DENPASAR-Ada beberapa media memberitakan bahwa PHDI Bali mendukung penetapan Hari Arak Bali, 29 Januari 2023. Pemberitaan atas sikap PHDI Bali lalu disayangkan oleh banyak kalangan dan tokoh, baik di Bali dan luar Bali. Atas hal tersebut, sejumlah pengurus PHDI Bali akhirnya mengklarifikasi, Jumat (27/1/2023)
Dalam pemberitaan beberapa media, ada versi yang menyebut PHDI Bali memberikan dukungan, ada pula versi lain yang menyebut PHDI justru meminta revisi, dengan menjadikan Tanggal 29 Januari 2023 itu sebagai Hari Edukasi tentang ekses negatif minum Arak. Maksud PHDI Bali mengusulkan Hari Edukasi agar ada edukasi tentang bahaya minum Arak sesuai dengan ajaran agama, tutur-tutur tentang moral seperti Panca Wanara Konyer, Panca Kokila dan lain-lain. Tujuan edukasi agar jangan sampai perayaan itu disalahpahami sebagai glorifikasi untuk pesta minum arak sampai mabuk-mabukan.
‘’Kami harap, masyarakat tidak hanya membaca judul beritanya saja, dan tidak hanya dari satu atau dua media saja. Lebih lengkap lagi kalau pernyataan utuh PHDI Provinsi dan PHDI Kabupaten/Kota se-Bali dibaca’’ kata Wakil Ketua PHDI Bali Bidang Kearifan Lokal, Nyoman Iwan Pranajaya, Ketua PHDI Kota Denpasar, I Made Arka, S.Pd, M.Pd.
Imbuh Iwan, sikap dan pernyataan PHDI Bali tertanggal 24 Januari 2023 itu sesuai arahan Dharma Upapati dan Paruman Sulinggih. PHDI Bali mengingatkan tentang potensi negatif minum Arak, sebagaimana tutur Panca Wanara Konyer, dan tutur-tutur lainnya, yang bila diminum berlebihan bisa memabukkan. Karena potensi negatif itulah, PHDI Bali meminta seremoninya direvisi yakni dengan mengedukasi masyarakat dan generasi muda, agar jangan minum Arak berlebihan.
Pemerintah diminta tegas mengatur dan mengontrol produksi, distribusi dan perdagangannya dengan regulasi yang ketat, agar tujuan untuk membantu produsen arak Bali dan UMKM sungguh-sungguh dilakukan dengan langkah kongkret. Pergub No. 1 Tahun 2020 tentang minuman fermentasi dan destilasi arak Bali mesti dijalankan dengan benar, bermanfaat untuk para produsen, tetapi tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
‘’Tidak ada dukung-mendukung Hari Arak. Yang ada justru peringatan dari Sulinggih PHDI Bali kepada Gubernur, Bupati, Walikota, dan pemangku kebijakan lain yang terkait. Agar pelaksanaan Pergub No. 1/2020 tersebut dicegah ekses-ekses negatifnya, karena memang realitasnya minuman fermentasi itu bisa menimbulkan dampak buruk bila dikonsumsi berlebihan, diperdagangkan tidak terkontrol, pelanggarannya tidak ditindak tegas. Mohon agar tokoh-tokoh yang berkomentar, tidak hanya mendasarkan judul berita di satu atau dua koran, dan mohon dicermati seluruh butir pernyataan sikap PHDI tanggal 24 Januari 2023 itu. PHDI Bali dan semua pemimpin berkewajiban mengingatkan masyarakat agar yang mengkonsumsi minuman Arak itu jangan sampai untuk mabuk-mabukan’’ lanjut Wakil Ketua Bidang Kearifan Lokal PHDI Bali, Nyoman Iwan Pranajaya dan Ketua PHDI Kota Denpasar, I Made Arka, S.Pd. M.Pd.
Atas pro-kontra penetapan Hari Arak dengan argumen masing-masing, PHDI Bali berkewajiban memberikan pandangan dan sikap yang proporsional. Yang menolak, jelas merujuk pada dampak negatifnya, mabuk-mabukan, dampak mabuknya bisa memicu kekerasan, kriminalitas, bahkan merusak kesehatan. Yang menyetujui, menitikberatkan argumennya pada realitas bahwa arak telah diproduksi turun-temurun oleh rakyat kecil, digunakan dalam ritual Agama Hindu, manfaatnya untuk kesehatan dan medis/herbal, sampai potensi memperdagangkannya ke kalangan wisatawan yang mengkonsumsi minuman alkohol.
Pergub No. 1/2020 sudah berumur 3 tahun, tapi segala ekses negatif dari kebiasaan minum Arak menimbulkan kekhawatiran banyak tokoh masyarakat. Termasuk yang menyoroti penetapan Hari Arak Bali Tanggal 29 Januari bisa terpeleset menjadi glofikasi, hura-hura, lalu merusak masyarakat. ‘’Kita berharap, Gubernur Bali memberikan atensi terhadap kritik-kritik yang disampaikan masyarakat. Seperti, bertitik tolak dari Pergub 1/2020 tersebut, dirayakan produksi dan launching arak Bali ke manca negara, ada MoU dengan pasar luar negeri tentang arak Bali, agar pasar wisata Bali ini tidak hanya mengkonsumsi mikol dari luar Indonesia, seperti yang selama ini faktanya memang terjadi,’’ imbuh Iwan Pranajaya.
Gubernur bersama Bupati/Walikota dan jajarannya, mesti memberi atensi terhadap kritik masyarakat yang khawatir Hari Arak dipraktekkan sebagai glorikasi untuk bermabuk-mabukan. Untuk mencegah ekses negatif dari Arak, PHDI Bali minta agar dibuat perencanaan dan program yang kongkret, tapi juga mesti memperhatikan kepentingan petani arak dan para pedagangnya, agar tidak melanggar regulasi yang berlaku. ‘’Kalau melanggar, pertama harus ada pembinaan, kalau membandel juga, silakan hukumnya ditegakkan,’’ imbuh Nyoman Iwan Pranajaya.
Iwan berharap, yang kontra dengan melontarkan kritik dan masukan, tetap mengontrol tindak lanjut dari Pergub No. 1/2020 ini. Sebaliknya, Gubernur Koster diharapkan secara sungguh-sungguh memperhatikan kritik dan masukan, karena apa pun krritik dan masukan mereka, banyak yang konstruktif untuk mengimplemtasikan Pergub No. 1/2020 dan visi Sat Kertih Nangun Loka Bali itu (*r).