“Spirit Buda Wage Klawu, Maju Financial Menuju MOU Spiritual”

Luh Irma Susanthi, S.Sos., M.Pd, Koordinator Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan, Buleleng

Oleh : Luh Irma Susanthi S.Sos, M.Pd *)

Umat Hindu etnis Bali merayakan Hari suci Buda Wage Klawu (atau yang kerap disebut Buda Cemeng Klawu)  sebagai Hari Rejeki. Tradisi di Bali, umat Hindu  menyebut sebagai pemujaan kepada Ida Bethara Rambut Sedana, Tuhan dalam manifestasinya sebagai sumber rejeki dan kemakmuran. Apa sesungguhnya spirit yang terkandung dalam pemujaan Tuhan pada Hari Buda Wage Klawu ? Berikut sekilas ulasannya. Buda Wage Klawu  adalah salah satu hari istimewa dalam perhitungan Wariga. Wariga adalah istilah untuk sistem perhitungan hari baik/buruk (Bahasa Bali : padewasan) yang dalam bahasa ilmu pengetahuan disebut Jyotisa atau ilmu perbintangan.  Wariga sejak jaman dahulu dipraktekkan oleh umat Hindu etnis Bali yang tersebar di seluruh Nusantara.

Mari kita jabarkan makna Buda Wage Klawu menurut urip (nilai/neptu) sesuai dengan numerologi Hindu. Urip Buda yaitu 7 memberi ajaran spiritual tentang konsep uang yang bermakna jika setiap umat mampu mengendalikan Sapta Timira (tujuh kegelapan) di dalam diri manusia menuju sebuah kemuliaan dan „cahaya terang“ kehidupan. Urip Wage yaitu 4 memberi ruang pembelajaran dalam konsep Catur Purusa Artha, dan nilai spirit dalam konsep Artha dalam kontekstual hari suci Buda Wage Klawu. Sedangkan Wuku Klawu dengan Urip 6 mengajarkan umat betapa sucinya hakikat angka 6 dalam kemampuan umat melaksanakan Trisandya (dalam 6 bait) dalam memahami tiga waktu yang disakralkan oleh umat Hindu dalam Sadhana bhaktinya kepada Sang Pencipta.

Hari suci Buda Wage Klawu melatih setiap umat untuk maju dalam finansial dengan memahami mana kebutuhan dan keinginan atau MOU secara spiritual. M adalah konsep Memahami yang memberi ruang pentingnya pemahaman akan sebuah tatwa keagamaan.  O adalah bentuk sebuah pesan moral tentang Obyektivitas, yang mengandung makna bagaimana kita memandang pengetahuan sebuah obyek yang memberi ruang untuk umat paham setiap proses keagamaan baik dalam tattwa (filsafat), etika (susila) dan acara (ritual, upacara/upakara).  U adalah Utama yang memberi pesan moral bahwa diantara semua makhluk ciptaan Tuhan, manusialah ciptaan yang paling utama sehingga manusia wajib menjalankan tugas kehidupan (berkarma) yang mulia (mahutama) sebagai wujud kewajiban hidup (karma yoga).

Tradisi turun-temurun warisan tetua di Bali, saat Hari Buda Wage Klawu (Hari Rejeki) dilarang membayar hutang atau membelanjakan uang. Jadi, MOU secara spiritual bermakna sebagai gerakan terdepan untuk peningkatan kesadaran Sang Diri.

  1. Makna dan Filosofi Buda Wage Klawu
  2. Buda: Hari Rabu, melambangkan pengetahuan, kebijaksanaan, dan keseimbangan pikiran yang dikendalikan oleh planet Budha (Mercury).
  3. Wage: Salah satu pancawara, yang melambangkan kesederhanaan dan kesadaran bathin.
  4. Klawu: Wuku ke-24 dalam kalender Bali yang diasosiasikan dengan introspeksi diri dan menjaga keseimbangan hidup melalui hubungan harmonis dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), sesama, dan alam sesuai dengan filosofi Tri Hita Karana.

Makna Spiritual : Hari Buda Wage Klawu menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kesadaran spiritual  melalui sadhana seperti : meditasi, mawas diri (introspeksi), dan pengendalian pikiran, hening-henung-heneng serta memperkuat hubungan dengan Tuhan, sesama dan alam semesta (Tri Hita Karana).

