Mencari Solusi Atas Masalah Hukum yang Menjerat LPD di Bali
Ketum Paiketan Serahkan Sikap Resmi tentang LPD ke Ketua DPRD Bali

DENPASAR. Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si bersama jajaran pengurus Paiketan, Selasa, 17/5/2022 kemarin menemui Ketua DPRD Bali, N. Adi Wiryatama, S.Sos, M.Si  di ruang kerjanya. Turut hadir mendampingi Ketum Paiketan adalah Pembina Umum Dr. I Wayan Mertha, S.E, M.Si; Pembina Departemen Komunikasi dan Publikasi dan Komisariat Daerah, Ir. A.A. Ketut Sujana, MBA, pembina Departemen Ekonomi dan Pariwisata, I Njoman Sender, S.E, S.H, M.M; Ketua 1 Paiketan Bidang Parhyangan, Ir. Ketut Darmika; Wakil Ketua Departemen IT dan Litbang, I Wayan Sudiarsa, S.T, M. Kom dan Direktur Eksekutif  Ir. Nyoman Merta, M.I. Kom. Kedatangan Ketum Paiketan Krama Bali bersama petinggi Paiketan  tiada lain untuk menyampaikan himbauan dan sikap resmi Paiketan Krama Bali tentang kasus-kasus hukum yang membelit sejumlah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali.

Menurut Jondra, LPD sebagai satu-satunya labda pacingkreman milik desa adat  harus diselamatkan agar tetap eksis, sehingga bisa menopang kebutuhan keuangan krama di masing-masing desa adat dalam melaksanakan kegiatan Budaya Bali.

Di dalam pengantar sikap resmi tersebut, dijelaskan bahwa keberadaan LPD di Desa Adat di seluruh Bali sangat penting dan strategis sebagai satu-satunya Labda Pacingkreman milik Desa Adat dan dikelola oleh Desa Adat. Di sisi lain, keberadaan Desa Adat sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat diayomi oleh UUD 1945 sebagaimana tercantum di dalam Pasal 18 B. Oleh karena itu, Desa Adat di Bali memiliki hak otonom yang tidak dapat diintervensi oleh pemerintah dan lembaga mana pun, karena Negara mengakui keberadaannya.

LPD sebagai satu-satunya Labda Pacingkreman milik Desa Adat sesuai dengan Perda No. 4 Tahun 2019 juga telah diakui keberadaannya oleh UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sesuai dengan pasal 39 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut : (3) Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini  berlaku, dinyatakan diakui keberadaaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada Undang-Undang ini.

Paiketan Krama Bali menyatakan keprihatinannya bahwa Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 3 Tahun 2017 yang pada intinya menyebutkan peran Pemerintah Provinsi Bali di dalam mengatur, mengawasi LPD dan mengintervensi LPD telah  berperan seperti Bank Sentral sebagai pemegang otoritas sistem keuangan dan peran Otoritas Jasa Keuangan sebagai pemegang otoritas lembaga keuangan. Perda 3 Tahun 2017 ini juga memberikan kewenangan kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk mengintervensi operasional LPD dengan mengangkat Lembaga Pemberdayaan LPD melalui Peraturan Gubernur, Bahkan Perda juga mengatur BKS yang hanya sebagai sebuah asosiasi.

Dituliskan bahwa, jika Perda 3 Tahun 2017 masih berlaku, maka ini akan membuka peluang bagi LPD untuk diperiksa oleh Jaksa Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika dinyatakan ada indikasi korupsi. Beberapa kasus telah terjadi, di mana Ketua LPD diproses secara hukum. Jika hal ini dibiarkan, maka peluang pengurus LPD dan Bendesa Adat masuk penjara akan semakin besar, padahal permaslahan ini dapat diselesaikan secara adat. Yang lebih parah lagi adalah uang hasil putusan sidang tipikor tersebut disetor ke kas negara, padahal uang itu bukan uang negara, tetapi uang simpanan krama Desa, jika disetor ke kas negara, siapa yg mengembalikan uang milik krama Adat?. Dengan demikian keberadaan LPD di seluruh Bali menjadi terancam sehingga tidak lagi mampu menjadi sumber keuangan bagi Desa Adat.

