DENPASAR. Akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, I Made Bagus Andi Purnomo, S.Pd, M.Pd meraih gelar doktor di Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar setelah dinyatakan lulus dalam ujian terbuka mempertahankan disertasi yang berjudul “Dinamika Pengembangan Pasraman Formal di Kabupaten Buleleng”, Jumat, 17 Maret 2023 di Lantai III Rektorat Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar.
Bagus Andi Purnomo yang kelahiran Desa Umejero, Kecamatan Busungbiu, 20 April 1992 ini menamatkan pendidikan tertinggi dalam jenjang akademik dengan predikat cum laude dengan menempuh masa studi selama 3,5 tahun. Sebelum menjadi dosen di THAN Mpu Kuturan, samil kuliah, ia aktif sebagai wartawan di beberapa media termasuk pernah menjadi wartawan/kontributor Majalah Craddha.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung penelitian yang saya lakukan tentang pasraman formal di Buleleng. Prestasi ini saya persembahkan untuk kemajuan pendidikan agama dan keagamaan di Bali Utara,” kata Purnomo ketika ditemui wartawan usai ujian terbuka. Penelitian disertasinya itu dilakukan terkait eksistensi pasraman formal merujuk pada Peraturan Menteri Agama (PMA) 56/2014 dan PMA 10/2020 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu pada awalnya disambut baik dan gembira oleh masyarakat Hindu di Indonesia, khususnya di Bali.
Namun, seiring berjalannya waktu, hasil penelitian menunjukkan, eksistensi pasraman formal tengah terkendala dengan berbagai dinamika dan permasalahan. Mulai dari delapan standar pendidikan, kastanisasi pendidikan, kendala manajemen, dan lemahnya branding di masyarakat.
Penelitian ini menghasilkan beberapa faktor penyebab terjadinya dinamika pengembangan pasraman formal yakni diferensiasi, meliputi masyarakat mempersepsikan pasraman sebagai lembaga non formal semata, keterbatasan jumlah pasraman formal, lemahnya dukungan dari masyarakat dan kalangan elite. Kemudian, konteks daya adaptasi pasraman formal terhadap kurikulum, desa adat dan masyarakat Hindu. Hal yang membuatnya miris adalah terjadinya disintegrasi pasraman formal pada struktur lembaga adat, sistem dapodik, masyarakat, dan asosiosi guru Agama Hindu, dan generalisasi nilai pasraman formal di tengah-tengah masyarakat.
Selanjutnya, proses dinamika terkait pengembangan pasraman formal terjadi pada proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengarahan serta pengawasan mulai dari Direktorat Jenderal Bimas Hindu, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buleleng dan Pasraman Formal jenjang dasar dan menengah, mulai dari Pratama Widya Pasraman (PWP), Adi Widya Pasraman (AWP), Madyama Widya Pasraman (MWP), dan Utama Widya Pasraman (UWP).
“Dinamika pengembangan pasraman formal berimplikasi kepada sisya (siswa) pasraman formal itu sendiri, baik yang mendukung dan menghambat pengembangan siswa, kepada masyarakat, implikasi positif dan negatif terhadap masyarakat; dan implikasi pada pendidikan keagamaan Hindu terkait pendukung pengembangan dan penghambat pengembangan pendidikan keagamaan Hindu,” ujar Bagus Andi Purnomo.
Pria yang juga sebagai Ketua Yayasan Mertajati Widya Mandala, pendiri Madyama Widya Pasraman (MWP) Jnana Dharma Sastra di Desa Umejero tersebut juga menerangkan bahwa salah satu poin penting dalam penelitian adalah beberapa rekomendasi terkait pengembangan pasraman formal di Nusantara, dengan berpijak/memotret kondisi di Kabupaten Buleleng.
“Rekomentasi akan saya sampaikan secara tertulis nanti kepada berbagai stakeholder yang terlibat terkait pengembangan pasraman formal mulai dari Ditjen Bimas Hindu hingga masyarakat di ‘akar rumput’,” tegas dia.
Terkait aspek sosiologis, ia berharap masyarakat Hindu di Kabupaten Buleleng dan di Indonesia pada umumnya agar memberikan dukungan nyata kepada lembaga-lembaga pasraman formal berupa dukungan moril dan materiil sehingga pasraman formal yang notabene lahir dan beroperasi dari masyarakat melalui yayasan dapat berkembang secara signifikan.
Ia menyarankan kepada seluruh prajuru Desa Adat di Kabupaten Buleleng agar memberikan dukungan baik moril dan materiil terhadap keberadaan pasraman formal sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat. Disarankan pula kepada pemerintah daerah tingkat kabupaten dan provinsi untuk memberikan dukungan atas keberadaan pasraman formal dengan cara membuat regulasi berupa peraturan daerah yang mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam upaya mendukung keberadaan pasraman formal.
“Terpenting pula adalah rekomendasi saya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali dan DPRD Kabupaten Buleleng agar memperhatikan keberadaan pasraman formal dengan tindakan nyata berupa pembuatan peraturan daerah inisiatif dewan yang mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah dalam upaya mendukung keberadaan pasraman formal,” demikian paparnya (*).