Langkah cepat Polda Bali memeriksa pelapor Made Bandem Dananjaya, S.H, M.H, yang sebelumnya melaporkan I Dewa Ngurah Swastha yang bergelar Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet, atas dugaan menebar hasutan dan fitnah saat berorasi di Pura Ulun Danu Batur pada 5 Juni 2022 mendapat apresiasi positif. Apresiasi positif disampaikan sejumlah tokoh Hindu di Bali, seperti Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si (Ketua Umum Paiketan Krama Bali), dokter Wayan Sayoga (Ketua DPD Prajaniti Bali), yang dihubungi secara terpisah, Selasa, 12/7/2022.
‘’Kita salut, Polda Bali melakukan langkah yang cepat dalam memeriksa, agar bisa menjadi energi untuk mencegah provokasi-provokasi lain yang tidak perlu, guna menjaga ketenteraman umat Hindu dan masyarakat Bali,’’kata Jondra dan Sayoga. Bahkan Paiketan Krama Bali melalui surat Nomor : 477/PAIKETAN/VI/2022 telah bersurat kepada Pangdam IX Udayana, agar Panglima memberi atensi terhadap situasi yang patut diduga berpotensi menganggu persatuan dan kesatuan Krama Bali dengan berkoordinasi dengan Pola Bali. Pangdam IX Udayana yang berkepentingan terhadap persatuan dan kesatuan Bangsa perlu mengambil tindakan yang dianggap strategis, sehingga sejalan dengan pesan Kasad Jenderal Dudung yang menyatakan : “TNI AD tidak akan mentolerir segala macam kekeliruan yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan, saat mengunjungi Umat Hindu di Pura Rawamangun”, pungkas Jondra. (Foto : I Wayan Jondra)
Dalam orasi tanggal 5 Juni 2022 tersebut, hadir sejumlah Sulinggih dan Pemangku, di antaranya dari video yang beredar dideteksi dan diduga sebagai Ida Pedanda Griye Tegeh Banjar Puseh Desa Angantaka (nama walaka Ida Bagus Nyoman Mayun) yang sekaligus diinformasikan sebagai Ketua PHDI MLB Kabupaten Badung. Satu lagi yang dikenali, sulinggih berbusana hitam, diduga sebagai Ida Dukuh dari Gianyar. Informasi lain menyebutkan hadir sebagai ‘’tuan rumah’’ Jero Gede Duuran Pura Ulun Danu Batur, dan Jro Penyarikan Pura Ulun Danu Batur yang sempat hadir beberapa saat, lalu meninggalkan lokasi.
Seperti disampaikan kuasa hukumnya, Wayan Sukayasa, S.H dan Dewantara Endrawan, S.H, pelapor Made Bandem Dananjaya mengaku mengetahui narasi ‘’colek pamor, identifikasi, …keluar dari Bali’’ bagi penganut sampradaya yang tidak mau dibina dan disadarkan, yang dilontarkan I Dewa Ngurah Swastha, setelah menonton video ucapan Dewa Swastha yang viral di media sosial. Dan sebagai umat Hindu yang merasa ucapan Dewa Swastha mengandung provokasi itu, harus segera dicegah efeknya. Sebab, nyatanya beberapa hari setelah ujaran Dewa Swastha tersebut, sudah ada orang yang seperti terhasut dan terprovokasi, menebar ancaman melalui media sosial, seperti akun ‘’Brahamasta Bali’’ dan akun ‘’Deta Arista’’. (Foto : I Made Dewantara Endrawan, S.H)
‘’Agar dampak provokasi dari ucapan Dewa Swastha tidak meluas, maka klien kami melaporkan I Dewa Ngurah Swastha ke Polda Bali. Tapi, sejumlah saksi fakta yang hadir di tempat kejadian pada 5 Juni 2022, oleh klien kami dan kami juga, sangat perlu dipanggil dan diperiksa. Dalam video yang beredar, nampak hadir Sulinggih, Pemangku dan juga Walaka,’’ kata Wayan Sukayasa, S.H dan Made Dewantara Endrawan, S.H ketika dikonfirmasi, siapa di antara Sulinggih dan Pemangku yang perlu dipanggil oleh Polda Bali.
‘’Karena Sulinggih dan pemangku masuk dalam kategori orang yang sudah suci dan mestinya akan menyatakan data-data yang benar, maka beliau-beliau ini sangat penting dipanggil dan diperiksa tentang apa yang didengar, dilihat dan dialami pada tanggal 5 Juni 2022,’’ imbuh Sukayasa dan Dewantara. Kalau tidak salah, menurut informasi, di antara yang hadir adalah Jro Gede Duuran Pura Ulun Danu Batur, Ida Penyarikan Pura Ulun Danu Batur, ada Sulinggih yang terlihat dan kami telusuri namanya, untuk disampaikan ke Polda Bali.