Mencermati situasi dan kondisi belakangan ini terkait dengan keberadaan LPD, maka Paiketan Krama Bali memandang perlu memberikan himbauan dan sebelas pernyataan sikap ini kepada Bapak Ketua DPRD Bali dan berbagai stakeholders terkait dengan LPD di seluruh Bali sebagai berikut :

  1. Mengusulkan kepada Gubernur Bali dan DPRD Bali agar mencabut Perda 3 Tahun 2017 dan menggantinya dengan Perda baru sebagaimana diamanatkan oleh Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
  2. Menegaskan bahwa LPD adalah lembaga keuangan adat milik Desa Adat.
  3. Memberikan kewenangan penuh kepada Desa Adat sebagai pemilik LPD untuk mengelola LPD dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip sebagai lembaga keuangan sebagaimana diatur di dalam UU No. 1 Tahun 2013 tentang LKM.
  4. Segera membentuk lembaga otoritas perekonomian Adat Bali yaitu Sabha Perekonomian Adat Bali (SAKA Bali) sebagaimana diamanatkan oleh Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali agar terdapat kejelasan tentang siapa yang berhak dan bertanggung jawab untuk mengatur, mengawasi dan membina LPD.
  5. Penyusunan Perda agar dilakukan berdasarkan kajian dan naskah akademik
  6. LPD mesti diperiksa oleh akuntan publik dan diawasi oleh tim independen dari unsur Desa Adat serta dapat diperiksa secara berkala atau tujuan tertentu oleh tim pemeriksa yang dibentuk oleh Paruman Sabha Desa.
  7. Mendesak pemerintah daerah untuk menegaskan bahwa LPD bukanlah obyek pajak. Hal ini dilindungsi oleh UUD 1945 Pasal 18 B; UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) dan (2) dan UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Pasal 39 ayat (3).
  8. Mendesak Pemerintah Daerah agar segera mencari solusi terhadap kasus-kasus LPD yang sedang ditangani oleh aparat Hukum.
  9. Mendesak Pemerintah Daerah untuk membenahi Tata Kelola LPD untuk mendorong terciptanya LPD yang sehat sehingga mampu menjadi sumber keuangan Desa Adat dalam  menjalankan fungsi dan peran dalam melestarikan adat dan budaya Bali  dan mensejahterakan krama adat.
  10. Mendesak Pemerintah Daerah untuk melakukan tindakan administratif dan hukum untuk memastikan bahwa LPD bukanlah aset milik pemerintah.
  11. Pemerintah Daerah perlu membentuk sistem dan pelatihan penegakan attitude, sikap mental, kualifikasi dan akuntabilitas  Pengurus LPD.

Ketua DPRD Bali, Adi Wiryatama mengaku sejalan dengan sikap Paiketan Krama Bali. Menurut Adi Wiryatama, selama ini LPD kita tidak pernah mendapatkan pembinaan padahal masalah sudah terjadi sejak dahulu. Poin penting dari sikap DPRD Bali menurut Wiryatama adalah bahwa pihaknya telah menyampaikan surat resmi kepada Gubernur Bali yang intinya mengubah nomenklatur penyertaan modal menjadi dana hibah kepada LPD. “Saya sudah sampaikan surat kepada Gubernur Bali dan katanya surat sudah sampai di meja Gubernur” ungkap Wiryatama di depan Pengurus Paiketan Krama Bali kemarin. Pihaknya sangat setuju dengan sikap Paiketan Krama Bali bahwa LPD mesti diawasi oleh tim independen dari Prajuru Desa Adat dan perlunya pembinaan terhadap tata kelola LPD.

Di hari yang sama kemarin, Adi Wiryatama menerima Mangu Kerta Mandala Perkumpulan Bendesa Adat se Kecamatan Mengwi guna  menyampaikan keberatannya kepada Pengawas LPD yang berstatus PNS yang tidak pernah melakukan pembinaan kepada LPD  namun tetap meminta uang pembinaan sebesar 5 % dari keuntungan LPD. Berkaitan dengan dorongan LPD sebagai wajib pajak,  Adi Wiryatama menyatakan bahwa hal ini harus ditunda. “Harus dipelajari dulu aturan hukum apa yang dipakai.  LPD bukan lembaga/orang penumpul kekayaan,  tetapi hanya labda pacingkreman internal Krama Adat”, pungkasnya. (ram*).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email