DENPASAR – Tindakan tegas Kejaksaan melakukan eksekusi paksa terpidana penodaan hari suci Nyepi tahun 2023 di Desa Sumberkelampok, Buleleng, menuai protes dari sebuah lembaga agama. Bahkan lembaga agama itu mengancam akan melaporkan Kejaksaan ke pemerintah pusat. Ancaman tersebut menuai reaksi dari berbagai pimpinan organisasi dan aktivis hukum yang mendukung penuh dan mengapresiasi langkah tegas Kejaksaan. Mereka menolak tudingan bahwa Kejaksaan bersikap arogan dengan eksekusi paksa, sembari mengingatkan bahwa kedua terpidana sudah tiga kali mangkir dari panggilan Kejaksaan, sehingga upaya paksa itu akhirnya dilakukan secara terukur, bersama aparat kepolisian. Demikian siaran pers Tim Hukum PHDI Provinsi Bali diterima redaksi media ini, Sabtu, 26/4/2025
Para pimpinan organisasi kemasyarakatan menilai, langkah tegas Kejaksaan tersebut sudah sangat toleran bagi kedua terpidana. Penindakan dilakukan setelah terpidana mangkir dari tiga kali panggilan, setelah turunnya putusan kasasi Mahkamah Agung RI, bagi dua terhukum, yakni Ahmad Zaini dan Muhammad Rasad.

‘’Dari dialog dengan Kejaksaan Negeri Singaraja tanggal 14 Maret 2025 lalu, kami mendapat informasi bahwa, langkah melakukan eksekusi paksa tersebut sudah didahului pendekatan persuasif oleh aparat penegak hukum. Kami bersama perwakilan organisasi kemasyarakatan, aktivis, akademisi, pemuda, advokat, dua kali mendatangi Kejaksaan Negeri Singaraja, guna menyampaikan harapan masyarakat, agar putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap, dilaksanakan, agar jangan terkesan negara kalah di depan terpidana. Kami membawa aspirasi masyarakat, yang mengetahui panggilan Kejaksaan tidak dipenuhi, sampai dengan panggilan ketiga. Selain itu, sebagaimana terpantau dari pemberitaan media, ada baliho-baliho pernyataan menolak eksekusi,’’ ujar Ketua Tim Hukum Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali, Ir. Putu Wirata Dwikora, S.H didampingi Sekretaris Tim, I Wayan Sukayasa, S.T, S.H, M.I.Kom.
I Wayan Sukayasa menambahkan, eksekusi dengan menjemput langsung para terpidana dibantu aparat kepolisian merupakan langkah yang terukur dan dilaksanakan agar eksekusi sesuai dengan filosofi negara hukum dan oleh otoritas hukum yang berkewajiban untuk itu.
Kemarin, sejumlah organisasi kemasyarakatan Hindu menyatakan sangat mendukung langkah tegas Kejaksaan. Diantara organisasi itu yakni Prajaniti Bali (melalui Pernyataan Sikap tanggal 23 April 2025) yang ditandatangani dr. Wayan Sayoga (Ketua) dan Made Dwija Suastana, S.H, M.H (Sekretaris), Kantor Hukum GEDE HARJA & ASSOCIATE (Pernyataan Sikap 24 April 2025) yang ditandantangani Gede Dimas Bayu Hardi Raharja, S.H, M.H, LBH Paiketan Krama Bali melalui rilis tertanggal 24 April 2025 dan dukungan penuh dari Forum Peduli Bali Santhi saat eksekusi dilakukan oleh Kejari Singaraja.
Baik, Prajaniti Bali, LBH Paiketan Krama Bali, Kantor Hukum GEDE HARJA & ASSOCIATE dan Forum Bali Santhi menyatakan, langkah tegas Kejaksaan sudah sangat tepat. Prajaniti Bali menyatakan, Kejaksaan tidak perlu gentar atas sikap tegasnya melaksanakan eksekusi atas putusan, sembari mengajak Krama Bali untuk menjaga peradaban Bali, kalau tidak ingin hancur oleh perilaku oknum-oknum yang tidak menghargai budaya, termasuk tradisi seperti hari suci Nyepi tersebut.
Seperti dilansir sejumlah media, dua terpidana kasus penistaan agama, Ahmad Zaini dan Muhammad Rasad, dieksekusi untuk menjalani hukuman penjara selama empat bulan penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Singaraja. Mereka dieksekusi dengan cara dijemput di rumah mereka masing-masing di Desa Sumberklampok, Kabupaten Buleleng, Senin (14/4/2025), pukul 03.30 Wita. “Tim eksekutor dari Kejari (Kejaksaan Negeri) Buleleng. Proses eksekusi sudah dilaksanakan dan dalam keadaan aman,” kata Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Putu Eka Sabana, dihubungi detikBali, (22/4/2025). (*ram)