Hindu Mengajarkan Toleransi, Damai dan Cinta Kasih

Ir. Nyoman Merta, M.I.Kom (Pemimpin Umum/Redaksi)

Ajaran Hindu dalam berbagai pustaka suci mewajibkan umatnya untuk selalu menerapkan nilai-nilai kebenaran (sathya), kebajikan (dharma), kedamaian (shanti) dan cinta kasih (prema) dan anti kekerasan (ahimsa). Ajaran ini kalau dirangkum disebut Panca Pilar yaitu lima nilai-nilai mulia yang mesti diamalkan oleh setiap umat Hindu. Panca Pilar ini merupakan intisari ajaran Hindu sebagaimana diajarkan oleh Paduka Bhagawan Sri Sathya Narayana. Penerapan nilai-nilai luhur dan mulia itu bukan hanya kepada umat sedharma melainkan kepada sarva prani hitang karah (semua makhluk hidup ciptaan Tuhan) termasuk kepada umat beragama lain.

Hindu juga mengajarkan Vaisudhaiva Kutumbhakam, kita semua bersaudara. Tak seorang pun di dunia ini dianggap musuh. Semuanya adalah saudara apalagi sesama umat Hindu. Tak hanya itu, Hindu mengajarkan Tatwam Asi, artinya Itu (kamu) adalah Aku. Ajaran Tatwam Asi mengandung nilai spirit sangat luhur dan mulia. Ini adalah ajaran empati (orang Jawa bilang Tepo Seliro). Empati maknanya adalah ikut merasakan kesedihan dan atau kebahagiaan orang lain.
Agar mampu menerapkan nilai-nilai dari ajaran tersebut, umat Hindu diminta memulai dengan mengalahkan musuh-musuh di dalam dirinya yang disebut Sad Ripu (Enam musuh utama di dalam diri). Sad Ripu terdiri dari Kama, Lobha, Kroda, Mada, Moha, Matsarya. Kama artinya keinginan atau hawa nafsu. Lobha berasal dari kata “lubh” yang berarti tamak, rakus. Krodha artinya marah. Krodha karena ketidakpuasan, kecewa, dendam, dan merasa terhina. Mada artinya mabuk/kemabukan. Kemabukan muncul dari dalam diri sendiri. Mabuk karena minuman, mabuk karena kekuasaan, mabuk berjudi dan sebagainya. Moha artinya bingung. Bingung tak dapat menentukan sikap, kecerdasannya hilang, tak tahu arah, tak tahu mana yang benar dan salah, tak tahu mana baik mana-buruk, tak tahu mana yang berguna dan yang tidak. Matsarya artinya iri hati. Iri hati, cemburu, seringkali muncul karen kecewa, tidak puas, ketidakadilan dan kegagalan hidup.
Di atas kertas, ajaran Hindu itu sangat mulia dan universal. Hanya saja pelaksanaannya memang tidak mudah. Bila kita mengamati perkembangan terkini terhadap kehidupan umat Hindu di Bali, dengan jelas kita melihat situasi saat ini di mana sebagian umat Hindu (terutama mereka yang aktif berkegiatan di pasraman-pasraman) sedang galau, resah gelisah. Kenapa ? Mereka galau, resah gelisah sejak diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh Ketua PHDI Bali dan Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali. Dalam SKB itu disebutkan bahwa umat Hindu dari sampradaya non-dresta Bali dilarang berkegiatan di wewidangan Pura di seluruh Bali karena dikhawatirkan akan menggerus adat dan budaya Bali. Selain Hare Krishna, tidak disebutkan, siapa yang dimaksud sampradaya non-dresta Bali. Ini fakta, nihilnya toleransi, kedamaian dan cinta kasih antarsesama umat Hindu. Ini juga bukti bahwa Vaisudhaiva Kutumbhakam dan Tatwam Asi belum dilaksanakan oleh umat Hindu. Jadi baru sebatas teori (*).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email