Masih dalam Suasana Peringatan HUT ke-77 Republik Indonesia
Kesaksian Para Pendiri Republik, Menggali Semangat Patriotisme

Prof. Dr. Wayan Windia, Guru Besar Fak. Pertanian Unud, Koordinator Gugus Kebangsaan Provinsi Bali

Oleh : Wayan Windia *)

Menjelang HUT ke-77 Kemerdekaan RI, saya mendapat kiriman buku tentang riwayat pendiri republik. Menurut saya, para pendiri republik adalah orang-orang yang terlibat dalam perang kemerdekaan RI. Jenderal TB Simatupang menyebutnya sebagai Generasi Pembebas. Mereka adalah orang-orang yang terpanggil mempersembahkan jiwa raganya untuk NKRI, Pancasila, dan UUD 1945. Judul bukunya : “Pengabdian Paripurna Seorang Prajurit TNI Generasi 45”. Sebuah karya autobiografi yang ditulis oleh Jendral TNI (Pur) Widjojo Soejono.

Buku kesaksian yang lain yang pernah saya terima adalah karya Letjen TNI (Pur) Prabowo Subianto. Judulnya : “Kepemimpinan Militer Jilid I dan II, dan Paradoks Indonesia”. Isinya adalah catatan pengalamannya dibidang militer dan politik, serta pandangannya tentang warisan/pusaka Indonesia, yakni  tentang Pancasila dan UUD 1945. Prabowo juga menulis ide-ide solutif tentang Indonesia ke depan.

Tentang Pancasila dan UUD 1945, kedua jenderal itu tampaknya seirama. Bahwa Pancasila dan UUD 1945 memang paling cocok untuk Indonesia. Jenderal Widjojo bercerita tentang gerakan-gerakan yang dilakukan oleh TNI, untuk mendorong pemerintah (waktu itu) kembali ke UUD 1945. Akhirnya muncullah Dekrit Presiden, 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945 (yang asli).

Jenderal Widjojo adalah prajurit yang sangat senior dan terlibat dalam perang kemerdekaan. Beliau banyak menulis cerita selama perang kemerdekaan. Ceritanya sangat mengasyikkan, karena mengurai pengalaman pribadinya. Meskipun harus melawan penjajah Belanda dengan persenjataan sangat modern. Sedangkan tentara Indonesia hanya berbekal semangat perjuangan, persatuan-kesatuan dan nekat. Toch akhirnya para pejuang bisa memenangkan perang kemerdekaan.

Menurut catatan sejarah, tidak ada bangsa-bangsa di dunia yang kalah dalam perjuangan perang kemerdekaan. Jenderal Robert Mc. Namara menyebut, ada kesalahan besar Amerika Serikat dalam Perang Vietnam. Amerika mengira bahwa perjuangan Vietnam Utara melawan Vietnam Selatan sebagai perjuangan kaum komunis dalam rangka perluasan efek domino komunisme. Tetapi ternyata perang itu bagi Vietnam Utara adalah perjuangan merebut kemerdekaan. Itulah sebabnya jenderal-jenderal Vietnam Utara berhasil menggalang semangat rakyatnya untuk menguasai sebuah puncak bukit. Dari puncak bukit itulah Vietnam Utara bisa menggempur tentara Amerika. Suatu gerakan tentara yang sama sekali tidak diperkirakan oleh Amerika. Karena medan perbukitan itu sangat-sangat berat dan ganas. Tetapi, demi kemerdekaan, tentara Vietnam Utara mampu melakukannya.

Hal yang sama telah dilakukan pula oleh tentara Indonesia dalam perang kemerdekaan. Bahwa sebagai akibat dari keputusan politik, tentara Siliwangi harus keluar dari kantong-kantong pertahanannya di Jawa Barat, kemudian harus menyeberang ke arah Timur. Sebuah perjalanan yang sangat berat. Namun, harus dilakukannya demi Indonesia Merdeka.

Di Bali, Pahlawan Nasional Brigjen TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai (Pak Rai), juga melakukan gerakan serupa. Setelah memenangkan Perang Tanah Aron (Karangasem) pada 7 Juli 1946, Pak Rai harus bergerak lagi ke arah Barat. Untuk menghindari kejaran tentara Belanda. Pak Rai dan pasukannya harus menyeberang melalui puncak Gunung Agung, dengan resiko tidak makan dan minum secara wajar selama seminggu. Sebuah perjalanan yang sangat berat, dan dikenal di kalangan pejuang di Bali sebagai perjalanan Long March Gunung Agung.

Setelah 77 tahun Indonesia Merdeka, kita telah mengalami proses transformasi sosio- kultural. Terkait dengan hal ini, Jenderal Widjojo berpandangan bahwa telah terjadi perubahan yang elementer terhadap UUD 1945. Perubahan  itu terjadi karena adanya campur tangan asing. Disimpulkan dengan lugas bahwa sebuah lembaga asing itu kira-kira menyatakan bahwa : “Liberalisasikan konstitusimu atau Bank Dunia tidak akan mengucurkan dana talangan untuk mengatasi krisis moneter”. Dalam kaitan itu, dikutip pula pendapat Forum Bersama TNI-POLRI dengan mitra perjuangannya yang telah menerbitkan buku “Kaji Ulang Perubahan UUD 1945 Paska Empat Kali Amandemen”. Namun sayang, wacana itu tidak bergema sebagaimana yang diharapkan. Ibarat pucuk bunga yang layu sebelum mekar.

Karena terjadi perubahan sosial yang pesat, maka ada tendensi untuk memutarbalikkan fakta sejarah bangsa. Jenderal Widjojo dalam usianya yang telah mencapai 94 tahun dan terlibat dalam pahit getir perjuangan perang kemerdekaan, membuat beberapa kesaksian sebagai berikut.   (1) Bahwa Peristiwa Madiun, tahun 1948 adalah sepenuhnya sebuah pemberontakan. Pelaku utamanya adalah Ahmad Dahlan, pimpinan Brigade 29, yang berasal dari kelompok Partai Sosialis/Komunis, yang dikawal oleh Muso. (2) Bahwa pasukan Poh An Tui adalah sama saja dengan pasukan KNIL. Keduanya dibentuk oleh dan untuk kepentingan Belanda. Bahwa peristiwa Nganjuk pada tahun 1949 adalah reaksi rakyat terhadap tindakan pasukan Poh An Tui. (3) Bahwa peristiwa G-30-S/PKI adalah murni perbuatan PKI, yang dilaksanakan oleh Kelompok Supardjo dan Untung. (4) Bahwa kebijakan konfrontasi dengan Malaysia, adalah sebuah unsur dalam skenario kebijakan politik Nasakom. (5) Bahwa kita telah dapat memenangkan perang kemerdekaan. Tetapi apa yang sebenarnya terjadi adalah bahwa kita didukung oleh strategi Wehrkreise.

Catatan : Strategi Wehrkreise, adalah strategi perang yang menyebabkan para penyerang (musuh) bisa gulung tikar dan menyerah. Strategi inilah yang mampu memenangkan Rusia dalam perang melawan Perancis di bawah Napoleon Bonaparte. Kemudian, juga dapat memenangkan Rusia dalam perang melawan Nazi Jerman di bawah Hitler.  *) Penulis, adalah Guru Besar pada Fak. Pertanian Unud, dan Ketua Stispol Wira Bhakti.

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email