DENPASAR – Penertiban Joget Jaruh, mesti segera dilakukan oleh pihak berwenang, jika Bali sebagai daerah pariwisata budaya tak mau citranya tercoreng di mata dunia. Langkah cepat penertiban Joget Jaruh merupakan salah satu wujud kepedulian terhadap Bali. Tarian berbusana Joged tapi menari dengan adegan porno (alias Joget Jaruh) ini sangat berpotensi memicu Dasa Baya (sepuluh bahaya) yang mengganggu ketenteraman, keamanan dan ketertiban (kamtibmas) masyarakat Bali. Demikian ditegaskan mantan Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen Pol (Purn). Drs. Dewa Made Parsana, M.Si saat memberikan pandangan dalam himpun pendapat pada FGD bertajuk “Kembalikan Citra Tari Joged Bungbung, Stop Joget Jaruh” beberapa hari lalu di Kantor PHDI Provinsi Bali.
Dewa Parsana sangat mendukung langkah yang diambil 30 an organisasi kemasyarakatan (ormas) untuk segera melaporkan Joget Jaruh ke Polda Bali. Sebagai perwira tinggi polisi, ia mengaku heran, kenapa Joget Jaruh yang sesungguhnya masalah kecil sulit diselesaikan. “Joget Jaruh ini kasusnya sederhana (simpel) tetapi kenapa penanganannya sangat sulit dan penegak hukum sepertinya tidak peduli. Kalau ini saja tidak bisa diselesaikan, bagaimana dengan tantangan Bali Dasa Baya lainnya yang saat ini berkembang sangat masif dan berbahaya yang sudah mengganggu eksistensi Bali saat ini dan kedepan” paparnya dengan semangat di depan 30 an pimpinan ormas se Bali.
Menurut pria asal Desa Munggu, Badung ini, ada 5 (lima) pilar Bali yang mesti bersinergi dan terpadu untuk menjaga Bali, (1) Pemerintah Daerah, (2) penegak hukum, (3) Majelis Desa Adat (MDA), (4) Ormas dan (5) Media masa. Dewa Parsana melihat, kelima pilar ini belum mampu bersinergi secara terpadu akibat komunikasinya tersumbat. Sistem penanganannya akan lebih bagus dipakai Sipandu (Sistem Pengamanan Terpadu). Desa Adat sebagai benteng pertahanan Bali mesti dibina dan dikuatkan sehingga berperan nyata menjaga adat tradisi budaya dan kearifan lokal Bali. “Inilah tugas, pokok dan fungsi Majelis Desa Adat (MDA) di semua tingkatan, agar lebih fokus ke krama desa (pawongan) dan wilayah desa adat (palemahan), sedangkan terkait parhyangan itu merupakan tupoksi Parisada sebahai majelis tertinggi umat Hindu” tuturnya.
Joget Jaruh, menurutnya adalah masalah pawongan (krama desa). Bagaimana menjaga keharmonisan antara manusia (krama desa) dengan manusia (krama desa) lainnya. Ia melihat, fenomena Joget Jaruh berpotensi memicu degradasi moral dan mengancam keharmonisan rumah tangga. Dewa Parsana memaparkan, seorang suami sepulang dari menonton Joget Jaruh, lobidonya naik, sampai di rumah minta dilayani oleh istri sementara istri menolak. Terjadilah bertengkaran sampai memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Istri kemudian melapor ke polisi dan seterusnya, rumah tangga menjadi berantakan. Para pemuda yang suka menonton Joget Jaruh juga sangat berpotnsi melakukan tindakan asusila untuk menyalurkan libidonya (hasrat seksualnya). Sementara anak-anak di bawah umur yang menyaksikan Joget Jaruh mulai menirukan adegan porno. Ini sangat berbahaya karena secara tidak langsung orang dewasa telah memberi contoh buruk kepada anak-anak berupa budaya jaruh/porno. “Ini tidak bisa dibiarkan apalagi menjadi budaya yang akan mencoreng citra Tari Bali dan merusak moral pemuda dan anak-anak di bawah umur” imbuhnya.
Pria yang pernah menjabat sebagai Kapolres Ginyar dan memegang beberapa jabatan penting di POLRI ini sepakat dan sangat mendukung langkah 30 an ormas untuk membuat laporan ke Polda Bali dilengkapi dengan argumentasi yang jelas dan dokumen berupa KTP dari perwakilan ormas yang akan ikut hadir ke Polda Bali. Saat di Polda, kita minta POLRI menertibkan dan menindak tegas pertunjukan Joget Jaruh di lapangan. Kita juga minta POLRI menghapus ribuan tayangan Joget Jaruh di YouTube dan menindak secara hukum pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Bukti laporan ditembuskan ke Kapolri (mohon atensi), Ombusmen (mohon atensi), Pemerintah Daerah dan DPRD Bali (agar mengagendakan rapat dengar pendapat dengan Kapolda Bali). Langkah cepat ini diharapkan akan segera menuntaskan masalah Joget Jaruh yang selama ini dinilai sangat merusak citra Tari Bali dan merusak moral anak-anak (tim).