Gubernur Bali : Buat Saya, KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya itu Barang Mati

Gubernur Bali, Wayan Koster menyatakan, Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) khususnya di Bali adalah barang mati alias tidak akan bisa berjalan. Menurut Koster, lokus KSPN ada di daerah, kalau rakyat di daerah menolak, maka kebijakan itu tidak akan berjalan. Hal itu dikatakan Wayan Koster saat menerima Pimpinan Paiketan Krama Bali di Jaya Sabha Rabu (15/9) lalu. (Foto : dokumen sebelum Pandemi Covid-19)

Sebagaimana diketahui bahwa sejak diberlakukannya  Peraturan Pemerintah RI Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2010-2025, pemerintah menetapkan 88 wilayah sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Pura Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya tercantum pada nomor urut 84 dari daftar Lampiran KSPN di Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2011 menetapkan 11 (sebelas) wilayah di Bali sebagai KSPN yakni (1) KSPN Bali Utara/Singaraja; (2) KSPN Sanur-Kuta-Nusa Dua dan sekitarnya; (3) KSPN Danau Batur dan sekitarnya; (4) KSPN Amuk dan sekitarnya; (5) KSPN Menjangan-Pemuteran dan sekitarnya; (6) KSPN Taman Nasional Bali Barat dan sekitarnya; (7)  KSPN Tulamben-Amed dan sekitarnya; (8) KSPN Bedugul dan sekitarnya; (9) KSPN Nusa Penida dan sekitarnya; (10) KSPN Ubud dan sekitarnya dan (11) KSPN Pura Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya.

Sampai saat ini, PP tersebut belum direvisi artinya Besakih-Gunung Agung  dan sekitarnya belum dikeluarkan dari daftar KPSN meskipun masyarakat Bali sejak awal telah menolak Besakih dijadikan KSPN. Namun demikian, menurut Wayan Koster, KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya yang ditolak oleh masyarakat lokal, tidak akan bisa berjalan.

Paiketan Krama Bali dan sejumlah elemen masyarakat Bali masih khawatir jika Kawasan Suci Pura Besakih berubah menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Jika ini  sampai terjadi, maka segala sarana dan prasarana penunjang pariwisata harus dibangun di Kawasan Suci Pura Besakih. Kekhawatiran itu kembali muncul semenjak dimulainya pembangunan Pelindungan Kawasan Pura Besakih beberapa waktu lalu. Khabar miring beredar, pembangunan Pelindungan Kawasan Pura Besakih yang menggunakan dana APBN terkait dengan KSPN karena Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya sebagai KSPN belum dicabut dari daftar KSPN (Foto : A.A. Putu Agung Suryawan Wiranatha)

“Penetapan Besakih sebagai KSPN akan menghilangkan kesucian Pura Besakih dan kawasan di sekitarnya” ujar Ketua Umum Paiketan Krama Bali,  Ir. A.A Putu Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc, Ph.D saat menyampaikan kekhawatiran Paiketan Krama Bali saat bertemu dengan Gubernur Wayan Koster. Agung Suryawan sejak awal terlibat aktif di dalam gerakan penolakan KSPN Besakih dan sekitarnya sejak Besakih dan sekitarnya ditetapkan oleh pemerintah sebagai KSPN. “Saat itu kami mendesak Pemerintah Pusat melalui Gubernur Bali (saat itu) Made Mangku Pastika agar mengeluarkan Besakih dari KSPN” imbuh Agung Suryawan.

Penolakan KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali (AMPB) sebagaimana dimuat oleh Republika.co.id tertanggal 14 Agustus 2015 pukul 09.16 WIB. Ketua AMPB, Dr. Gusti Kade Sutawa menyayangkan sikap Menteri Pariwisata (saat itu), Arif Yahya  yang menolak mengeluarkan status Kawasan Pura Besakih dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional sebagaimana diatur dalam PP 50 Tahun 2011. “Sikap Menteri Pariwisata bisa mempermalukan Presiden Joko Widodo menyangkut status kawasan suci Pura Besakih di Kabupaten Karangasem yang nota bene merupakan Sad Kahyangan Huluning Bali yang dinyatakan di dalam RUTRP Bali dan RUTRK Kabupaten Karangasem itu sebagai kawasan suci” katanya sebagaimana dimuat  Republika.co.id.

