Oleh: Drs. Nengah Maharta. M.Si *)
Om Swastyastu
Terjadinya kesenjangan antara hak perempuan dan laki-laki disebabkan oleh sistem Patrialistik. Sistem Patrialistik adalah sebuah aturan yang tertulis di dalam awig-awig adat. Dalam awig-awig adat itu, bahwa kaum laki-laki diberikan tanggung jawab penuh dalam suatu keluarga, yang menyebabkan kaum perempuan menjadi terpinggirkan. Selain tidak adanya tanggung jawab di dalam suatu keluarga, perempuan tidak mendapatkan pembagian hak waris dan hak harta gono-gini dari orang tuanya. Kerap terjadi, perempuan juga tidak mendapatkan hak pendidikan yang sama seperti kaum laki-laki. Mereka juga tidak mendapatkan hak-hak lainnya setelah menikah. Padahal menurut kitab suci Weda, kedudukan perempuan sangat terhormat di dalam sebuah keluarga.
Di dalam sistem Parialistik, masyarakat adat yang berhak mendapatkan hak harta gono-gini dan hak waris adalah anak laki-laki, mengapa demikian? Karena masyarakat adat menganggap ketika anak perempuan sudah menikah (mawiwaha), ia akan dibawa ke rumah suaminya. Perempuan itu sudah menjadi tanggung jawab dari keluarga pihak suami, sehingga tidak ada lagi tanggung jawab dan hak setelah menikah.
Di dalam kitab suci Manawa Dharmasastra, IX.118 disebutkan, “semasih belum menikah anak perempuan berhak mendapatkan hak waris dan hak harta gono-gini dari orang tuanya sebesar 1/4 dari pembagian masing-masing saudara laki-lakinya. Jika menerapkan kitab suci ini, seharusnya orang tua memberikan hak kepada anak perempuan dari pengelolaan aset warisan leluhurnya dan juga mendapatkan hak dari harta yang diperoleh dari orang tuanya yang digunakan untuk menempuh pendidikan dan juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya serta untuk dana tabungan yang akan ia bawa ketika menikah sebagai harta bawaan/harta tatadan.
Contoh, bila kedua orang tuanya memiliki harta, baik dari pengelolaan aset warisan maupun harta gono-gini dari orang tuanya sebesar Rp.12 juta per bulan, dengan 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Uang Rp.12 juta itu dibagi dulu oleh dua anak laki-lakinya. Setiap anak laki mendapatkan uang Rp.6 juta. Karena anak perempuan mendapatkan hak 1/4 dari pembagian setiap saudara laki-lakinya, maka anak perempuannya akan mendapatkan pembagian = 1/4 x 6 juta + 1/4 x 6 juta = Rp.3 juta/bulan. Sedangkan setiap anak laki-lakinya mendapatkan pembagian sebesar Rp. 4,5 juta/bulan.
Di dalam Susastra Hindu, anak perempuan merupakan bibit unggul di dalam keluarga, karena dari dialah akan dapat menurunkan keturunan yang memiliki Kecerdasan Intelegensi (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ). Oleh karena itu, anak perempuan sudah seharusnya mendapatkan pendidikan yang tidak kalah pentingnya dengan kaum laki-laki. sebagai persiapan untuk menjadi seorang ibu yang memiliki kecerdasan yang baik. Hasil penelitian menunjukkan, 60% gen anak diturunkan oleh ibunya.
Apa yang terjadi kalau kaum perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang layak? Dapatkah dia menghadirkan keturunan yang memiliki gen yang unggul? Tentu jawabannya, tidak mungkin. Karenanya, jangan menyia-nyiakan seseorang anak perempuan hanya karena adanya sistem Patrialistik dalam masyarakat adat. Jika kita ingin memiliki keturunan yang hebat, maka wujudkanlah anak perempuan menjadi putra yang baik (suputra) yaitu penyelamat kesengsaraan para leluhur dan penyelamat keturunan sampai 10 tingkatan.
Selain itu, perempuan juga akan membawa kebahagiaan di bumi dengan catatan jangan sampai ada kata-kata hinaan dan kutukan, sebab bila terjadi kata-kata hinaan dan kutukan, maka tidak akan ada yadnya yang berpahala di dalam keluarga itu, bahkan kekuatan misteri akan menghancurkan keluarga itu.
