Karya Agung Ngusaba Desa di Desa Adat Kedonganan, Kuta, Badung
Semoga Bisa Menetralisir Alam Semesta dan Menyucikan Diri Sendiri

I Made Mangku Pastika bersama para tokoh dan krama istri saat hadir dalam upacara Ngusaba Desa Adat Kedonganan

BADUNGKarya Agung Ngusaba Desa di Desa Adat Kedonganan semoga bisa menetralisir alam semesta sekaligus menyucikan diri masing-masing krama desa, memperbaiki diri kita masing-masing dengan menjaga pikiran, sikap dan perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Tetua Bali sering menyebut hal ini sebagai “Ngelinggihang Ida Bethara di dalam diri-sendiri”. Demikian intisari sambutan anggota DPD RI Dapil Bali,  Dr. I Made Mangku Pastika, M.M di depan ratusan tokoh Desa Adat Kedongan, para Pemangku Pura di wilayah Desa Adat Kedonganan dan krama istri saat menghadiri Upacara Ngusaba Desa yang dipusatkan di Pura Bale Agung Desa Adat Kedonganan, Kecamatan  Kuta, Kabupaten Badung, Sabtu (8/10/2022).

“Proses ritual upacara keagamaan yang digelar dengan sakral serta menghabiskan biaya besar, hendaknya diikuti dengan penyucian diri dari masing-masing umat untuk senantiasa berperilaku yang baik dan berguna bagi diri, keluarga dan masyarakat,” pesan Made Mangku Pastika yang hadir dalam rangkaian reses, didampingi Tim Ahli Nyoman Baskara, Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja.

Gubernur Bali dua periode(2008-2018) ini mengaku salut dengan partisipasi krama (warga) yang begitu kompak mendukung pelaksanaan Ngusaba Desa. Ngusaba Desa kali ini merupakan ritual berskala besar yang dilaksanakan untuk pertama kalinya di desa adat yang terkenal dengan pusat perikanan dan pariwisatanya itu. “Momen Ngusaba Desa juga tepat karena digelar sehabis kita berjuang menghadapi pandemi COVID-19. Semoga dengan rangkaian upacara ini dapat menyucikan kembali lingkungan alam semesta dan diri masing-masing krama,” ujar Mangku Pastika yang kini duduk di Komite IV DPD RI ini.

I Made Mangku Pastika seusai memberikan sambutan dalam upacara Ngusaba Desa di Desa Adat Kedonganan, Sabtu, (8/10/2022)

Mangku Pastika pun berharap agar pelaksanaan ritual upacara yang juga merupakan tradisi budaya Bali yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari hendaknya terus dipelihara sehingga tetap ajeg di tengah era globalisasi ini. “Kita harus bersyukur tinggal di Kedonganan karena sudah banyak diberikan anugerah. Jadi, tidak ada alasan untuk mengingkari hal ini dan teruslah menjaga apa yang sudah diwariskan,” harap Mangku Pastika.

Anggota DPD Dapil Bali yang juga hadir, Dr.  Arya Wedakarna berpesan agar Desa Adat Kedonganan agar menerapkan manajemen keuangan dengan baik. Menurutnya, manajemen keuangan itu penting karena artha (uang) itu  menduduki posisi kedua terpenting sebagaimana diajarkan dalam Catur Purusa Artha. “Tanpa Artha, semua tidak bisa berjalan terlebih lagi paska kita dilanda Covid-19” ujarnya. Pria yang kerap disapa Ajik AWK berpesan, agar dana yang masuk jangan dihabiskan semua dan mesti ada yang ditabung untuk kebutuhan mendatang. Selain ajakan rajin menabung, ia juga mengajak kita semua hidup sederhana terlebih lagi perekonomian Bali belum sepenuhnya pulih.

Bendesa Adat Kedonganan, Dr. I Wayan Mertha, M.Si

Sementara itu, Bendesa Desa Adat Kedonganan, Dr.  I Wayan Mertha, S.E, M.Si  mengatakan, Karya Ngusaba Desa tersebut baru pertama kali dilaksanakan. “Sudah direncanakan oleh empat bendesa adat sebelumnya, tetapi ada saja halangan, sehingga baru bisa dilaksanakan sekarang. Setelah pelaksanaan Ngusaba Desa ini, untuk ke depannya akan dilaksanakan setiap 20-30 tahun sekali,” ujarnya.

Rangkaian Karya Ngusaba Desa sudah dimulai sejak 10 Agustus 2022. Sedangkan puncaknya nanti pada 10 Oktober mendatang bertepatan Purnama Sasih Kapat. Keseluruhan rangkaian upacara berakhir pada 18 Oktober 2022 yang ditutup dengan ritual Nyegara Gunung.

I Wayan Mertha yang didampingi Penyarikan Desa Adat, I Made Sumerta, S.E, M.M.Ak dan Ketua LPD Desa Adat Kedonganan, I Ketut Madra, SH, M.M memaparkan, ritual Karya Ngusaba Desa tersebut menghabiskan biaya hingga Rp. 2,7 miliar, yang bersumber dari dana desa adat, dukungan usaha desa seperti LPD Kedonganan, BUPDA Kedonganan, pasar desa, para pengusaha dan punia dari krama (warga). Sampai dengan 7 Oktober, jumlah dana punia yang masuk ke panitia karya mencapai Rp. 1.095.000.000. Sementara biaya wewalungan sebesar Rp 120 juta murni dari punia krama desa adat. “Ini semua murni dari dana punia krama Desa Adat Kedobnganan, dan kami tidak memungut peturunan atau peson-peson” ujar I Wayan Mertha yang juga Pembina Umum di Paiketan Krama Bali.   Ia juga menyampaikan terima kasih atas dukungan berbagai pihak dan krama Desa Adat Kedonganan sehingga Ngusaba Desa ini dapat terlaksana dengan lancar.

Ketum Paiketan Krama Bali, I Wayan Jondra menyerahkan Dana Punia kepada Bendesa Adat Kedonganan, I Wayan Mertha

Saat yang bersamaan hadir pula Penasihat Paiketan Krama Bali, Ida Sri Bhagawan Yogananda; didampingi jajaran pengurus;  Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si;  Ketua Divisi Parhyangan, Ir. Ketut Darmika, Pembina Paiketan Bidang Adat dan Budaya Bali, Dr. I Gde Rudia Adiputra, M.Ag; Ketua Departemen Adat dan Budaya Bali, Drs. I Made Kariyasa; S.H, M.H; Direktur Eksekutif,  Ir. Nyoman Merta, M.I.Kom dan pengurus Departemen Wirausaha Krama Bali,  I Nyoman Wirata (ram)

 

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email