Kritik kepada Menpar Arif Yahya juga disampaikan oleh Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat (saat itu), Putu Wirata Dwikora yang menyatakan bahwa Besakih dan sekitarnya adalah Kawasan Suci dan tiak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Penolakan Besakih sebagai KSPN terus bergulir, pada 24 September 2013, Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat (saat itu), Putu Wirata Dwikora menyatakan, penetapan Pura Besakih sebagai KSPN melanggar kesucian Pura.  Penetapan Pura Besakih dan sekitarnya sebagai KSPN bertentangan dengan Perda No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Provinsi Bali khususnya yang berkaitan dengan Bhisama PHDI Nomor 11/Kep/PHDI/1994 tentang Kesucian Pura serta Kawasan Suci dan Kawasan Tempat Suci. Karena itu PP No. 50 Tahun 2011 harus direvisi oleh pemerintah (sumber : laman Ditjen Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional).

Selanjutnya, penolakan juga disampaikan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat. Dalam berita berjudul :“Sabha Pandita Tolak KSPN Besakih, Pemerintah Diminta Tidak Ngotot” yang dimuat BeritaBali.com tanggal 28 Oktober 2013, pemerintah diminta legowo merevisi PP 50 Tahun 2011 dengan mencabut status Kawasan Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya dari KSPN setelah adanya keputusan Sabha Pandita yang menolak penetapan tersebut.

Penolakan tersebut tertuang di dalam lampiran Keputusan Pesamuhan Sabha Pandita PHDI Pusat Nomor : 03/Sabha Pandita Parisada/IV/2016 tentang Rekomendasi KSPN Besakih dan Kawasan Teluk Benoa. Butir (1) Rekomendasi Sabha pandita itu menyatakan bahwa Kawasan Besakih, Gunung Agung dan sekitarnya merupakan Kawasan Suci, maka harus tetap dipertahankan sebagai tempat suci dan kawasan suci.

Penolakan Kawasan Suci Besakih sebagai KSPN juga disampaikan oleh anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka saat mendampingi Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada konferensi pers di kantor DPP PDIP Bali (22/11/2015) sebagaimana dimuat Suksesi News.Net.

Pemerintah Pusat nampaknya telah mempertimbangkan aspirasi penolakan berbagai elemen masyarakat Bali dan PHDI, terbukti bahwa pada 2017, Penataan Kawasan Pura Besakih tidak mendapatkan dana APBN untuk KSPN sehingga Pemerintah Provinsi Bali menata sendiri kawasan Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya dengan APBD Bali senilai tiga miliar.

Saat menerima Pimpinan Paiketan Krama Bali, Rabu  lalu, Gubernur Bali, Wayan  Koster menyatakan, pihaknya akan segera mengeluarkan Perda Kawasan Suci sehingga seluruh tempat suci dan kawasan suci di Bali tidak boleh diutak-atik. Namun demikian, ia tidak menyebutkan secara pasti kapan Perda Kawasan suci itu akan dikeluarkan. Khusus menyangkut pembangunan Pelindungan Kawasan Suci Pura Besakih, ia menyatakan bahwa jika pembangunan Pelindungan Kawasan Suci Pura Besakih sudah selesai, akan diserahkan pengelolaannya kepada Desa Adat Besakih. “Kita akan serahkan pengelolaannya kepada Desa Adat” ujar Wayan Koster.  Ia juga mempertimbangkan aspirasi masyarakat Bali terkait fasilitas berjualan pada kios-kios yang akan dibangun. “Kios-kios tempat berjualan akan semuanya diperuntukkan khusus kepada krama Bali umat Hindu dengan sistem sewa dan dikelola oleh Desa Adat” imbuhnya.(Foto : Peresmian Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pelindungan Kawasan Suci Pura Besakih).

Penataan terhadap Palinggih dan Tempat-tempat suci di areal Pura Besakih juga akan terus dilakukan. Koster mengatakan, saat ini bangunan Palinggih-palinggih di Pura Besakih sudah banyak yang rusak dimakan usia. Pada tahun anggaran berikutnya, pihaknya berencana melakukan renovasi terhadap berbagai Palinggih yang rusak. Ia juga memperhatikan plang nama Pura juga masih amburadul dan belum seragam. Disain plang nama Pura di Kawasan Pura Besakih akan semuanya diseragamkan (Sumber : Diolah dari berbagai sumber dan hasil audiensi dengan Gubernur Bali Wayan Koster).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email