Dalam kitab suci Manawa Dharmasastra III. 55 tersurat:
Yatra naravat supujyante
Ramante tatra devatah
Yatra itastuna pujyante
Sarva stalah kriyah
Artinya “di mana perempuan dihormati, di sana ada kebahagiaan dan kesejahteraan dan di mana perempuan tidak dihormati, tidak ada pekerjaan yang menghasilkan apa-apa”. Memiliki anak perempuan sesungguhnya adalah anugerah, karena kaum perempuan memiliki banyak kelebihan, sehingga dapat menyelamatkan keluarga itu.
Dalam Purana disebutkan bahwa Dewa Indra pernah memberikan berkat kepada benda dan makhluk hidup di Bumi. Apa berkat itu? Kepada siapa berkat itu diturunkan?
Dewa Indra pernah memberikan berkat kepada bumi, Dewa Indra pernah memberikan berkat kepada air, Dewa Indra pernah memberikan berkat kepada pohon bergetah, dan juga Dewa Indra pernah memberikan berkat kepada kaum perempuan. Berkat yang diturunkan Dewa Indra kepada kaum perempuan adalah berkat berupa kekuatan spiritual. Dalam berkatnya bahwa kaum perempuan memiliki kekuatan spiritual sembilan kali lipat daripada kaum laki-laki, sehingga perempuan sebagai seorang Dewi di bumi. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita memperlakukan anak perempuan secara adil. Bila kita dapat memanfaatkan kelebihan dari kaum perempuan, maka kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan, kebijaksanaan dan kedamaian akan terjadi dalam keluarga itu, bahkan para Dewa-Dewi akan merasa senang terhadap keluarga itu. Sebaliknya, bila kita berlaku tidak adil terhadap perempuan dan tidak ada penghormatan, maka tidak ada upacara yadnya suci apa pun yang berpahala, bahkan kekuatan misteri akan menghancurkan keluarga itu.
Demikian mulia dan luhurnya Weda memberikan penghormatan kepada kaum perempuan. Namun kenyataanya, di dalam keluarga masyarakat adat, banyak hak-hak perempuan terabaikan dibandingkan hak laki-laki, padahal kita tahu kedudukan perempuan sangat tinggi. Kita harapkan agar orang tua dapat memberikan hak kepada putrinya sesuai dengan ajaran Weda, karena satu perempuan hadir di dalam keluarga akan mampu menyelamatkan leluhurnya sampai 10 tingkatan.
Selain hal tersebut Dewa Indra telah menganugerahkan untuk kaum perempuan berupa kekuatan spiritual 9 kali lebih kuat dari kekuatan spiritual kaum laki-laki. Oleh karena itu beruntunglah mempunyai anak perempuan, kelebihan kekuatan ini mestinya tinggal digali dan dikembangkan agar bermanfaat dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara supaya di dalam keluarga tidak terjadi perbedaan yang tajam antara hak laki-laki dan perempuan.
Selain itu, laki-laki harus berusaha menaikkan kekuatan spiritualnya agar tidak ketinggalan jauh dari kaum perempuan. Itu sebabnya di dalam Weda yang seharusnya melakukan pemujaan sehari-hari adalah laki-laki agar bisa mengimbangi kekuatan spiritual perempuan. Namun, realita di kalangan masyarakat kita, malah terjadi sebaliknya, perempuan lebih rajin menghaturkan persembahan atau melakukan pemujaan, sehingga kaum laki-laki ketinggalan kekuatan spiritual. Jika di dalam rumah tangga kekuatan spiritual antara suami dan istri tidak seimbang, maka untuk memperoleh semua bentuk keberuntungan tidaklah berlangsung mulus.
Om asato ma sadgamaya tamaso ma jyotir gamaya mrtyor ma amritam gamaya samasta loka sukino bhawantu. Om Santih, Santih, Santih Om (* Penulis adalah tokoh Hindu di Provinsi Lampung, anggota Sabha Walaka PHDI Pusat).