MoU Perguruan Pencak Silat Tujuh Sari dengan UHN I Gusti Bagus Sugriwa
Ajarkan Seni Bela Diri Sambil Melestarikan Budaya Bali  

Penandatanganan MoU antara PPS Tujuh Sari dengan UHN I Gusti Bagus Sugriwa, 9 Desember 2022

Sejarah Perguruan Pencak Silat Tujuh Sari tak bisa dilepaskan dari jasa dan semangat  Guru Besar Pencak Silat, I Made Yasa (almarhum).  Beliau,  dimasa mudanya menekuni pencak (bela diri) dengan berguru ke berbagai tempat di Pulau Bali, termasuk belajar dari para saudagar yang saat itu datang ke Bali.  Saat itu, Guru Besar Pencak Silat,  I Made Yasa termasuk tokoh Pencak Silat tersohor dan sangat disegani di Bali hingga banyak pemuda yang ikut belajar Pencak Silat kepadanya. Pencak Silat saat itu menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat sebagai sarana bela diri. Kemampuan menguasai seni  bela diri menjadi sangat penting untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi terlebih lagi dimasa-masa penjajahan saat itu.

Para Tamu undangan, Dewan Guru, Sesepuh dan Pengurus PPS Tujuh Sari usai penandatanganan MoU

Seiring berjalannya waktu sekitar  Tahun 1921 Pencak Silat  Tujuh Sari yang sebelumnya bernama Pencak Tujuh, mulai lebih masif dikenalkan ke masyarakat Desa Sesetan dan sekitarnya.  Hanya saja masih secara sembunyi-sembunyi. Pewarisan Pencak Tujuh sangat disakralkan, diawali dengan sumpah kepada guru, bahkan untuk menurunkan gerak langkah tertentu dilakukan melalui ritual khusus dengan sarana banten. Secara umum, para murid pemula Pencak Tujuh hanya diajarkan tiga gerak langkah.  Empat gerak langkah lainnya dinilai sangat rahasia, dan  hanya dapat diwariskan kepada orang-orang yang dinilai pantas oleh Guru Besar.  Demikian seterusnya kepada generasi pewaris berikutnya. Sedemikian sakralnya pengembangan pencak silat saat itu, sehingga yang ikut belajar dan dinyatakan lulus cukup terbatas pada beliau-beliau yang memiliki kemampuan secara lahir dan bathin.

Paska kemerdekaan RI,  sekitar tahun 1948, Guru Besar I Made Yasa sudah dapat mencetak beberapa murid Pesilat tangguh, khususnya di lingkungan Desa Sesetan di antaranya : 1. Banjar Pegok : Kak Sadra, Kak Gublug;  2. Banjar Lantang Bejuh : Pan Teso, Pan Sorta, Kak Dedut, Made Darma. 3. Banjar Gaduh : Kak Dira, Wayan Bawa, I Ketut Rahyuda;  4. Banjar Dukuh Siran : Pan Molog; Gung Gerud; Gung Putra  dan 5. Panjer : Rasta, dan di beberapa daerah lainnya sedang dalam proses pendataan.

Semasa hidupnya, Guru Besar Silat,  I Made Yasa pernah menjabat sebagai Prebekel Desa Sesetan tahun 1973 – 1976.  Saat itu, perkembangan Pencak Tujuh semakin mengeliat. Tahun 1978 dimasa kepemimpinan Gubernur Bali, Prof. Dr.  Ida Bagus Mantra, berdirilah Ikatan Pencak Silat Indonesia Bali (IPSI Bali). Saat pendirian IPSI Bali, Pencak Tujuh kemudian berganti nama menjadi Pencak Silat Tujuh Sari. Perguruan Pencak Silat (PPS) Tujuh Sari ikut diundang dalam pendirian IPSI Bali yang diwakili oleh tokoh-tokoh masyarakat Desa Sesetan antara lain : I Gede Nu (almarhum, yang saat itu menjabat Prebekel Desa Sesetan); Wayan Reda Gunawan (almarhum), yang saat itu masih aktif menjabat di Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bali dan I Ketut Rahyuda, sebagai pesilat dan tokoh muda berbakat yang dipercaya oleh Guru Besar untuk meneruskan PPS Tujuh Sari.  Jadi, yang sangat membanggakan adalah PPS Tujuh Sari termasuk salah satu pelaku sejarah yang ikut mendirikan Ikatan Pencak Silat Indonesia Bali (IPSI Bali) bersama empat Perguruan Pencak Silat lainnya yang sampai saat masih aktif antara lain : Perguruan Pencak Silat Bhakti Negara, Perguruan Pencak Silat Perisai Diri, Perguruan Pencak Silat Kertha Wisesa dan Perguruan Pencak Silat Suro.  Prestasi lima Perguruan Pencak Silat tersebut di atas selanjutnya disebut ”PERGURUAN HISTORIS”, yang dalam administrasi keanggotaan IPSI Bali disebut Anggota Khusus.

