Tips Meraih Hidup Damai dan Bahagia
Empat Keinginan yang Harus Dibatasi

Oleh : Drs. Nengah Maharta, M.Si *)

 

Dalam menjalani hidup ini sesuai Dharma,  ada 4 keinginan yang harus dibatasi, yaitu: (1) makanan, (2) uang, (3) waktu, (4). energi. Berikut ini adalah penjabaran dari empat keinginan  yang harus dibatasi tersebut agar hidup kita menjadi berkualitas dan berguna.

  1. Makanan

Apa yang kita makan diusahakan sebagai amanat suci untuk meningkatkan kesucian bhudi, pikiran, jiwa atau Atman. Kalau kita masih makan sarwo bakso (apa saja dimakan), maka tujuan hidup untuk meningkatkan kesadaran akan mengalami hambatan. Hendaknya kita memakan jenis makanan sebagai amanat suci untuk meningkatkan spiritual (kesadaran).  Sifat Tri guna (Satwam, Rajas, Tamas) kita sangat  dipengaruhi oleh jenis makanan yang kita makan, kalau kita terlalu banyak makan daging, maka sifat tamas yang dominan. Begitu juga, bila kita sedikit makan daging, maka sifat rajas yang dominan. Tetapi, jenis makanan yang dapat membuat sifat Satwam  dominan adalah  jenis makanan satwika agar dapat meningkatkan sifat Satwam.

Kita mesti berusaha agar memiliki sifat Satwam lebih dominan dari sifat Rajas dan Tamas agar dapat lahir menjadi manusia.  Di dalam Veda disebutkan, syarat  lahir menjadi manusia apabila memiliki sifat Satwam lebih dominan dari sifat Rajas dan Tamas. Kriteria makanan Satwika adalah:  (1). Tidak dibuat dari bahan Rajas dan Tamas; (2). Tidak dimasak 2 (dua) kali atau lebih (contoh: nasi goreng); (3). Tidak terlalu keras, tidak terlalu lembek, tidak terlalu asin, tidak terlalu pahit, tidak terlalu pedas, tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin (contoh es), tidak terlalu pahit, tidak terlalu manis, tidak terlalu asam, dll; (4). Tidak dianget-anget (ke luar-masuk kulkas); (5). Bahan dan pemasaknya mesti suci; (6).  Dipersembahkan terlebih dahulu sebelum dimakan.

Ada kisah nyata dari seorang Brahmana, saat diundang untuk memimpin upacara. Setelah selesai memuja,  Beliau disuguhi makanan dari membeli. Setelah selesai makan, Brahmana langsung pulang sambil mengambil mangkuk berlapis emas yang ada di meja makan. Besok paginya, saat puja surya sewana di pasramannya, saat beliau sedang menchantingkan mantram, tiba-tiba banyak mantram terlupakan, sehingga pemujaan menjadi tidak sempurna. Setelah sang Brahmana, melakukan pensucian,  baru menyadari bahwa dirinya telah mencuri mangkuk.

Dengan buru-buru sang Brahmana mengembalikan mangkuk itu, sambil bertanya dari manakah asal makanan yang disuguhkan kemarin? Setelah dicek, ternyata makanan itu dibeli dari rumah makan yang dimasak oleh orang yang suka mencuri.

Melakukan Puasa Ekadasasi setiap 2 (dua) minggu, sangat penting sekali untuk menyucikan Budhi, karena Budhi adalah penguasa pikiran.  Pikiran adalah penguasa Panca Indera (suara, sentuhan, cita rasa, penglihatan, dan menciuman). Atman adalah penguasa Budhi dan Tuhan adalah penguasa Atman.  Jadi melakukan puasa Ekadasi akan dapat menyucikan Budhi, Pikiran, dan Atman. Puasa juga dapat menyehatkan badan lahiriah, karena dengan berpuasa akan terjadi pembaharuan sel (generasi sel), memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan fungsi sel getah  bening  menjadi 10 kali lipat. Di dalam makanan berstana Ida Bhatara Bhoga, sehingga setiap akan makan supaya berdoa terlebih dahulu. Hindari agar tidak ada satu butir nasi pun tersisa di dalam piring dan terbuang.

