Pagi itu, Minggu, 11 Pebruari 2024, udara Kawasan Jatiluwih Tabanan sangat segar, suasana di lokasi ini memang masih indah dan asri. Walau di beberapa titik, sawah di Jatiluwih telah beralih fungsi menjadi café atau fasilitas wisata. Namun view Kasawan Jatiluwih yang indah dengan latar Gunung Batukaru masih menjadi idola bagi masyarakat yang ingin refresing dari kesibukan kota. Beberapa tahun lalu, tepatnya pada 6 Juli 2012, badan dunia UNESCO mementapkan Kawasan Subak Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage). Perjuangan ini tidak terlepas dari jasa almrahum dari tokoh dan ahli Subak, Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, S.U yg juga Guru Besar Emiritus Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Tentu saja, ini adalah kebanggan bukan hanya bagi masyarakat Bali, namun Indonesia.
Masuk di Candi Bentar utama jalan menuju Pura Kahyangan Kedatuan Raksa Sidhi, air sungai kecil (telabah) tampak sangat bening sebening kaca yang paling bersih. Dasar sungai tampak jelas saking beningnya air. Jalan setapak yang di beton menuju Pura, tampak masih basah oleh air hujan-hujan kecil yang setiap saat turun membasahi kawasan ini.
Kami, datang ke tempat ini satu rombongan dalam Komunitas Sekeha Santih Merdu Wakya, Banjar Campuan Asri Kauh, Perumahan Bumi Dalung Permai Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Di antara kami, ada satu anak kecil, sejumlah remaja dan sebagian besar orang dewasa. Kami dipimpin oleh Prajuru Sekeha Santih Merdu Wakya, I Wayan Suhardana (alias Pak Eka), Jro Mangku Angga, Jro Mangku Pur, dan para anggota Sekeha Santih. Kami adalah rombongan pertama yang datang melukat pagi itu, sesaat sebelum kami menyelesaikan sembahyang jelang melukat, tampak beberapa rombongan umat Hindu berdatangan. Mereka bahkan datang dari Kabupaten Jembrana yang berjarak 5 jam perjalanan menuju tempat ini.
Sesuai arahan Jro Mangku setempat yakni Jro Mangku Taman Tirtha Sudamala, urutan Melukat dimulai dari hilir yakni Tirtha Pelukatan Dukuh Sakti. Tujuannya adalah untuk menghilangkan beban pikiran (stress). Setelah itu para pemedek melanjutkan ke sumber-sumber Tirtha Penglukatan yang berjejer bawah tebing yang airnya sangat besar dan sangat dingin. Berikut ini urutan tempat Tirtha Penglukatan setelah Penglukatan Dukuh Sakti : (1) Penglukatan Sanghyang Pewenang Tapa (Ibu Pertiwi untuk memohon keturunan atau Pratisentana; (2) Penglukatan Bunda Kanjeng Ratu (mohon Kharisma atau wibawa); (3) Penglukatan Ratu Niang Sakti (memohon usada atau pengobatan); (4) Penglukatan Arca Buddha (mohon kebijaksanaan-Tatagata); (5) Penglukatan Sanghyang Semara-Ratih (memohon jodoh bagi yang belum dapat jodoh); (6) Penglukatan Bathari Gangga (mohon keberlimpahan); (7) Penglukatan Sanghyang Brahma/Bathara Brahma (untuk menghilangkan mala, terhindar dari mara bahaya atau penyakit); (8) Penglukatan Leluhur (mencegah terkena kutukan leluhur); (9) Penglukatan Bethari Melanting (mohon keberlimpahan rejeki); (10) Penglukatan Bethara Wisnu dengan 3 Arca Naga (mohon agar terhindarkan dari musuh (satru); (11) Penglukatan Sang Hyang Wismaya/Semar (Tualen) untuk memohon kesidhian; (12) Penglukatan Sanghyang Aji Saraswati (untuk memohon ilmu pengetahuan (Jnana); (13) Penglukatan Bethari Danu (memohon keharmonisan dengan semua ciptaan Tuhan (sarwa prani); (14) Penglukatan Sanghyang Siwa juntuk memohon kekuatan lahir – bathin. Pemedek secara begiliran melukat sesuai dengan urutan nama-nama tersebut.
Hampir semua peserta melukat tampak gemetar menahan dinginnya air, namun saking semangatnya, semua harus menyelesaikan seluruh urutan melukat. Seusai melukat, pemedek langsung ke ruang ganti pakaian dengan pakaian sembahyang. Setelah semua siap, pemedek melakukan sembahyang bersama di Mandala Utama Pura Kahyangan Kedatuan Raksa Sidhi. Persembahyangan dipimpin oleh Jro Mangku Istri dan dilayani oleh Jro Mangku lainnya. Belum usai sembahyang, para pemedek sudah diberkati Tirtha Amerta oleh alam semesta berupa hujan kecil. Kata tetua Bali, itu pertanda Ida Bethara Sesuhunan yang berstana di Pura tersebut sweca (berkenan) memberikan anugerah sesuai dengan permohonan para pemedek. Tak lama berselang, sebelum mepamit, satu per satu kami melakukan sujud di depan Palinggih Gedong Bethara Siwa sebagai “ayah-ibu” seraya memohon pengampunan atas kesalahan yang sengaja atau tak sengaja kami lakukan. Sujud dilanjutkan di depan Palinggih Gedong Buddha untuk memohon kebijaksanaan dan ketenangan lahir-bathin. Seluruh proses melukat dan persembahyangan telah selesai, kami kemudian bergegas mepamit dengan perasaan senang dan segala beban pikiran serasa hilang semuanya.
Bagi masyarakat terutama umat Hindu yang ingin merasakan kesegaran dan dinginnya air pegunungan kawasan Jatiluwih sekaligus nunas Tirtha Penglukatan di Pura Kedatuan Raksha Siddhi, bisa meluangkan waktu bersama keluarga dan komunitas di mana Anda beraktivitas. Hari baik untuk melukat adalah Purnama dan Tilem. Sedangkan sarana yang perlu dibawa adalah Banten Pejati minimal 3 set beserta canang secukupnya. Pejati pertama dipersembahkan di Palinggih Dukuh Sakti di samping kiri masuk Pura, pejati kedua di Palinggih Pengayengan Bathara Sami sebelum melukat dan Pejati ketiga di Utama Mandala Pura Kahyangan Kedatuan Raksa Sidhi dihaturkan setelah berganti pakaian dengan pakaian sembahyang. Di Mandala Utama Pura ini terdapat beberapa Palinggih seperti : Palinggih Gedong Bathara Siwa dengan Lembu Nandini, Siwa Lingga, Palinggih Gedong Sang Buddha dengan busana serba merah; dan Palinggih Bethara- Bethari Sami.
Pura kini dilengkapi dengan fasilitas seperti : wantilan, toilet, locker, ruang ganti pakaian dan cermin untuk berhias. Tempat Penglukatan ini dibuka setiap hari mulai Pukul 08.00 sampai malam hari. Menurut penuturan Jro Mangku setempat, pemedek biasanya ramai saat Sabtu-Minggu atau Hari Libur. Yang tak kalah menarik, pemedek yang melukat dan bersembahyang di sini bukan hanya umat Hindu tetapi juga umat Buddha, Konghucu dan umat lain yang meyakini tempat suci ini (ram).