  1. Sloka dan Sumber Sastra
  2. Sloka dari Kitab Sarasamuscaya sloka 267 . Bunyi sloka:

Jatasya hi Kule mukhye,  paravittesu grhdyatah lobhasca prajnamahanti prajna hantam hasa sriyam“. Artinya: “Seseorang harus mengangkat dirinya sendiri melalui pikirannya dan tidak merendahkan dirinya. Pikiran adalah sahabat dari jiwa yang dikendalikan, dan musuh bagi jiwa yang tidak terkendali. Orang mulia sekali pun, jika ingin merampas harta orang lain niscaya hilang kearifannya. Apabila kearifannya hilang, maka hilanglah keagungannya dan kemuliaannya yang semua bersumber dari pengendalian pikiran.

Makna:

Pada Buda Wage Klawu, introspeksi diri sangat penting dilakukan untuk meningkatkan pengendalian pikiran. Pikiran yang terkendali akan menjadi sahabat dalam perjalanan spiritual.

  1. Sloka dari Kitab SĀRASAMUCCAYA SLOKA 219 yang berbunyi: “Yodadyādapariklistamannamadhvani vartate, ṣrāntāyādṛṣṭapūrvāya tasya punyaphalaṁ mahat”. Bahasa Jawa Kuna : Kunang ikang wwang maweh nasi, tan antukning kaṣakitan, ring hawan asungsung, anghel tan kawruhnya agöng ikang śubhakarmaphala katēmu denya ring dlāha. Artinya : Ada pun orang yang mendermakan nasi, dengan tanpa menghiraukan susah payah, kepada orang yang dijumpai di jalan yang dalam keadaan letih lesu dan tidak dikenalnya, besarlah buah hasil perbuatan baiknya yang akan diperolehnya kelak. Maknanya adalah Buda Wage Klawu mengingatkan manusia agar tidak menyia-nyiakan waktu hidup dan lebih fokus pada pencapaian spiritual melalui dharma.
  2. Kaitan dengan Mahabharata dengan Buda Wage Klawu

Epos Mahabharata memberikan sebuah konsep introspeksi dan pengendalian pikiran yang  tercermin dalam kisah Yudhisthira (saudara tertua Pandawa), yang melambangkan kebijaksanaan, kesabaran, dan pengendalian diri dalam sebuah dialog spiritual yaitu:

  1. Dialog Yudhisthira dengan Yaksha (Yaksha Prashna):

Saat Yudhisthira diuji oleh Yaksha, ia menunjukkan pentingnya introspeksi diri dan pengetahuan dharma. Yaksha bertanya, “Apa yang lebih tinggi dari langit?” Yudhisthira menjawab, “Dharma adalah yang tertinggi.” Makna: Pada Buda Wage Klawu, manusia diingatkan untuk mengikuti dharma (kebajikan) dan merenungkan tindakan mereka sesuai dengan nilai kebenaran.

  1. Kisah Bhisma di Ranjang Panah (Shantiparva):

Bhisma memberikan ajaran kebijaksanaan kepada Yudhisthira tentang kepemimpinan, dharma, dan keseimbangan spiritual.  Makna: Pada hari Buda Wage Klawu, umat Hindu diingatkan untuk belajar dari pengalaman para leluhur dan mengamalkannya dalam kehidupan.

  1. Peningkatan Sadhana Spiritual pada Buda Wage Klawu dapat dilakukan dengan cara:
  2. Meditasi dan Yoga : Fokus pada pengendalian pikiran melalui Pranayama dan meditasi mantra seperti Om Namah Shivaya.
  3. Yadnya atau Persembahan : Melakukan persembahan kepada leluhur (Pitra Yajna) dan kepada Dewa (Deva Yajna).
  4. Perenungan Diri (Swadhyaya) : Membaca sastra suci seperti Bhagavad Gita atau Sarasamuscaya untuk memperdalam pengetahuan spiritual tentang hakikat sebuah nilai uang.
  5. Praktek Keseimbangan Hidup

Menghormati hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sebagai bentuk penerapan Tri Hita Karana.

  1. Kesimpulan dan Aksi Praktis.

Pada hari Buda Wage Klawu, umat Hindu diarahkan untuk melakukan introspeksi diri melalui meditasi dan swadhyaya. Meningkatkan kebijaksanaan dan pengendalian diri sesuai dengan ajaran Bhagavad Gita dan Mahabharata.  Memperkuat hubungan spiritual melalui yadnya dan penerapan dharma dalam kehidupan sehari-hari.

Hari suci Buda Wage Klawu menjadi momen penting untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan serta alam semesta.  Pengetahuan dan pemahaman mengenai Hari Uang (rejeki) menurut keyakinan Hindu memberikan spirit luar biasa bagi manusia agar hidupnya berkelimpahan, sejahtera baik jasmani maupun rohani (* Penulis adalah Penyuluh Agama Hindu (PAH) pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buleleng dan Koordinator PAH Kecamatan Kubutambahan).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email