  1. Uang

Bagaimana cara menggunakan uang agar betul-betul tepat. Menurut Pustaka Suci Saramusccaya 262: Penghasilan bersih supaya dibagi 3 (tiga) bagian yaitu untuk :

1). Dharma. Sepertiga (1/3) dari penghasilan bersih digunakan untuk kegiatan Dharma. Kegiatan Dharma  yang memerlukan biaya, yaitu: (1). Sila : melakukan perbuatan baik (rahayu); (2). Yadnya : persembahan suci; (3). Tapa : pengendalian indria; (4). Berdana : suka memberi; (5). Berguru :  punya penuntun hidup; (6). Diksa : pensucian (saucam, melukat, puasa); (7). Yoga : meditasi/samadhi.

2). Artha. Sepertiga (1/3) dari penghasilan mesti ditabung atau dikembangkan untuk kegiatan usaha, agar ada diwariskan kepada anak cucu supaya keturunannya hidup bahagia dan damai. Sebab, saat kita sudah menjadi Hyang Pitara, masih tetap berhubungan dengan keturunan sampai 10 tingkatan. Doa-doa keturunan sangat diperlukan oleh Sang Pitara saat berada di Alam Pitara agar dilancarkan menuju Alam Dewa, karena Sang Pitara tidak bisa melakukan karma di Alam Pitara.

3). Kama. Sepertiga dari penghasilan digunakan untuk memenuhi pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kegiatan sosial. Uang yang dipakai untuk berdana , besarnya [1/3 x 1/7 = 1/21 x penghasilan bersih] = 4,75 % [5 %] x penghasilan bersih.  Berdana 5 % ini supaya betul-betul diwujudkan. Jangan sampai uang 5% dari penghasilan bersih digunakan untuk memenuhi keinginan diri sendiri, karena uang itu adalah milik orang lain. Bagaimana caranya mengatur uang 5% itu agar digunakan untuk membantu orang lain?

Misalnya penghasilan bersih setiap bulannya Rp.3.000.000. Maka untuk berdana = 5% x Rp.3.000.000 = Rp.150.000.  Uang Rp.150.000 ini dibagi 30 hari, diperoleh = Rp.5.000. Jadi setiap hari taruh uang untuk sesari Rp.5.000 pada banten/persembahan.  Kemudian uang sesari Rp.5.000 ini dikumpulkan, sewaktu-waktu digunakan untuk berdana kepada orang lain atau lembaga yang sangat memerlukan. Ke mana saja kita berdana agar mendapatkan phala karma yang berlimpah?  Berikut ini adalah contoh-contoh peruntukannya:  (1). Menjadi orang tua asuh; (2). Membantu pasraman; (3). Membantu guru honor mengabdi di pasraman atau sekolah; (4). Membantu orang menyebarkan dharma; (5). Membantu orang miskin; (6). Membantu orang yatim dan atau piatu, terlantar, dll; (7). Membangun panti asuhan; (8). Memberikan makan orang kelaparan; (9). Lainnya.

Tetapi, uang 5% ini tidak boleh digunakan untuk urusan Tri Rna, seperti biaya pembangunan pura/merajan, biaya berupacara,   punia sulinggih, ngurus orang tua, ngurus anak, dll. karena semua ini merupakan kewajiban (bayar hutang hidup).  Bila dana 5 % ini kita pakai untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, maka kita tergolong rakus, dan rakus tergolong dosa [BG, XVI.21].  Bila untuk memenuhi kebutuhan pokok dari kama tidak mencukupi, maka bisa diambil dari pengeluaran lain, asalkan  dana punia 5 %  tetap  harus diwujudkan dan dana untuk artha tetap diadakan, agar ada yang diwariskan kepada keturunan.

