Denpasar – Ketua PHDI Provinsi Bali Nyoman Kenak, S.H menyayangkan sejumlah netizen terus mendengungkan narasi provokatif terkait kegiatan-kegiatan PHDI. Salah satunya dari akun bernama Jro Bauddha Suena (JBS) yang berkomentar dalam status di akun FB pribadinya, bahwa ada agenda tersembunyi PHDI Bali WBT, terkait acara simakrama tanggal 28/5/2022 di PHDI Bali, ditantang untuk membuktikannya dengan data dan fakta.
Kenak meminta JBS sebaiknya berhenti melontarkan narasi-narasi yang membuat polusi di ruang publik, dan pasti lebih baik kalau membagikan dan mencetuskan narasi yang mencerahkan, sesuai dengan swadharma seorang pemangku.
Kenak juga mengucapkan terima kasih pada Pasemetonan dan organisasi Hindu yang hadir dalam simakrama, dan berterima kasih juga karena mereka semua menyampaikan bahwa di lapangan, umat Hindu sebagian besar tenang, tidak terprovokasi dan terhasut, walaupun ada berbagai tudingan yang diarahkan ke PHDI Bali maupun personalia pengurusnya.
‘’Yang mau sudi wadani, datang ke PHDI di seluruh Bali. Yang bersengketa karena tanah sekitar Pura, meminta mediasi PHDI. Yang melakukan Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, atau acara lainnya, dari Desa Adat, Puri, Dadia, organisasi Pasemetonan, mengundang kami di PHDI, dari jajaran yang ada di seluruh Bali. Acara Lokasabha PHDI Denpasar, dihadiri oleh MDA Denpasar dan Forum Bendesa Adat se-Denpasar. Mereka tidak pernah khawatir dan mencurigai kalau PHDI Bali WBT punya agenda merusak dresta Bali dan desa adat. Kami bahu-membahu dengan MDA secara keseluruhan, dan tidak ada narasi-narasi soal agenda tersembunyi seperti yang dituduhkan itu. Bahwa sepanjang perjalanan kepengurusan PHDI sejak berdiri sampai sekarang ada kekurangan, itu kami tidak menampiknya. Lembaga lain pun selalu ada kekurangan, dan sepanjang para tokohnya lurus dengan swadharma organisasinya, kekurangan itu diperbaiki bersama. Peradaban Hindu di Bali bisa kita warisi sebesar dan seindah ini karena keteladanan para pemimpin dahulu, baik beliau Maharaja Udayana, Ida Dalem Waturenggong, Sapta Rsi, Ida Danghyang Nirarta, Ida Dang Hyang Astapaka, Ida Mpu Kuturan dan Sapta Rsi, dan masih banyak orang-orang suci lainnya, sebagai leluhur orang Hindu Bali,’’ kata Nyoman Kenak, panjang lebar. (Foto : Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora)
Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora, juga menggarisbawahi tudingan JBS tersebut, sebagai sesuatu yang tidak layak diucapkan oleh figur yang mengenalkan dirinya sebagai pembaca sastra suci Hindu, buku-buku Hindu, yang kaya akan petuah-petuah luhur dan suci. ‘’Sayang sekali, dengan atribut seperti itu, berani melontarkan tudingan yang tidak disertai data, fakta, bukti, saksi. Di negara hukum, seorang warga negara yang mencurigai atas data dan informasi yang sahih akan adanya agenda-agenda tersembunyi, apalagi kalau umpamanya menurut JBS agenda tersembunyi itu mengancam dresta Bali, mengancam desa adat, mengancam kelestarian Pura, mestinya diinformasikan ke aparat penegak hukum. Bukan melemparkannya di media, diseretai bumbu opini bernada provokasi, kecuali kalau JBS justru punya agenda tertentu dengan narasi dan unggahan statusnya,’’ kata Putu Wirata lagi.
Putu Wirata juga setuju, agar JBS mempertanggungjawabkan ujaran dalam statusnya secara hukum. Jangan berhenti pada narasi dan wacana-wacana saja, ungkapkan datanya, buka juga di publik, apa ‘’agenda tersembunyi PHDI Bali WBT’’ itu. ‘’Kami dengan rendah hati meminta JBS membuka agenda-agenda tersembunyi itu, agar kalau memang benar, kami bersama seluruh pengurus PHDI bisa berbenah. Menyampaikan informasi yang jelas dan ada bukti, merupakan hak dan kewajiban warga negara. Namun, selama tudingan JBS itu tidak dibuktikan, jangan salahkan kalau asumsi umat bahwa itu memang fitnah dan punya agenda tertentu. Tapi, kami berusaha untuk tetap pada swadharma sebagai pengayah di PHDI bersama seluruh pengurus se-Bali, melayani umat yang datang, dengan berbagai keperluan dan harapan. JBS pasti tidak sulit memahami dan menjelaskan, berbagai narasi hujatan ke PHDI sampai para Sulinggih, yang bertebaran di media sosial. JBS pasti bisa menilai apakah itu layak, seperti menilai surat PHDI Bali yang substansinya undangan simakrama, tapi dinarasikan sebagai punya agenda tersembunyi. Tidak perlu kecerdasan tinggi untuk menilai ujaran kebencian dan hasutan, apakah itu agenda yang layak atau bukan, kalau ada caci maki terhadap pengurus PHDI, yang di dalamnya ada Sulinggih,’’ katanya.