Sembuhkan Luka Jiwa di Tengah Maraknya Kasus Bunuh Diri di Bali
Soma Ribek, Uang Sebagai Sarana Pelayanan Dharma

Luh Irma Susanthi, S.Sos., M.Pd

Oleh : Luh Irma Susanthi, S.Sos.,M.Pd *)

 

Om Swastyastu,

Setiap enam bulan sekali tepatnya Soma Wuku Sinta, umat Hindu di seluruh Nusantara merayakan Hari Soma Ribek, yang dalam tradisi Hindu Bali merupakan momen untuk memuliakan padi, kesejahteraan, dan juga uang sebagai sarana untuk menopang hidup.  Namun, perayaan ini bukan sekadar ritual menyimpan hasil bumi atau harta, melainkan sebuah pengingat spiritual agar kita memperlakukan uang bukan hanya sebagai tuan, tetapi sebagai sarana pelayanan Dharma berlandaskan cinta kasih (Prema).

Pembelajaran nilai kehidupan sangat bergantung dari bagaimana kita memandang arti dari dua hal yang sangat krusial, antara kebutuhan dan keinginan. Diera digital saat ini, kita menyaksikan fenomena yang memprihatinkan, semakin banyak orang yang kehilangan pegangan hidup, bahkan memilih jalan bunuh diri (ulah pati).  Data global maupun nasional menunjukkan, kasus bunuh diri meningkat di Bali, ini tentu membuat kita sangat sedih.  Bali  sebagai pulau impian, penuh kedamaian, Pulau Dewata dengan seribu pura, penuh keindahan justru menyimpan takbir yang memilukan.  Kasus bunuh diri yang mencuat dengan fenomena pemberitaan yang viral dari kasus bunuh diri terutama di kalangan generasi muda yang merasa tertekan oleh standar sosial, ekonomi, maupun tuntutan media digital. Fenomena ini terjadi, menurut  pandangan dari beberapa kalangan karena patra pelaku bunuh diri menganggap uang adalah segalanya, sehingga ketika ekonomi runtuh, jiwa pun ikut runtuh.

Uang dalam perspektif Dharma dan Prema tentu mengisyaratkan setiap umat untuk mampu memilah nilai uang dari sudut Dharma dengan dilandasi oleh etika yang tepat dalam menggunakan uang. Pengetahuan yang memuliakan fungsi uang dalam  ajaran Hindu, uang disebut sebagai Dana  bukan tujuan, tetapi alat untuk menjalan Dharma. Kitab suci mengingatkan kita,

yat karoṣi yad aśnāsi yaj juhoṣi dadāsi yat

yat tapasyasi kaunteya tat kuruṣva mad-arpaṇam

(Bhagavad Gītā IX.27)

“Apa pun yang engkau lakukan, apa pun yang engkau makan, apa pun yang engkau persembahkan, apa pun yang engkau berikan, serta pertapaan apa pun yang engkau lakukanlah, wahai putra Kunti, lakukanlah semua itu sebagai persembahan kepada-Ku.”

Artinya, uang yang kita miliki, bila digunakan dengan Prema-cinta kasih yang tulus dan universal uang menjadi suci, akan membawa kebahagiaan, dan mampu menyembuhkan luka jiwa. Pesan moral yang memberi ruang uang dalam Prema (cinta kasih) mengandung makna sebagai berikut :

  1. Melayani sesama dengan berbagi dan menolong tanpa pamrih.
  2. Melayani para Dewa dengan yadnya dan menjaga kesucian alam.
  3. Melayani leluhur dengan Pitra Yadnya dan keluarga dengan kasih.
  4. Melayani diri-sendiri bukan untuk keserakahan, tetapi untuk bertumbuh dalam Dharma.

 

Tri Ṛṇa sebagai Pengendali Hidup

Dalam Mahābhārata, Anuśāsana Parva 165.40, ditegaskan:

Ṛṇa-trayaṁ pratibaddho ’yaṁ yadā jīvenābhipadyate

“Sejak lahir, manusia telah terikat oleh tiga utang (ṛṇa).” Tiga utang itu adalah Deva Ṛṇa, Ṛṣi Ṛṇa, dan Pitṛa Ṛṇa.  Inilah pengingat bahwa hidup bukan hanya untuk diri-sendiri. Uang yang kita miliki adalah titipan untuk membayar utang suci ini.  Bila kita melupakan Tri Ṛṇa, kita akan merasa hidup hampa meskipun memiliki harta. Kekosongan bathin inilah yang kerap mendorong orang jatuh pada depresi hingga bunuh diri.

Relevansi Era Digital dapat dijabarkan dari beberapa fenomena yang sedang marak dan viral. Kemajuan yang serba digital dapat diakses dari manusia yang  mudah terjebak pada ilusi kebahagiaan. Media sosial menampilkan kesuksesan palsu yang diukur dengan uang. Generasi muda merasa gagal bila tidak mampu mengikuti standar konsumtif. Tekanan ekonomi diperparah oleh perbandingan diri yang tak sehat.

Soma Ribek, Uang Menghidupi Jiwa

Hari Soma Ribek hadir sebagai penyeimbang, mengingatkan bahwa uang seharusnya menghidupi jiwa, bukan membunuhnya. Dengan Prema (cinta kasih), uang bisa menjadi jembatan untuk saling menopang, bukan dinding pemisah yang menjerumuskan dalam kesepian.

Pesan Spiritual yang memberi sasuluh (penerang) kehidupan bukan hanya paham akan makna Hari Soma Ribek, namun yang terpenting adalah langkah nyata dan implementasi dalam bentuk tindakan dan aksi nyata berupa pelayanan yang sangat mulia, yakni dengan memandang,

  1. Uang bukan tujuan, tetapi sarana pelayanan.
  2. Prema adalah obat jiwa. Uang yang dipakai dalam cinta kasih akan melahirkan kebahagiaan sejati.
  3. Tri Ṛṇa adalah pengendali. Dengan ingat pada hutang suci ini, kita tak akan kehilangan arah walau berada dalam tekanan hidup.

Bhagavad Gītā XVI.1–3 Sri Bhagavan Krisna menegaskan kepada Arjuna tentang sifat-sifat ilahi.  Salah satunya adalah sifat kedermawanan atau dānaṁ (suka memberi). Memberi dengan kasih dapat menjadi obat bagi orang lain, bahkan bagi luka bathin kita sendiri.

Melalui perayaan Hari Soma Ribek, marilah kita renungkan kembali, apakah uang kita sudah menjadi alat pelayanan Dharma yang dilandasi Prema (cinta kasih) ? Apakah rejeki kita sudah menyentuh sesama, sehingga mampu mencegah jiwa-jiwa rapuh memilih jalan bunuh diri ?

Mari kita jadikan uang bukan sekadar simbol materi, melainkan jalan untuk membayar Tri Ṛṇa dan menebar cinta kasih (Prema) sehingga hidup kita akan berisi, bermakna, dan penuh kedamaian.

Motivasi Spiritual untuk membuka kesadaran diri dapat dipetik dari uraian ini adalah : “Uang yang dipakai untuk diri sendiri hanya akan habis, tetapi uang yang dipersembahkan dalam cinta kasih kepada orang yag sangat membutuhkan, akan berlipat menjadi berkah dan penyembuh jiwa”. “Soma Ribek mengingatkan: uang bukanlah tuan yang memperbudak, melainkan pelayan Dharma yang menghidupi jiwa dengan kasih.” Om Santih, Santih, Santih Om. *) Penulis, Koordinator Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng.

 

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email