Pada era 1980 – 1990 an,  PPS Tujuh Sari telah mampu  mencetak beberapa pesilat tangguh  dan berkembang di beberapa wilayah antara lain,  untuk wilayah Kota Denpasar meliputi : Desa Pedungan; Desa Panjer; Desa Sidekarya; Desa Pemogan selanjutnya meluas ke Kabupaten Badung yakni daerah Tanjung Benoa dan Ungasan bahkan sampai ke Kabupaten Gianyar.  Pasang surut Pencak Tujuh pun tak dapat dihindari.  Di era reformasi 1998 an  Pencak Tujuh sempat redup dan nyaris fakum. Kegiatan latihan berhenti karena para pendekar memasuki usia tua, pelatih dan pesilat disibukkan dengan kegiatan masing-masing dan kesibukan bermasyarakat.  Beberapa kali upaya untuk membangkitkan kembali dilakukan namun gagal.  Namun demikian, insan-insan pesilat Tujuh Sari sangat kuat memegang teguh rasa memiliki sehingga mereka selalu ingat dengan Tujuh Sari. Sejarah membuktikan bahwa PPS Tujuh Sari sudah menjadi tradisi yang mendarah daging dalam setiap jiwa pendekar dan pesilat Tujuh Sari.

Satu demonstrasi gerakan Pencak Silat Tujuh Sari

Visi  PPS Tujuh Sari adalah menjadi Perguruan Pencak Silat yang berprestasi, tangguh dan unggul dengan berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan. Sedangkan misinya adalah (1). Menciptakan generasi yang tangguh, unggul, berjiwa ksatria, berbudi pekerti luhur, mandiri, berprestasi, memiliki jiwa nasionalisme dan berkarakter kebangsaan serta menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan; (2). Melestarikan dan mengembangkan Perguruan Pencak Silat Tujuh Sari sebagai warisan leluhur dan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan agar bisa diterima semua kalangan masyarakat.

Tujuan didirikannya PPS Tujuh Sari adalah (1). Menjaga Pencak Silat warisan leluhur sebagai wujud pencak silat kuno yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan; (2). Membangun generasi yang berprestasi, tangguh, unggul dan berbudi luhur;  (3). Membangun jiwa kesatria, bela keluarga, bela perguruan dan Bela Negara; (4). Menjaga hubungan baik antarinsan dalam perguruan, sesama perguruan pencak silat, pemerintah dan lembaga terkait lainnya; (5). Mengembangkan perguruan pencak silat yang terbuka dengan perubahan dan perkembangan jaman, tanpa menghilangkan nilai-nilai dan kesakralan perguruan.