Bantah Memprovokasi dan Mengusir, Tapi Minta ‘’Enyah dari Bali’’
Dewa Ngurah Swastha sendiri membantah melakukan provokasi dan ancaman mengusir keluar Bali. Ia mengaku ucapannya diplintir. Dewa Swastha telah melaporkan dua akun Facebook — Gede Pasek Suardika dan Gede Suardana — ke Polda Bali.
Diminta komentar terhadap pernyataan Dewa Swastha yang menyebut pernyataannya diplintir, Kuasa Hukum Made Bandem Dananjaya, S.H, M.H menegaskan,’’Soal laporan Swastha ke Polda Bali, itu kami tidak ikut campur. Silakan berproses secara profesional. Tapi, terhadap bantahan terlapor Dewa Swastha bahwa ucapannya tidak bermaksud men-sweeping dan mengusir, narasinya memang tidak persis ada kata-kata sweeping dan usir,’’ jelas Sukayasa lagi.
Namun, kalau makna dari ucapannya dijabarkan dalam tindakan, maka kata-kata ‘’mengidentifikasi, colek pamorin’’, sama saja artinya dengan sweeping, dan ketika orang-orang bertindak untuk mengidentifikasi pemedek yang sembahyang ke Pura, lalu memberi tanda (colek pamor) pada yang dicurigai sampradaya asing, selanjutnya meminta ‘’meninggalkan Bali’’ kalau mereka tidak bisa disadarkan dan dibina, itu maknanya sama saja dengan mengusir.
‘’Kalau nanti ada orang bertindak, mengidentifikasi, men-colek-pamori, meminta meninggalkan Bali, karena terhasut oleh ucapan Dewa Swastha di Ulun Danu Batur, secara hukum unsur penghasutan sudah terpenuhi. Secara hukum, tinggal melengkapi barang bukti, keterangan saksi, gelar perkara di Polda Bali, penetapan status laporan, apakah dilanjutkan ke penyidikan atau perlu dilengkapi bukti dan saksi lagi, itu urusan dan kewenangan Polda Bali,’’ kata Sukayasa. ‘’Jadi, silakan Dewa Swastha membantah, dan menerangkannya dalam pemeriksaan di kepolisian,’’ lanjut Sukayasa dibenarkan oleh Made Dewantara Endrawan.
Bahkan dalam 17 butir pernyataan klarifikasi Dewa Ngurah Swastha yang di bagian akhir menyebut dirinya dengan nama Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet untuk menanggapi pernyataan Gede Pasek Suardika dan Gede Suardana, di butir 16 pernyataan Dewa Swastha, malah lebih gamblang mengindikasikan ‘’pengusiran”. (Foto : I Dewa Ngurah Swastha yang bergelar Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet)
Ada pun turunan lengkap dari pernyataan Dewa Swastha dalam klarifikasinya adalah sebagai berikut:
Bahwa dalam sambutan dan pernyataan saya di Pura Luhur Ulun Danu Batur tersebut tidak ada maksud dan kata “sweeping”, tidak ada kata dan maksud “mengusir” dari Bali. Yang ada adalah edukasi saya untuk mencegah dan melarang penyebaran/pengembangan ajaran Sampradaya di Desa-desa Adat, khususnya di Pura-pura, dengan cara terlebih dahulu mengindentifikasi umat Hindu Dresta Bali yang sudah terpapar ajaran Sampradaya Asing, kemudian kalau mereka ingin masuk Pura untuk agar ditanyakan dulu secara baik-baik, apakah ybs atau mereka itu sudah sadar kembali menjadi umat Hindu Dresta Bali atau masih sebagai penganut Sampradaya Asing. Kalau sudah sadar dan kembali menjadi penganut Hindu Dresta Bali, maka harus matur piuning dengan sarana Banten Pejati, bila diperlukan dengan sarana Banten Guru Piduka. Kalau ybs atau mereka masih menyatakan sebagai penganut salah satu aliran Sampradaya Asing, maka hendaknya dilarang masuk ke Pura (Hal ini juga tidak sama perlakuannya terhadap Umat Agama lain seperti Islam, Kristen, Katolik, Bhudda dan Khonghucu, karena tidak ada unsur usaha penyebaran agama). Kalau ada orang atau kelompok yang tetap menyatakan pemeluk ajaran Sampradaya Asing, maka hendaknya kelompok itu tidak melaksanakan usaha penyebaran/pengembangan di Bali bahkan di Nusantara. Hendaknya ”enyah” atau pergi dari Bali, bahkan dari Indonesia dan kembali ke negara asalnya di mana Sampradaya itu dilahirkan. Silahkan, penyebaran dan pengembangan ajaran Sampradaya tersebut dilaksanakan di negara tersebut (*).