  1. Waktu

Di jaman kali ini, umur kita sangatlah pendek, sehingga tidak ada waktu hidup berleha-leha (bermalas-malasan). Oleh karena itu gunakan waktu tahapan hidup [ Catur Asrama ] ini dengan sebaik mungkin sesuai tujuan hidup [Catur Purusa Artha ].  Brahmacari [0 – 25 th], prioritas menuntut dharma . Pada tahapan ini, prioritasnya menuntut ilmu dunia dan ilmu tentang dharma. Ada waktu yang banyak, jangan sampai disia-siakan. Lakukan karma pribadi sebaik mungkin dan kendalikan nafsu seksual sekuat mungkin. Grahastha [25 – 50 th], masa berumah tangga, menekankan mencari artha. Saat tahapan ini ada kekuatan dan uang, tetapi waktu tidak ada. Gunakan waktu dengan baik agar ada waktu untuk melakukan karma pribadi, karma keluarga, dan karma masyarakat. Wanaprastha [50 – 75 th], masa mengurangi nafsu (Kama). Saat ini ada uang dan waktu, tetapi kekuatan untuk berkarma sudah  berkurang. Tetapi, masih wajib melakukan dana-punia. Terlebih kita hidup di jaman kali, dengan umur pendek, mesti harus pandai menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya, agar ada waktu untuk melakukan karma pribadi, karma keluarga, dan karma masyarakat. Apalagi saat usia di atas 60 tahun,  kita  sudah  tidak diharuskan lagi melakukan karma masyarakat, melainkan fokus ke karma pribadi dan  karma keluarga. Begitu juga, setelah memasuki usia pada tahapan Bhiksuka yang ada hanya dirinya dan Tuhan (Narayana/Brahman/Hyang Widhi). Sudah melepaskan semua ikatan duniawi, sehingga tidak lagi melakukan karma keluarga dan karma masyarakat. Melainkan fokus melakukan karma pribadi.

Para Guru memberi tahu, agar membagi waktu setiap harinya  dengan perbandingan: Satwam : 60%;  Rajas: 30% dan Tamas: 10% agar satwam lebih banyak dari rajas dan tamas, sebagai syarat mutlak untuk bisa lahir menjadi manusia. Dari waktu satu hari 24 jam, setelah dikurangi waktu tidur 6 jam, maka tinggal 18 jam. Waktu 18 jam inilah dibagi. Waktu untuk melakukan hal-hal bersifat ” Tamas ” 10% = 1,8 jam. Contoh waktu  Tamas : Ngobrol ngalor-ngidul dengan teman yang tidak ada manfaatnya; tidur belum waktunya; nonton TV dan main HP yang kurang ada manfaatnya; berjalan-jalan dan lain-lainnya. Waktu untuk melakukan hal-hal bersifat ” Rajas ” : 30% = 5,4 jam.  Contoh waktu untuk Rajas : (1). bekerja untuk mencari uang tambahan; (2). berorganisasi; (3). Lainnya.  Waktu untuk melakukan hal-hal bersifat “Satwam” : 60% = 10,8 jam. Contoh waktu untuk Satwam : (1). Melaksanakan dharma; (2). Bekerja sesuai swadharma dalam Catur Warna; (3). Memberikan pelayanan;  (4). Aktivitas lain yang bermanfaat karma baik.  Dengan memanfaatkan waktu 10,8 jam, maka untuk mendapatkan karma berlimpah dengan mudah didapat.

  1. Energi

Supaya kita bisa menjalani hidup ini dengan keadaan bahagia dan damai,  kita mesti memiliki energi (tenaga) yang baik. Setelah energi terkumpul di dalam diri, maka diusahakan agar energi itu tidak terbuang secara percuma.  Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan energi  pitrak yaitu: (1). Mengkonsumsi makanan satwika; (2). Melakukan yoga Pranayama, Surya Namaskara dan Asanas; (3). Melakukan Japa dan Meditasi; (4). Rutin melakukan puasa Ekadasasi, dll.  Energi yang kita kumpulkan ini, agar tidak hilang percuma, maka janganlah : (1). Mudah tersinggung dan marah; (2). Melihat hal buruk; (3). Berpikir buruk; (4). Mendengar hal buruk; (5). Berbicara buruk; (6). Berbuat buruk.

Energi bisa bertahan di dalam diri kita, apabila kita selalu menjaga arloji [ WATCH ] yang ada pada diri kita. Apa itu WATCH ?  W : Jagalah kata-katamu [Words];  A : Jagalah tindakanmu [Action];  T : Jagalah pikiranmu [Thoughts];  C : Jagalah karaktermu [Character] dan H : Jagalah hatimu [Heart].  Selain itu jagalah cara berpikirnu, karena berpikir menentukan ucapan, ucapan akan menentukan tindakan, tindakan akan membentuk kebiasaan, kebiasaan akan membentuk karakter, dan karakter akan menentukan nasib. Jadi nasibmu ditentukan oleh cara berpikirmu. Om Hyang Widhi, semoga terjadi sesuai kejendak-Nya. Samastha Lokha Sukino Bhavantu, semoga semua makhluk hidup di alam ini berbahagia (* Penulis adalah Pendiri STAH Lampung, Ketua Yayasan Bhuwana Ashram Lampung dan Anggota Sabha Walaka PHDI Pusat).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email