DENPASAR. Satu lagi doktor lahir di UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Panca Sraddha dalam Bhisma-Parva Jawa Kuno dan Implementasinya pada Kehidupan Masyarakat Hindu di Bali”, I Made Darmayasa akhirnya meraih gelar doktor Studi Agama Hindu pada sidang terbuka, Kamis, 30/6/2022 yang dipimpin oleh Direktur Parcasarjana UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Prof. Dr. Dra. Relin, D.E, M.Ag.
I Made Darmayasa mampu mempertahankan disertasinya di depan sidang Dewan Penguji yang terdiri dari : Prof. Dr. Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si (Promotor); Dr. Drs. I Nyoman Ananda, M.Ag (Ko-Promotor); Prof. Dr. Drs. I Made Surada, M.A; Dr. Drs. I Made Giri Nata, M.Ag; Dr. I Ketut Wisarja, S.Ag, M.Hum; Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum; Prof. Dr. Dra. Relin, D.E, M.Ag dan Dr. I Nyoman Alit Putrawan, S.Ag, M.Fil.H. Dengan lahirnya doktor baru, sejak berdiri sampai dengan saat ini, UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar telah melahirkan 113 doktor Studi Agama Hindu.
I Made Darmayasa dikenal sebagai pendiri Yayasan Dharma Sthapanam yang mengajarkan Meditasi Angka, baik di Bali, luar Bali bahkan di berbagai negara. Menjawab pertanyaan media ini, pria asal Ubud Gianyar yang pernah lama menetap di India ini memiliki murid meditasi di hampir sebagian besar negara di dunia. Muridnya cukup banyak di Eropa dan Russia. Belakangan ini, I Made Darmayasa mengaku lebih banyak menghabiskan waktunya mengajar meditasi di Eropa dan Russia. Ia tidak pernah mencatat jumlah murid meditasi angka sejak dahulu. Namun seingatnya, hingga tahun 2010, untuk DKI Jakarta saja, jumlah murid Meditasi Angka diperkirakan mencapai 10 ribu orang.
Berkat dedikasi dan kegigihannya mengajarkan Meditasi Angka, murid-muridnya memberikan fasilitas Ashram (Pasraman) tanpa menyewa kepada I Made Darmayasa di beberapa negara seperti di Malta, Portugal, dan segera beroperasi di Italia. Khusus di Indonesia, sampai saat ini murid-murid Meditasi Angka yang teratur dan rutin berlatih ada di Jakarta, Jawa Barat, Surabaya, Yogyakarta dan Klaten. Sedangkan pusat meditasi yang sudah tidak menyewa tempat ada di Jakarta, Jawa Barat (perbukitan seluas 2 hektar), dan di Bali di 2 (dua) tempat.
Selain sebagai guru Meditasi Angka, I Made Darmayasa juga telah menulis tak kurang dari 60 an buku bernafaskan Hindu (dan meditasi) untuk memberikan pencerahan kepada umat Hinu dan orang yang mau belajar Hindu. Ia segera meluncurkan setidaknya 23 judul buku dengan mengundang berbagai kalangan untuk hadir dalam peluncuran buku tersebut.
Berkolaborasi dengan para muda Hindu pegiat spiritual dan bekerjasama dengan Pemkab Tabanan, I Made Darmayasa mendukung Gerakan Membaca Bhagawad Gita dan pernah menuntun lebih dari 8.000 orang membaca sloka Bhagawad Gita sampai habis secara bersamaan hampir satu hari di pantai yang menghadap Pura Tanah Lot beberapa tahun lalu.
I Made Darmayasa dalam disertasi yang tebalnya lebih dari 800 halaman menguraikan bahwa Panca Sraddha telah diimplementasikan dalam pelaksanaan Panca Yajna di Bali. Penelitian disertasinya menyimpulkan bahwa struktur teks Bhisma-Parva Jawa Kuno merupakan transformasi dari sastra Bhisma-Parva berbahasa Sanskerta dalam bentuk padya (puisi) ke dalam gadya (prosa) dalam bahasa Jawa Kuno. Kerangka teksnya terdiri dari pendahuluan (mangala), isi (corpus) dan penutup (epilog). Mangala terdiri dari 2 (dua) bait. Pada mangala bait pertama, rakawi (pujangga, red) memuji kehebatan, keterpelajaran dan kebijaksanaan Maharesi Vyasa dan pada bait kedua memuji kehebatan dan keutamaan Raja Dharmavansa Teguh segabai pelindung para rakawi dalam “mangjawaken byasa-matha” yaitu mem-Bahasa-Jawa-kan ajaran-ajaran Maharesi Krsnadvaipayana Vyasa.
