Oleh : Ida Pandita Rsi Acharya Swi Rarendra Mahadharma (Walaka : Dr. Ketut Arnaya, S.E., M.M.)
Mengapa manusia perlu melantunkan nama Tuhan? Mengapa kita harus berdoa kepada Tuhan? Bukankah merupakan tugas kita untuk mengungkapkan rasa terima kasih kita kepada Tuhan yang telah menciptakan dunia yang luas ini dan segala makhluk hidup, serta memberi mereka makanan untuk dimakan, udara untuk bernafas, dan air untuk minum? Tidak hanya itu, Tuhan telah menyediakan segala sesuatu untuk semua makhluk hidup agar dapat melangsungkan hidup mereka di dunia. Jadi, bukankah kita wajib menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan yang telah memberi kita demikian banyak? Pernyataan rasa syukur itu sendiri merupakan doa.
Apa yang ditimbulkan oleh doa? Doa menggugah sifat ketuhanan dalam diri manusia yang tak terhingga, tak terlihat, dan adikodrati. Upanishad menasihati manusia agar bangkit dan bangun dari tidur lelap ketidaktahuan. ‘Oh Manusia! Bangkitlah, bangunlah! Pergilah kepada orang-orang yang telah mencapai kesadaran diri sejati; pelajari dari mereka dan capailah kesadaran semesta yang layak kauperoleh’. Doa perlu untuk memupuk kasih kepada Tuhan. Doa sejati timbul dari lubuk hati, bukan dari bibir saja. Hanya bila kita memberikan sesuatu kepada seseorang, maka kita layak menerima sesuatu sebagai balasannya. Tuhan tidak mengharapkan hal-hal duniawi dari kita. Apa yang harus kaupersembahkan kepada-Nya? Rukminii berdoa kepada Krishna sebagai berikut :
“Mungkin seseorang mempersembahkan sehelai daun, setangkai bunga, atau buah, atau bahkan air kepada-Mu. Tetapi, jika benar Engkau memberikan diri-Mu sendiri kepada orang yang berbakti (kepada-Mu), Oh Krishna! Semoga Engkau dapat ditimbang dengan daun Tulasi ini!”
Bhagawan dalam wacananya menyampaikan, “Apa yang dimaksud dengan daun? Ini bukan daun Tulasi atau daun pohon Bilva, Engkau tidak perlu pergi mencari pohon Bilva untuk mempersembahkan daunnya kepada Tuhan. Badanmu adalah daun yang harus kaupersembahkan kepada Tuhan. Bunga apa yang harus kaupersembahkan kepada Tuhan? Engkau harus mempersembahkan bunga hatimu. Demikian pula engkau harus mempersembahkan buah pikiranmu, bukan buah biasa lainnya”. Mempersembahkan bunga kepada Tuhan, maksudnya adalah mempersembahkan bunga hatimu kepada Tuhan, artinya engkau harus memurnikannya dengan membuang ulat-ulat kaama, kroodha, loobha, mooha, maada, dan matsarya (‘keinginan, kemarahan, ketamakan, ketergila-gilaan, kesombongan, dan kedengkian)’. Demikian pula, buah apa yang harus kaupersembahkan kepada Tuhan? Artinya engkau harus mempersembahkan kepada-Nya buah hatimu yang ranum dan penuh dengan sari manis kasih. Lalu air apa yang harus kaupersembahkan kepada Tuhan? Engkau harus mempersembahkan air mata kebahagiaanmu kepada Tuhan. Tentu engkau pernah melihat orang-orang menitikkan air mata bila mereka merasa sangat bahagia. Kata naara dalam bahasa Sanskerta artinya ‘air’, dan nayana artinya ‘mata’. Air (naara) yang keluar dari mata (nayana) harus dipersembahkan kepada Tuhan saja (Naaraayana). Engkau harus menitikkan air mata untuk Tuhan saja”.
Hakikat Bhakti Marga
“Bhakti” secara harfiah berarti : kesetiaan, kedekatan, keterikatan atau kemelekatan kepada yang dipuja, kepercayaan, kesalehan, kesukaan pada, kecenderungan, ketertiban, semangat, pengabdian, penghormatan, penghargaan, penyaluran, menyembah, berbagi, ibadah, dan lain-lain. Bhakti adalah kinerja layanan religius yang tidak mementingkan ego pribadi, kebajikan dan pelayanan religius tanpa pamrih, dan hidup sesuai dengan etika dan budaya tradisional, di mana sifat dasar sisi eksternal kita dimurnikan. Ini adalah tahap mengatasi pola dasar naluriah kita yang cenderung egois. Bhakti adalah perbaikan karakter dan tingkah laku. Ini adalah tahap pertama dari religiusitas dan merupakan landasan untuk tiga tahap berikutnya, yaitu : Karma, Raja dan Jnana.
Bhakti marga berarti “jalan pengabdian”, dimana seseorang berhubungan dengan Tuhan, membangun ketaatan, kesetiaan dan kedekatan dengan-Nya. Bhakti adalah sadhana (disiplin spiritual) dalam pemujaan yang dilakukan dengan sukacita dan teratur. Ini termasuk puja, japa, penebusan prilaku buruk, puasa dan mendalami kitab suci. Dengan demikian pemahaman dan cinta kasih kepada Tuhan semakin mendalam. Bhakti marga adalah adalah tahapan pelunakan intelek yang egois dan terungkapnya cinta kasih. Bhakti mengatasi sikap keras kepala dari naluriah intelektual pikiran. Dalam bhakti, kita melakukan pemujaan bukan karena diwajibkan tetapi karena kita ingin, merasa ada kebutuhan. Kita tertarik ke tempat-tempat suci bukan karena diwajibkan, tetapi untuk memuaskan kerinduan kita. Kita menyanyikan kidung-kidung suci dengan sukacita, untuk menunjukkan dan mengungkapkan rasa cinta kasih kita kepada Tuhan. Kita menghaturkan berbagai persembahan dalam pelayanan penuh pengabdian, sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan anugrahnya selama ini.
Dari semua kinerja layanan religius itu, kita menyerap dan mengetahui kebijaksanaan Veda. Hubungan kita dengan Tuhan yang sebelumnya terasa hambar, terasa seperti hubungan seorang abdi kepada juragannya, sekarang dalam tahapan bhakti akan menjadi sebagaimana seorang anak yang suputra (berkarakter dan berprilaku baik) kepada orang tuanya. Melalui jalan bhakti akan merupakan pondasi penting untuk membangun kehidupan spiritual yang kuat, tanpa ego, untuk memperoleh karunia, rahmat dan cinta kasih Tuhan (Bersambung ke edisi berikutnya).