DENPASAR – Diera teknologi digital saat ini, sistem ekonomi termasuk ekonomi Hindu mau tak mau mesti adaptif terhadap perkembangan teknologi digital. Bisnis yang bisa tumbuh dan kompetitif diera digital adalah bisnis yang bisa mengadopsi teknologi digital. Dalam bisnis berbasis digital, pebisnisnya tidak cari uang tapi mengaplikasikan sistem teknologi digital untuk bergerak sesuai kebutuhan pasar. Sementara itu, semua kegiatan ekonomi umat Hindu harus berlandaskan Dharma untuk kesejahteraan bersama (lokasamgraha) sebagaimana tercantum di dalam susastra Weda. Demikian dijelaskan Ir. Nyoman G. Wiryanata, MBA dan K.S. Asana, S.Psi, M.Pd saat menjadi narasumber Webinar Nasional Uji Publik Kajian Sabha Walaka untuk Materi Bhisama Sistem Ekonomi Hindu di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Rabu (16/11/2022).
Wiryanata mencermati bahwa perkembangan bisnis saat ini mutlak harus mengadopsi teknologi digital jika mau tumbuh dan kompetitif. Ia mencontohkan beberapa model bisnis berbasis aplikasi seperti gojek, go food, go car dan sebagainya yang bermula dari start up akhirnya meraih sukses gemilang. Wiryanata menambahkan, bicara marketing itu bicara persepsi. Peluang untuk menjadi pengusaha di Indonesia masih sangat terbuka lebar bagi umat Hindu mengingat jumlah pengusaha baru 3,4 % dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Ia mengapresiasi sejumlah nama besar pengusaha Hindu seperti : I Nengah Natyanta (bisnis retail Cocomart), Ajik Krisna (Pasar Krisna Oleh-oleh) dan Wayan Supadno yang menjadi miliarder dari usaha pertanian dan peternakan.
Sementara KS Arsana lebih menekankan bahwa sistem ekonomi harus memedomani susastra Weda. Arsana memaparkan Sistem Ekonomi Berlandaskan Dharma (Dharmanomics). Ia mencermati bahwa, dari empat sistem ekonomi (sistem Tradisional, Liberal, Campuran, Komando) satu pun tidak ada yang mengandung dimensi spiritual dan semuanya material. Dalam kaitannya dengan dimensi spiritual, Arsana mengkritisi bahwa (1) Ekonomi tanpa spiritualitas hanya memanjakan EGO, yang menjadikan manusia bertumbuh jadi makhluk egois dan egosentris; (2) Ekonomi tanpa spiritualitas hanya menggelembungkan EGO, yang menjadikan manusia makhluk rakus; (3) Ekonomi tanpa spiritualitas hanya memenuhi EGO, yang berdampak pada kemiskinan, ketimpangan sosial, dan kehilangan solidaritas sosial dan (4) Ekonomi tanpa spiritualitas menjadikan manusia kehilangan sisi kemanusiaan. Selanjutnya, Arsana melengkapi presentasinya bahwa sistem ekonomi Hindu memiliki landasan Pustaka Weda. Pustaka Manawa Dharmasastra, buku keempat: Atha Caturto Dhyayah – Cara Mencari Sumber Kehidupan. Sistem Ekonomi Hindu menurut Sarasamuccaya : (1) Dharma harus menjadi landasan di dalam membangun etika perilaku; (2) Penggunaan Artha atau pendapatan. Menurut Arthaśāstra, konsep pertama tentang kekayaan; kedua adalah tentang Varta atau ilmu ekonomi nasional; ketiga adalah pentingnya Pertanian dan Peternakan; keempat adalah tentang buruh; keenam adalah tentang Nilai/Harga. Sistem Ekonomi Hindu menurut Bhagawad Gita terdapat prinsip-prinsip dasar spiritualitas karma (kerja) sebagai Bhakti.