Ia mengurai, representasi konsep Panca Sraddha dalam teks Bhisma-Parva Jawa Kuno teridentiikasi melalui pemakaian dan pemaparan istilah-istilah di dalam Panca Sraddha, yaitu Widhi Tattwa, Atma Tattwa, Karma Tattwa, Punarbhawa Tattwa dan Moksa Tattwa. Menurutnya, konsep ajaran Panca Sraddha di dalam Bhisma-Parva Jawa Kuno sesungguhnya adalah peta yang bisa dijadikan sumber tattwa terhadap praktek-praktek yajna atau Panca Yajna di Bali. Hal ini menurutnya, akan membantu untuk lebih memantapkan kesadaran umat Hindu dalam mengembangkan sraddha dan bhakti dalam beryajna. Penekanan tattwa, menurut Darmayasa, merupakan hal yang sangat penting karena tattwa akan menyempurnakan arti dan makna yajna. “Praktek-praktek yajnya yang tidak ditunjang oleh tattwa yang cukup dapat mempengaruhi sraddha dan bhakti umat dalam melaksanakan persembahan-persembahan suci yajna” ungkapnya.
Menurutnya Darmayasa, keyakinan kepada Tuhan (Widhi Tattwa) dari Bhisma-Parva Jawa Kuno telah dipraktekkan melalui upacara Dewa Yajna. “Masyarakat Hindu di Bali memiliki keyakinan yang kuat bahwa upacara Dewa Yajna merupakan bentuk bhakti kepada para dewa dan Tuhan yang sudah memberikan segala karunia” tulisnya.
Selanjutnya, implementasi ajaran Atma Sraddha dari Bhisma-Parva Jawa Kuno diimplementasikan melalui upacara Bhuta Yajna dan sejenisnya. Bagi umat Hindu di Bali, jalan karma yang paling utama adalah menciptakan keseimbangan Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit melalui yajna kertih yang dilaksanakan dalam upacara pecaruan dan Tawur, terutama Tawur Kesanga. Implementasi ajaran Karma-Phala dan Punarbhawa dari Bhisma Parva Jawa Kuno dapat dilihat melalui upacara Manusa Yajna. “Hal itu dapat dilihat prosesi upacara Manusia Yajna yang bertujuan menyucikan kelahiran manusia agar kelak tidak lahir kembali (Punarbhawa)” urainya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa, implementasi ajaran Atman Sraddha dan Punarbhawa dari Bhisma-Parva Jawa Kuno dapat dilihat pada upacara Pitra Yajna sebagai sebuah ritus menyucikan Sang Hyang Atma dan melepaskan ikatan dunia material sehingga mencapai kelepasan. Sedangkan implementasi ajaran Moksa dari Bhisma-Parva Jawa Kuno dapat dilihat dalam pelaksanaan upacara Resi Yajna dan lain-lain yajna serta praktek-praktek agama dan spiritual di Bali sebagai bentuk penghormatan terhadap pandita yang sudah menjalani diksa dan juga praktek sadhana, puja-mantra, brata, tapa, yoga, samadhi dalam upaya pembebasan dari reinkarnasi atau moksa.
Menurut I Made Darmayasa, dengan Panca Sraddha sesungguhnya Agama Hindu itu sudah selesai dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Ia mengartikan “selesai” itu sebagai “purna, sampurna dan paripurna”. Melalui disertasinya, Darmayasa menyarankan kepada lembaga-lembaga Hindu agar menelaah sastra-sastra Jawa Kuno khususnya karya rakawi Nusantara terkait dengan karya-karya Bhagawan Vyasa demi lebih memahami kemuliaan Astadasa-parva khususnya Bhisma-Parva. Ia juga menyarankan agar dilakukan riset perihal kemuliaan Panca Sraddha dan karya-karya adiluhung leluhur Nusantara yang terdapat dalam sastra-sastra lontar berbahasa Jawa Kuno untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan menguatkan keyakinan (sraddha dan bhakti) umat Hindu terhadap ajaran Agama Hindu.
Prof. IGN Sudiana dalam sambutannya menilai, I Made Darmayasa sebagai doktor yang paling istimewa dilihat dari hasil penelitiannya. Disertasi karya I Made Darmayasa dinilai sangat bagus karena terbukti banyak diaplikasikan di Bali. Hasil penelitian I Made Darmayasa ini diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada umat Hindu di Indonesia, termasuk mengakhiri polemik dan silang pendapat kususnya di kalangan umat Hindu Bali saat ini.
Menyoal asal-usul Agama Hindu, Prof. IGN Sudiana sepakat dengan argumentasi I Made Darmayasa bahwa hasil penelitian para ilmuwan dan peneliti besar di dunia menyatakan bahwa Agama Hindu berasal dari India. “Kalau ada yang menyatakan bahwa Hindu berasal dari tempat lain, silakan lawan hasil penelitian para peneliti besar itu dengan penelitian baru. Akademik harus dilawan dengan akademik, bukan dengan pawisik atau petunjuk balian” ungkapnya sambil berkelakar.(*ram).