Atap Istana Wong Samar Dirusak di Jembatan Tukad Bangkung
Wanita Cantik Minta “Upah” Kerbau Putih

Upacara Pemarisudha Jagat dan Doa Bersama di Jembatan Tukad Bangkung, Kamis (18/12/2025).

BADUNG – Jembatan Tukad Bangkung Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, yang disebut-sebut sebagai jembatan tertinggi di Bali yang menghubungkan Kabupaten Badung, Buleleng dan Bangli (3B) setidaknya telah merenggut 16 jiwa melayang akibat bunuh diri. Rentetan kasus bunuh diri yang terjadi berulang di kawasan Tukad Bangkung telah menjadi kegelisahan bersama. Tragedi yang terjadi di sekitar Jembatan Tukad Bangkung tak hanya meninggalkan duka mendalam, tetapi juga menyisakan pertanyaan, apa yang sesungguhnya terjadi dengan kawasan  ini, dan langkah apa yang perlu diambil agar kasus serupa tak terulang lagi.

Berawal dari cerita seorang warga Baduy yang sempat melintas di Jembatan Tukad Bangkung untuk sebuah perjalanan bersama salah satu anggota Tim Percepatan Pembangunan Daerah Bali, Prof. Ir. AAP Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc, Ph.D. Saat mampir di sebuah warung kopi, orang Baduy ini tiba-tiba meninggalkan warung dan berjalan ke arah Jembatan Tukad Bangkung. Sesaat kemudian dia datang dan menceritakan dirinya bertemu dengan wanita cantik (yang dia sebut makhluk goib). Wanita cantik itu katanya sangat marah karena sejak pembangunan Jembatan Tukad Bangkung atap istananya dirusak oleh pembangunan jembatan. Wanita cantik ini meminta persembahan berupa kerbau putih dan ritual dengan berbagai binatang dengan jumlah tiga puluh tiga.

Singkat cerita, peristiwa yang dialami orang Baduy ini menjadi bahan diskusi dengan Prof Ni Luh Kartini di tim Percepatan Pembangunan Daerah Bali. Tak berselang lama, Ni Luh Kartini juga sempat bermimpi didatangi makhluk halus dan meminta persembahan. Jika permintaan itu tak dipenuhi, maka kasus bunuh diri akan terus terulang. Hal itu kemudian disampaikan ke Ibu Putri Koster dan termasuk ide untuk membuat upacara Pemarisudha Jagat bertempat di Jembatan Tukad Bangkung. Putri Koster selaku Ketua TP PKK Provinsi Bali sekaligus Duta Pengolahan Sampah Berbasis Sumber Palemahan Kedas (PSBS PADAS) menyanggupi untuk menyumbang 3 ekor kerbau putih senilai Rp 51 juta. Sarana upakara lainnya binatang lainnya seperti kambing hitam, babi hitam, angsa, celeng butuan, anjing bang bungkem, ikan, burung titiran diadakan melalui pengumpulan sumbangan sukarela.  Sementara Wakil Gubernur Nyoman Giri Prasta menyumbang Rp 25 juta selain donasi dari tim Padas dan masyarakat umum. Setelah semua kebutuhan upakara tersedia maka dilaksanakanlah Upacara Pemarisudha Jagat  dan doa bersama di Jembatan Tukad Bangkung pada Kamis (18/12/2025).

Upacara Pemarisudha Jagat Menggunakan Bentuk Upacara Bali Mula dengan Kunda Besar Sebagai Perapian

Upacara diawali pukul 13.00 Wita dengan penanaman pohon cemara 33 pohon di sekitar Tukad Bangkung dan pelepasan ikan Nila, serta diakhiri dengan pelepasan secara simbolis dua kerbau  putih lanang wadon (jantan dan betina) untuk kebo Due dan selanjutnya dihaturkan menjadi kebo duwe di Desa Pelaga.  Prosesi dilanjutkan  pelepasan burung titiran dan lampion masing-masing 33 buah oleh para pejabat dan tamu undangan di pintu masuk Jembatan Tukad Bangkung. Angka 33 dimaknai sebagai simbol keseimbangan dan penyucian, sekaligus doa agar kehidupan kembali menemukan jalannya. Rangkaian Upacara Pemarisudha Jagat dan doa bersama berlangsung khidmat dihadiri sekitar 200 orang.