Prof I Nengah Dasi Astawa menyarankan, agar sistem ekonomi Hindu itu membumi dan menyentuh langsung kehidupan umat Hindu alias tidak diawang-awang sehingga mudah diaplikasikan oleh umat Hindu. Dr. I Gde Made Sadguna mengapresiasi adanya kajian terhadap sistem ekonomi Hindu oleh Sabha Walaka PHDI. “Ini langkah positif, yang perlu ditindaklanjuti dan masih banyak yang perlu kita diskusikan” ujar Sadguna. Menurut ahli keuangan ini, sistem ekonomi itu ada yang kapitalis, individualis, sosialis, berbasis masyarakat. Mana yang cocok untuk umat Hindu itu yang diterapkan. Yang terpenting, umat Hindu paham beberapa hal : (1). Apa yang diproduksi, (what to produce?); (2) Apa pilihan produk terbaik tentunya sesuai kebutuhan pasar; (3). Untuk apa memproduksi; dan (4) Bagaimana memproduksi dan memasarkannya. Sadguna mengaku salute dengan pemaparan KS Arsana tentang sistem ekonomi berbasis spiritual. Menurutnya, sesungguhnya hidup umat Hindu itu tiada lain adalah untuk memenuhi Panca Kerta yakni Kertha Raga (angga); Kertha Warga (keluarga); Kertha Desa (masyarakat); Kertha Wisesa (negara) dan Kertha Bhuwana (global/alam semesta). Ia memberikan contoh betapa hebatnya ekonomi yang juga ahli Wedanta saat ini diberikan kepercayaan untuk mendampingi PM India, Narendra Modi.
Pembahas dari Universitas Mahasaraswati, I Kadek Ariada, S.E, M.Si lebih menekankan korelasi antara sistem ekonomi Hindu dengan kegiatan upacara (yadnya) di Bali. Kadek memberikan kesimpulan bahwa kegiatan upacara itu penting karena mampu memutar roda ekonomi umat Hindu. Ia memandang pentingnya akuntansi dalam upacara agama (khususnya upacara yang dilakukan oleh komunitas Hindu), memegang norma sosial yang menjadi acuan dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan kepada masyarakat. Konsep “pang pade melah” dalam tradisi Umat Hindu di Bali menjelaskan bahwa transparansi pengelolaan keuangan upacara Agama dapat membentuk suasana keluarga yang harmonis tanpa ada pihak yang merasa dirugikan melainkan saling menguntungkan.
Pengusaha sukses dibidang Pertanian, I Wayan Supadno alias Pak Tani menekankan pentingnya konsistensi bagi setiap umat Hindu yang mau menjadi pengusaha. Sesuai Konsisten Tri Kaya Parisudha, ia mengajak seluruh umat Hindu untuk acion (kayika), tak sekadar berpikir (manacika) dan berkata (wacika). Wayan Supadno menerapkan filosofi : “Sejatinya hidup harus dihidup-hidupkan agar makna hidup lebih hidup lagi”. “Memang baik menjadi orang penting tapi lebih penting jadi orang baik”. Agar tujuan hidup tercapai sesuai Catur Purusa Artha, ia memberi resep yang sangat mudah yaitu ATM (amati tiru modifikasi) atau ATP (Amati Tiru Plek). Sementara Ketua LPD Desa Adat Kedonganan, I Ketut Madra memberikan testimoni sistem pengelolaan keuangan di LPD yang mampu menggerakkan roda ekonomi krama Desa Adat Kedonganan. Seingatnya, dengan hanya bermodal Rp 2 juta, LPD yang ia kelola mampu tumbuh dan berkembang hingga punya aset puluhan miliar sehingga mampu membantu kebutuhan biaya kagiatan upacara adat dan agama yang diselenggarakan Desa Adat Kedonganan. Peran LPD yang ia kelola terbukti sangat meringankan beban biaya yang harus dikeluarkan oleh krama Desa Adat Kedonganan. Menurut I Ketut Madra, saat ini asset LPD di Bali telah mencapai nilai lebih dari 23 triliun hendaknya dikelola dengan manajemen yang baik dan professional sehingga mampu memicu pertumbuhan ekonomi uma Hindu.
Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar, Dr. Drs. I Made Sukamerta, M.Pd mengaku bersyukur karena perguruan tinggi yang ia kelola diberikan kesempatan untuk menjadi tuan rumah sebagai penyelenggara Uji Publik Kajian Sabha Walaka tentang Sistem Ekonomi Hindu bekerjasama dengan PHDI Pusat. Ia berharap kegiatan tersebut bisa memberikan manfaat bagi kemajuan umat Hindu di seluruh Indonesia. Seminar Nasional Uji Publik Sistem Ekonomi Hindu ini dihadiri oleh para tokoh Hindu dan Tokoh ekonomi dan keuangan di Bali, dosen Universitas Mahasaraswati dan para pengurus PHDI Pusat dan PHDI Bali serta pengurus PHDI Kabupaten/Kota se Bali (*ram).