MoU PPS Tujuh Sari dengan UHN I Gusti Bagus Sugriwa

Kini, PPS Tujuh Sari yang bersekretariat  di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa No. 1 Denpasar Selatan ini  bangkit kembali karena para pesilatnya terpanggil untuk melestarikan warisan budaya Pencak Silat Tujuh Sari.   Momen penting kebangkitan itu adalah penandatanganan MoU antara PPS Tujuh Sari dengan UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar pada Jumat, 9 Desember 2022 lalu di kantor Lurah Sesetan Denpasar Selatan. Acara itu dihadiri Pimpinan IPSI Bali yang diwakili oleh Sekretaris IPSI Bali, Nyoman Yamadhiputra (Juara Dunia Perisai Diri), para sesepuh PPS Tujuh Sari seperti Prof. Dr. I Ketut Rahyuda, MSIE, Ketua PPS Tujuh Sari, I Ketut Resmiyasa, S.T, Sekretaris Nyoman Sarna, S.E; sejumlah senior dan pendekar  PPS Tujuh Sari, dan ratusan pesilat PPS Tujuh Sari.  Menurut  Resmiyasa, generasi penerus PPS Tujuh Sari memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk tetap menjaga, melestarikan PPS Tujuh Sari sebagai bentuk kepedulian terhadap warisan seni dan budaya Bali khususnya Seni bela diri Pencak Silat yang terlahir di Pulau Bali khususnya Kelurahan Sesetan. Sebelumnya, Pembina PPS Tujuh Sari, Ir. A.A. Putu Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc, Ph. D dalam kesempatan berbeda menyatakan, kegiatan latihan PPS Tujuh Sari kembali dibangkitkan untuk mengulang kejayaan Pencak Silat Desa Sesetan di masa lalu.

Rektor UHN I Gusti Bagus Sugriwa, I Gst Ngurah Sudiana (No. 3 dari Kiri) setelah mendapat hadiah Seragam PPS Tujuh Sari langsung dianugerahi gelar Pendekar Utama usai teken MoU

Sebelum penandatanganan MoU, Rektor UHN I Gusti Bagus Sugriwa, Prof. Dr.  I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si mengatakan, pihaknya sangat mencintai seni bela diri Pencak Silat. Menurut Ngurah Sudiana,  sejak dahulu Pencak Silat memiliki taksu dan tak kalah jika dibandingkan dengan jenis bela diri lainnya.  Menjadi pesilat Bali bukan sebatas melestarikan seni bela diri tapi juga budaya Bali. Pertunjukan Pencak Silat, bahkan bisa mendatangkan uang, jika para penonton penggemar Pencak Silat diwajibkan membeli ticket masuk untuk bisa menyaksikan pertunjukan Pencak Silat.  Ngurah Sudiana berjanji akan memasukkan seni Bela Diri Pencak Silat Tujuh Sari sebagai kegiatan wajib bahkan salah satu mata kuliah keolahragaan di UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.

Sekretaris IPSI Bali, Nyoman Yamadhiputra (yang juga sebagai Pengurus Besar IPSI masa bhakti 2021-2025)  mengatakan, seni bela diri Pencak Silat merupakan salah satu warisan budaya dunia yang sangat penting dilestarikan. Menurutnya,  dengan menyandang predikat warisan budaya dunia, maka banyak orang asing datang ke Indonesia dan Bali untuk belajar bela diri Pencak Silat sehingga Pencak Silat menjadi mendunia alias go internasional. “Kita harus bangga Pencak Silat masuk warisan budaya dunia” ujarnya.

Ketua Dewan Guru PPS Tujuh Sari, Prof. I Ketut Rahyuda saat memberikan sambutan tentang makna filosofis lambang Tujuh Sari

Ketua Dewan Guru PPS Tujuh Sari, Prof. Dr. I Ketut Rahyuda, MSIE mengulas konsep dan filosofi lambang PPS Tujuh Sari. Berdasar pada ajaran Hindu Tri Kaya Parisudha, Catur Paramita dan Panca Satya, para pesilat ujuh Sari  juga wajib memegang teguh Panca Satya (Satya Wacana, Satya Hredaya, Satya Laksana, Satya Mitra dan Satya Semaya) dan Catur Paramita (Maitri, Karuna, Muita Upeksa). “Tujuan perguruan Pencak Silat Tujuh Sari ini adalah menciptakan keharmonisan, kesehatan jiwa raga menuju Jagahita ya Ca Iti Dharmah sebagaimana diajarkan oleh Agama Hindu ini sejalan dengan tujuan dalam Anggaran Dasar yakni menjaga Pencak Silat sebagai warisan leluhur sebagai wujud pencak silat kuno yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan” urai Prof Rahyuda. Usai penandatanganan MoU, acara dimeriahkan oleh demonstrasi  beberapa gerakan Pencak Silat Tujuh Sari oleh beberapa Pendekar Silat, baik yang senior maupun yunior (*ram).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email