Catatan Perjalanan : Ni Putu Prema Prakanthi
ROMBONGAN Anand Ashram melakukan Tirthayatra ke Angkor Wat Temple di Kamboja dan mengunjungi Angkor National Museum pada 10 Desember 2024 lalu. Museum ini terdiri dari berbagai artefak yang mewakili sejarah kuno Peradaban dan Kekaisaran Khmer, serta candi Hindu terbesar di dunia, Angkor Wat. Kunjungan ini bukanlah kunjungan biasa. Dengan bimbingan Guru Ji Anand Krishna, peserta Tirthayatra mendapat pemahaman dasar tentang peradaban kuno, seperti Peradaban Sunda-Sindhu Saraswati. Oleh karena itu, kunjungan ini menjadi sangat bermakna, di mana para peserta dapat menghargai hubungan sejarah antara Indonesia dan negara-negara lain dalam peradaban ini. Lebih dari itu, penjelasan dan deskripsi rinci di setiap galeri museum membantu para pengunjung memahami lebih dalam nilai-nilai, kisah, dan pelajaran dibalik sejarah tersebut.
Museum ini dibagi menjadi sembilan galeri. Setiap galeri memiliki cerita yang berbeda. Mulai dengan Galeri Seribu Patung Buddha, yang mencakup berbagai koleksi patung Buddha dengan berbagai postur, gerakan, dan manifestasi. Sebuah pengantar yang luar biasa sebelum memasuki galeri lainnya. Lebih ke dalam lagi, galeri berikutnya membahas tentang Peradaban Khmer, Agama dan Kepercayaan, Raja-Raja Besar Khmer, Angkor Wat, Angkor Thom, Story from Stones, dan Kostum Kuno.
Yang menarik dari pengalaman menjelajahi setiap galeri bukan hanya warisan epik dan artefak uniknya, tetapi juga cerita, nilai-nilai, dan ajaran dari peradaban kuno. Meskipun Kamboja mayoritas penduduknya beragama Buddha, hal itu tidak menghalangi mereka untuk menggali lebih dalam tentang Peradaban Khmer yang mencakup sangat banyak dewa dan filosofi Hindu seperti Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa), Shakti (divinitas perempuan), Ganesha, Hanuman, dan masih banyak lagi.
Secara arsitektur, candi-candi kuno di Kamboja memiliki banyak kesamaan dengan candi-candi di Indonesia, seperti Candi Borobudur, Prambanan, Ceto, Ratu Boko dan lainnya. Bahkan, sebagian besar ukiran batu dan gaya dekoratifnya mirip dengan candi-candi dan tempat suci di Jawa dan Bali. Seperti yang dijelaskan oleh Guru Ji Anand Krishna, peradaban Sunda-Sindhu-Sarasvati, membentang dari Persia hingga Australia, memiliki akar budaya dan nilai yang sama. Ini menjelaskan mengapa terdapat banyak kemiripan.
Kamboja berhasil menciptakan ruang di mana pengunjung dari seluruh dunia dapat memasuki sejarah kuno Kamboja, yang terletak di pusat pariwisata Siem Reap. Di sisi lain, Indonesia juga seharusnya mulai memprioritaskan hal-hal serupa. Sebagai negara dengan beragam budaya, Indonesia harusnya lebih mendalami akar budayanya yang telah lama terlupakan.
Bali adalah salah satu pusat pariwisata Indonesia. Jutaan orang dari seluruh dunia datang ke Bali setiap tahun. Salah satu alasan utama wisatawan datang ke Bali adalah karena budayanya. Secara umum, apa yang disebut “budaya” oleh banyak orang biasanya merujuk pada tarian tradisional, pertunjukan seni, upacara keagamaan dan kuliner. Tidak banyak yang menyadari bahwa budaya Bali sebenarnya perlu ditelusuri jauh ke belakang. Ada beragam artefak dan warisan sejarah di Bali yang belum diteliti secara optimal. Sebagian besar museum sejarah di Bali tidak memiliki penjelasan yang cukup dan menyeluruh, tanpa menggali asal-usul, nilai, dan ajarannya secara mendalam.
Belajar dari kunjungan ke Angkor National Museum, Bali sebenarnya memiliki potensi besar untuk dipromosikan tidak hanya tradisinya saja, tetapi juga nilai-nilai dan ajaran universalnya, seperti Tri Hita Karana, Tat Twam Asi, Asah Asih Asuh, Menyama Braya, dan banyak lagi nilai lainnya melalui museum sejarah. Pemerintah, masyarakat, dan semua pihak harus bekerjasama untuk tujuan yang lebih besar bagi Bali kemasa depan. Budaya bukan hanya tentang pertunjukan dan memamerkannya kepada publik, tetapi juga mengenalkan nilai-nilai universal dan ajaran masyarakat Bali kepada pengunjung dari seluruh dunia.
Mewujudkan pariwisata berkelanjutan untuk Bali sangat memungkinkan jika Bali dapat membangun museum sejarah yang direncanakan dengan baik. Museum ini diharapkan menjadi salah satu destinasi wisata, di mana orang-orang dari seluruh dunia mengunjunginya dan mempelajari budaya Bali sebelum kembali kembali ke negaranya. Museum ini harus menginspirasi orang-orang untuk menerapkan nilai-nilai universal Bali dalam kehidupan sehari-hari, sehingga menciptakan masyarakat yang lebih baik di mana lebih banyak orang memiliki perspektif yang lebih luas tentang budaya dan nilai-nilai yang berbeda.
Anand Krishna menjelaskan bahwa setiap negara dalam Peradaban Sunda-Sindhu-Sarasvati memiliki akar yang sama. Negara-negara mungkin dipisahkan oleh laut dan batasan hukum, tetapi selalu ada benang merah yang menghubungkan satu dengan yang lain melalui ajaran universal kuno, yang di banyak tempat telah terlupakan. Menjadi tugas kita yang merupakan bagian dari masyarakat untuk kembali ke akar budaya kita dan menerapkan ajaran kuno yang telah lama terlupakan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya dengan demikian, negara kita dapat kembali ke kejayaannya di masa lalu (*).