Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar telah memutus banding yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Singaraja, dengan menjatuhkan vonis 4 bulan penjara, dari tuntutan 6 bulan kepada dua terdakwa para penista Agama Hindu yakni Acmat Saini dan Mohamad Rasad. Kedua terdakwa kasus penodaan Hari Raya Nyepi tahun 2023 di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng itu dijatuhi vonis empat bulan penjara dalam sidang banding perkara penodaaan agama di Pengadilan Tinggi Denpasar. Pembacaan vonis oleh majelis hakim PT Denpasar diketuai Ida Bagus Ngurah Oka Diputra, dengan hakim anggota I Gusti Lanang Putu Wirawan dan Sihar Hamonangan Purba disampaikan Rabu, 31 Juli 2024 lalu.
Putusan majelis dengan nomor 55/PID/2024/PT DPS tersebut mengabulkan permohonan banding dari jaksa dengan mengubah putusan Pengadilan Negeri (PN) Singaraja yang hanya menjatuhkan vonis hukuman pidana enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Dalam kutipan dari laman sistem informasi penelusuran perkara (SIPP), PT Denpasar menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dengan mengubah putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 2/Pid.B/2024/PN Sgr tanggal 13 Juni 2024 yang dimintakan banding tersebut.
Dalam persidangan, Acmat Saini dan Mohamad Rasad dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Majelis hakim menjatuhkan pidana kepada para terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama empat bulan.
Tim Hukum PHDI Bali yang melakukan advokasi damai atas kasus tersebut mengapresiasi majelis banding Pengadilan Tinggi Denpasar, dalam sikapnya yang independent, memperhatikan pula aspek ‘’social justice’’ yang disuarakan oleh berbagai elemen ormas yang mendatangi Pengadilan Tinggi Denpasar, beberapa hari lalu.
‘’Kami mengharap, walaupun masih bisa dilakukan upaya hukum kasasi, dengan putusan banding ini, setidaknya aspirasi-aspirasi masyarakat yang menginginkan adanya keadilan dan kesetaraan perlakuan terhadap kebhinnekaan kita dalam bidang budaya, agama, sosial dan lainnya, sedikit terobati. Putusan PT Denpasar ini merupakan satu pesan, bahwa menghargai keyakinan sesama umat beragama, yang budayanya beragam adalah suatu keniscayaan. Kita tidak bisa bersemboyan menghargai kebhinekaan, tetapi sikap-sikap yang kurang menghargai pihak lain, lebih-lebih yang bertendensi pidana, tidak diberi sanksi hukum,’’ kata Ketua Tim Hukum PHDI Bali, Ir. Putu Wirata Dwikora, S.H, M.H dan Sekretarisnya, Wayan Sukayasa, S.T, S.H, M.I.Kom.
Sebelumnya terjadi, aksi damai elemen muda Hindu yang mendatangi Kejaksaan Tinggi Bali dan Pengadilan Tinggi Denpasar dilakukan dengan tertib, diiring oleh musik baleganjur dari sound-system yang terdengar seperti atraksi budaya.
‘’Kami juga berterima kasih kepada semua aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian dan Kejaksaan, yang dalam ketika terjadi peristiwa yang dikenal sebagai insiden Nyepi di Sumberkelampok pada tahun 2023 itu, tidak sampai berkembang narasi-narasi primordial yang berlebih-lebihan. Kekecewaan masyarakat itu wajar, dan penting mengingatkan bahwa semua anak bangsa dari Republik Indonesia ini mesti sungguh-sungguh saling menghargai, memberi maaf pada yang khilaf, memberi sanksi secara terukur dan edukatif bagi yang bersalah. Tidak boleh ada balas penodaan dengan anarki dan amarah, tapi cukuplah dengan menuntut penegakan hukum secara adil dan beradab,’’ imbuh Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak, S.H (r/ram).