampaikan oleh perwakilan Yayasan Anand Ashram (YAA), Ketut Suartika dari Anand Krishna Centre (AKC) Singaraja. Suasana hangat semakin terasa saat tim musik YAA/AKC Singaraja mempersembahkan lagu-lagu persatuan, membuka hati para peserta sebelum memasuki sesi reflektif.

Melalui tayangan video, Guruji Anand Krishna memantik kesadaran peserta dengan satu pertanyaan menggugah: “Apakah AI ini benar-benar Intelligence, atau sekedar Extended Mind?” Menurut Anand Krishna, Artificial Intelligence hanyalah perpanjangan pikiran manusia – sebuah upaya menciptakan “penguasa baru”. “Hanya nilai-nilai budaya dan spiritual yang dapat menjadi pertahanan sejati menghadapi tantangan ini,” tegasnya.

Tantangan Kaum Muda

Dari pemikiran itu, Made Edy Suparyasa, S.T,  fasilitator meditasi Anand Ashram selama dua dekade, memulai sesi berikutnya. Ia menyoroti perubahan cepat dunia kerja akibat teknologi. “Pada tahun 2030, sekitar 95% profesi akan digantikan oleh AI. Hanya mereka yang memiliki human touch, sentuhan kemanusiaan, yang akan bertahan,” ujar lulusan ITB itu.

Menurutnya, salah satu tantangan terbesar generasi muda saat ini adalah penggunaan  media sosial dan screen time berlebih yang memicu kecemasan dan depresi. Secara global, satu dari tujuh orang mengalami gangguan kecemasan. Di Indonesia, satu dari tiga anak muda dilaporkan mengalami stres dan depresi. Ironisnya, angka bunuh diri di Bali tercatat tertimggi di Indonesia. Made Edy melanjutkan,  buku Sanghyang Siksa Kandang Karesian karya Anand Krishna menekankan pentingnya Ahimsa – tidak melakukan kekerasan, termasuk terhadap diri sendiri. Bunuh diri, menurutnya, adalah bentuk kekerasan pada diri sendiri yang juga meyakiti orang-orang terdekat.

 

Dampak Screen Time

Menurut Made Edy, berbagai riset menunjukkan, penggunaan dua platform media sosial saja dapat meningkatkan risiko depresi hingga 50%. Lebih dari tiga platform, risikonya hampir pasti. Screen time berlebihan meyebabkan kelebihan dopamin dan stres akibat tubuh berusaha menjaga keseimbangan (homeostasis). Idealnya, total waktu menatap layar dari semua gawai tidak lebih dari 2-3 jam per hari.

 

 

Solusi dan Harapan

“Gunakan AI, tapi jangan sampai kita yang digunakan oleh AI,’ tegas Made Edy. Kunci menghadapi era ini, lanjutnya, adalah Self Empowerment – memberdayakan diri agar mampu mengendalikan pikiran dan emosi. Ia kemudian mengajak peserta mempratekkan teknik Emotion Culturing, salah satu metode Ananda’s Neo Self Empowerment yang dikembangkan Guruji Anand Krishna lebih dari 30 tahun yang lalu. Latihan sederhana ini membantu “menghapus informasi yang tidak perlu” dan “memperbarui energi diri”.

Workshop ditutup dengan praktek meditasi Emotion Culturing yang dipandu langsung oleh Made Edy. Antusiasme peserta, baik mahasiswa maupun dosen, begitu terasa hingga waktu beranjak  siang sehingga panitia harus menutup membludaknya pertanyaan dari peserta. Sementara itu, di luar, langit Buleleng mulai mendung seakan menutup kegiatan penuh semangat kepemudaan sebagai tulang punggung dan pahlawan bangsa dengan kesejukan berkah-Nya (r).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email