Upacara Pemarisudha Jagat ini mengambil bentuk Upacara Bali Mula lengkap dengan upacara Patidana dilengkapi dengan Kunda dipimpin oleh Jro Mangku Gede Made Pawitra dari Desa Bulian, Jro Kebayan, Jro Penyarikan, Jro Bau dan Jro Kelihan Desa Wayah. Menurut Ni Luh Kartini, Upacara Patidana bertujuan untuk mengembalikan roh-roh pada tempatnya agar tidak gentayangan ke sana ke mari. Hadir para Pemangku dan prajuru adat dari Desa Bulian, Pelaga, Sidan, Tambakan, Selulung, serta Kubutambahan. Sejumlah pejabat turut hadir, di antaranya Istri Gubernur Bali, Putri Suastini Koster, Wagub Bali, Nyoman Giri Prasta dan Istri, Anggota Tim Percepatan Pembangunan Bali, Prof. Agung Suryawan Wiranatha, Wakil Bupati Bangli Wayan Diar, anggota DPRD Provinsi Bali Made Sumiati, Camat Petang, Camat Kintamani dan perwakilan Camat Kubutambahan.

Upacara ini dimaknai sebagai ikhtiar spiritual untuk memulihkan keseimbangan dan harmoni, sekaligus menetralkan serta menyucikan kawasan Tukad Bangkung yang selama ini diyakini memiliki beban niskala akibat ketidakharmonisan hubungan manusia dengan alam dan ruang sakral. Berdasarkan kajian sosiologis, spiritual, dan kepercayaan lokal, kawasan jembatan tersebut dipercaya sebagai wilayah kerajaan gamang (makhkuk halus).  Saat  pembangunan jembatan, diyakini belum sepenuhnya dilakukan permohonan izin secara niskala, sehingga menyisakan ketidakseimbangan energi yang dipercaya turut memengaruhi kondisi psikologis orang-orang tertentu.

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Ibu Putri Koster dan Beberapa Tokoh Penting Mengikuti Prosesi Upacara

Serangkaian kasus bunuh diri di Jembatan Tukad Bangkung tak cukup dipahami hanya dari aspek fisik atau keamanan. Di sisi lain, kesadaran spiritual serta tata cara beragama di Bali dipandang memiliki peran penting selain aspek sekala (fisik).  Selama ini, praktek beragama lebih menekankan hubungan vertikal dengan Tuhan, namun kurang memberi ruang pada hubungan horizontal dengan alam sebagai  ruang kehidupan.

Melalui upacara Pemarisudha Jagat, masyarakat diajak kembali ber-Tuhan di bumi, menjaga keseimbangan antara hubungan vertikal dan horizontal, agar kawasan ini kembali suci dan terbebas dari bayang-bayang tragedi. Hal ini sejalan dengan konsep Tri Hita Karana yang kerap digaungkan di Bali.

Secara filosofis, Upacara Pemarisudha Jagat merupakan bagian dari Konsep Sad Kerthi, enam upaya menjaga kesucian dan keharmonisan alam semesta. Pembersihan dilakukan terhadap Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (manusia) untuk mewujudkan keseimbangan sekala dan niskala, sekaligus memohon kerahayuan Jagat—kehidupan yang tegak, suci, dan nirmala.

Pelaksanaan upacara ini juga merupakan hasil gotong royong berbagai elemen masyarakat, mulai dari Yayasan BOA, Paiketan Krama Bali, Tim PSBS PADAS, Paiketan Spiritual, Yayasan Bali Mula, hingga tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap keselamatan jiwa dan kelestarian alam.

Upacara Pemarisudha Jagat di Jembatan Tukad Bangkung ini menjadi pengingat bahwa persoalan bunuh diri tak hanya membutuhkan pendekatan medis, sosial atau keamanan, tetapi juga laku spiritual dan kultural yang menyentuh akar kesadaran manusia Bali. Jembatan yang menghubungkan Badung, Bangli, hingga Buleleng ini diharapkan kembali menjadi simbol peralihan dari kegelapan menuju kebajikan, dari keputusasaan menuju harapan. Dengan dilaksanakannya upacara ini, harapan pun disematkan agar Jembatan Tukad Bangkung kembali menjadi jembatan kehidupan, bukan jembatan kematian, sebuah ruang suci yang mengingatkan manusia untuk berhenti sejenak, menunduk pada Jagat, dan memilih untuk tetap hidup (r/ram)

 

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email