Oleh: Tri Handoko Seto
Mengapa Candi Prambanan harus dijadikan tempat ibadah Hindu sudah pernah saya sampaikan dalam beberapa kesempatan melalui berbagai saluran media. Yang pasti, program pencanangan Candi Prambanan sebagai tempat ibadah Hindu telah berjalan dengan baik dan berhasil, ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan 4 Menteri (Menteri Agama, Menteri Parekraf, Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek dan Menteri BUMN) dan 2 Gubernur (Gubernur DI Yogyakarta dan Gubernur Jawa Tengah) tanggal 11 Pebruari 2022. (Foto : Gubernur DIY menandatangani Nota Kesepakatan).
Program unggulan Ditjen Bimas Hindu 2020 ini digarap oleh orkestra apik yang melibatkan semua unsur baik birokrat, lembaga agama keagamaan, maupun seluruh kekuatan sosial politik. Pertanyaannya adalah: setelah ini bagaimana?
Upaya yang telah dilakukan dengan mengerahkan segala sumberdaya itu tidak boleh menjadi anti-klimaks pasca pencanangan.
Mendesain dan mengeksekusi program pencanangan ini memerlukan visi kuat pemimpin dalam mengkreasikan gagasan dan menggerakkan sumberdaya yang bersinergi. Memerlukan semangat tinggi seluruh komponen umat.
Pun dalam memanfaatkan Candi Prambanan yang telah disepakati menjadi tempat ibadah umat Hindu Nusantara dan dunia diperlukan kepemimpinan yang visioner dan konsisten.
Nota kesepakatan hanya berlaku 5 tahun dan setiap tahun dievaluasi. Jangan sampai euforia ini layu sebelum berkembang akibat lemahnya daya kreasi dan konsistensi kita dalam mengimplemenasikan Nota Kesepakatan.
Sebelum Nota Kesepakatan ditandatangani, kita telah menyusun konsep Pemuliaan Candi Prambanan dengan memanfaatkannya sebagai tempat ibadah. Dalam jangka pendek, kita harus fokus pada pelaksanaan kegiatan sebagaimana tertuang dalam Nota Kesepakatan. Sudah sangat rinci. Namun masih perlu disusun petunjuk teknis pelaksanaannya.
Jika konsep yang disusun bisa dilaksanakan dengan baik, maka Candi Prambanan akan lestari. Umat Hindu akan menjadikan Candi Prambanan sebagai pusat kegiatan berbagai acara dan upacara keagamaan. Bersama masyarakat setempat, umat Hindu juga akan menikmati dampak ekonomi yang pasti akan terjadi. Pengelola Candi akan merasakan manfaat berupa semakin lestarinya candi maupun semakin banyaknya wisatawan. Pemerintah daerah dan negara diuntungkan dengan semakin tingginya kunjungan wisatawan domestik maupun manca negara. Dunia juga diuntungkan karena karya agung peradaban sebuah bangsa di satu sudut bumi, terjaga dan lestari.
Lagi-lagi saya harus sampaikan bahwa mengimplementasikan itu saja tidak mudah, kecuali jika hanya dilakukan sekedarnya saja. Tapi hasilnya pasti tidak signifikan dan kita bisa dinilai jelek dalam implementasi yang bisa saja berujung pada peninjauan kesepakatan. Ini tidak boleh terjadi.
Kita menyadari bahwa untuk mewujudkan itu semua diperlukan sumberdaya yang tidak kecil. Maka diperlukan sinergi seluruh komponen umat sebagaimana pada proses pencanangan. Bahkan mungkin lebih. Kementerian Agama dalam hal ini Ditjen Bimas Hindu perlu mencurahkan anggarannya untuk pelaksanaan berbagai kegiatan di Prambanan. Sambil memberdayakan kekuatan umat untuk menyiapkan kemampuannya mengelola semua ini secara mandiri nantinya.
Di luar itu, pencanangan ini menjadi momentum kebangkitan Hindu Nusantara di Tanah Jawa. Candi Prambanan bisa menjadi episentrum. Prambanan bisa menjadi acuan bukan hanya Hindu Jawa tapi juga referensi bagi Hindu di Bali. Saya kira kita semua paham bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara Hindu di Bali saat ini dan Hindu di Jawa belasan abad yang lalu.
Jejak Hindu tanah Jawa dan yang kemudian berkembang di Bali ini bisa ditelisik lagi di Candi Prambanan. Bentuk-bentuk bangunan dan relief-relief candi bisa menjadi sumber kitab nyata untuk kita bersama-sama mempelajari dan mengembangkan Hindu di Nusantara ini khususnya di Jawa.
Bayangkan, jika kita bisa memunculkan kembali corak Hindu Nusantara masa kejayaan kerajaan Hindu. Kita jadikan Prambanan sebagai miniatur Nusantara abad ke-8 atau setidaknya sebelum abad ke-15. Ini akan sangat menarik!
Semua bukti sejarah ada di Candi Parambanan. Juga candi-candi di sekitar Prambanan. Sangat detail. Mulai dari sistem kepanditaan. Tata cara berupacara sampai dengan pakaian dan makanan. Bagaimana dampak sosial kemasyarakatan apabila ini bisa terwujud?
Saya kira positifnya sangat banyak. Tentu saja ada potensi persoalan di masyarakat meskipun tidak besar. Namun, semua telah diantisipasi oleh tim kerja pencanangan yang telah melakukan sosialisasi sebelum penadatangan Nota Kesepakatan. Kedepan, perlu terus dilakukan monitoring dan mitigasi, jika muncul persoalan. Tapi sejarah menunjukkan betapa kuatnya moderasi beragama di wilayah Prambanan. Bukankah dalam satu komplek candi juga terdapat candi Hindu dan Buddha.
Untuk merealisasikan itu semua, pembentukan Pusat Studi Hindu Jawa mendesak untuk direalisasikan. Pusat studi ini beberapa kali pernah saya sampaikan agar dibentuk di Sekolah Tinggi Hindu Dharma Klaten. Sejalan dengan upaya menegerikan kampus Hindu tertua di tanah Jawa itu (*).