Ketika Wibawa Pemerintah Daerah Bali Turun Gegara Joged Jaruh
Pecalang Desa Adat Dituntut Berani Menghentikan Joged Jaruh

Akademisi dan mantan Bendesa Adat Kedonganan, Dr. I Wayan Mertha, M.Si

DENPASAR – Tarian Bali memiliki pakem yang  indah, sakral dan ma-taksu. Pakem ini mesti terus dikembangkan dan dijaga serta dilestarikan kesakralannya, tidak saja oleh para seniman, namun juga oleh pemerintah  dan masyarakat Bali.  Namun, beberapa tahun belakangan muncul fenomena tari Joged yang “dirusak” Joged jaruh,  sungguh mengganggu perasaan masyarakat Bali. Hal itu menjadi keprihatinan bagi tiga yakni Dr. I Wayan Mertha, M.Si, akademisi yang pernah menjadi Bendesa Adat Kedonganan, Kuta, Bali; Pengageng Manca Agung Kabupaten Buleleng dan Owner ASB College, Putu Artawan dan Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik, Drs. Jro Gde Sudibya yang dihubungi secara terpisah, Sabtu, 27 Juli 2024.

I Wayan Mertha menyayangkan, tarian erotis yang tidak senonoh ini, terus saja dipentaskan dengan penonton bukan orang dewasa, namun termasuk anak-anak di bawah umur.  Banyak kalangan termasuk masyarakat luar Bali yang mempertanyakan, kenapa tarian Bali “Joged jaruh” yang erotis dan cenderung tidak senonoh ini dipentaskan di depan publik ?

Inisiasi Paiketan Krama Bali yang telah menyelenggarakan berbagai pertemuan dan diskusi bersama puluhan organisasi lainnya hingga menghasilkan gerakan  “STOP JOGED JARUH” sungguh upaya yang sangat menggembirakan. Tercatat puluhan tokoh masyarakat dan Ormas siap melaporkan Joged Jaruh ke Polda Bali.  Menurut I Wayan Mertha, gerakan ini harus didukung oleh seluruh komponen masyarakat, agar Joged jaruh ini tak lagi dipentaskan, dan tayangannya  dihapus dari semua platform media sosial, karena kita yakini dapat  merusak etika, mental dan moral masyarakat.

Kata I Wayan Mertha, peran tokoh masyarakat dan prajuru Desa Adat sangat penting dalam memantau wilayahnya.  Setiap  kali akan diselenggarakan pementasan tarian joged di wewengkon desa adat, penyelenggaranya harus melapor kepada prajuru (harus seijin desa adat), dan harus dilarang, jika itu Joged Jaruh. “Para Pecalang harus menjaga, dan segera membubarkannya jika tidak sesuai dengan kesepakatan.  Begitu gerakan penari jogednya sudah mulai “tidak senonoh”, pecalang agar segera mengambil tindakan terukur untuk menghentikan pertunjukan” ujarnya. Upaya ini diharapkan dapat menekan dan menghentikan dipentaskannya Joget jaruh yang sudah meresahkan masyarakat Bali. Mari kita jaga Bali tanah leluhur kita, yang dikunjungi jutaan wisatawan, karena kesakralan dan taksu-nya, bukan karena erotismenya.

Pengageng Manca Agung Kabupaten Buleleng yang juga Owner ASB College di Seririt Buleleng, Putu Artawan

Pengageng Manca Agung Kabupaten Buleleng dan Owner ASB Collage di Seririt, Buleleng, Putu Artawan mengatakan, tayangan Joged jaruh di YouTube sangat menggangu kehidupan sosial budaya di masyarakat Bali yang kebanyakan beragama Hindu. Putu pernah melihat di YouTube  seorang Jro Mangku ngibing Joged jaruh dengan mempertontonkan tarian erotis ini dengan gerakan tak senonoh (porno) sambil memegang pinggang penari Joged. “Adegan tak senonoh ini sudah merupakan kejahatan moral dan harus segera dihentikan” ujarnya.

Putu melihat, beberapa desa adat sudah ada yang melakukan pembinaan,  namun belum berhasil. Tindakan pencegahan juga sangat  sulit dilakukan karena ini masalah isi perut. Seperti apa yang  diungkapkan oleh Kadis Kebudayaan Provinsi Bali. Tarian Joged Jaruh/Ngebor/Joged Goyang Maut semakin sulit diberantas karena berurusan dengan isi perut. Disinyalir, Joged Jaruh kini sudah profesional, bahkan sudah dijadikan sumber penghasilan utama.

Menurut Putu, satu-satunya cara untuk menghentikan Joged jaruh  yang merusak moral ini ya harus ditindak. “Kita sudah punya UU Pornografi, kenapa UU ini tidak dimaksimalkan. Lapor ke polisi  agar menangkap mereka yang terlibat seperti sekeha Jogednya, penarinya dan pengibingnya” ujar pria yang selama 30 tahun berkarir di Kapal Pesiar.

Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik, Drs. Jro Gde Sudibya menyayangkan, telah terjadi kemunduran wibawa pemerintah daerah dalam mengatur, membina dan membuat kebijakan terkait seni budaya Bali termasuk Joged Bumbung. Menurut Jro Gde, dahulu di Bali ada Majelis Pembinaan Lembaga Adat (MPLA) kemudian ada Majelis Pertimbangan Kebudayaan (Listibiya) yang melakukan pembinaan adat dan budaya Bali. Sekarang semua serba tak jelas. Dahulu,  Negara benar-benar hadir dalam membina seluruh jenis kegiatan kesenian, adat dan budaya agar tetap memegang etika, nilai norma, hukum adat, tradisi dan nilai agama.

Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik, Drs. Jro Gde Sudibya

Menurutnya, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan, Kebudyaan dan Pariwisata No. 42 Tahun 2009 dan No. 40 Tahun 2009 tentang pedoman Pelestarian Kebudayaan di Pasal 2 menyebutkan kewajiban Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pelestarian kebudayaan. Pasal 8 ayat 2 menyebutkan : perlindungan, pengembangan dan pemanfaatannya wajib memperhatikan aspek : nilai agama, tradisi, nilai norma, etika dan hukum adat. Jro Gde menyayangkan, wibawa pemerintah daerah Bali turun gara-gara tak mampu membina dan menertibkan Joged jaruh.

Pria asal Desa Tajun, Buleleng ini menilai, Joged sebagai salah satu jenis tari balih-balihan telah mengalami kemerotosan etika dalam pertunjukan asusila Joged Jaruh. “Etiket berkeseniannya sudah hilang, penarinya, sekehanya dan pengibingnya sudah kehilangan rasa malu. Ini pelanggaran susila dan moral” tegasnya. Polisi harusnya menindak pelanggaran susila. Soal pelanggaran moral itu wewenang Parisada untuk menegur (*ram).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email