Makna Spiritual Hari Suci Purnama Sasih Kapitu

Luh Irma Susanthi, S.Sos., M.Pd

Oleh: Luh Irma Susanthi, S.Sos., M.Pd.

Koordinator Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali

HARI SUCI PURNAMA Sasih Kapitu merupakan salah satu momentum penting dalam kalender Bali (Pawukon), yang memiliki nilai spiritual tinggi dalam sasih kepitu, energi alam dan kosmis berada pada puncaknya, memberikan peluang besar untuk introspeksi, penyucian diri, dan peningkatan kesadaran spiritual untuk melakukan sadhana. Hari Purnama diyakini sebagai waktu ketika sinar candra (bulan) memancarkan energi positif yang sangat kuat untuk memperkuat vibrasi kesucian dan harmoni dalam kehidupan.  Makna Kesadaran Spiritual dalam Purnama Sasih Kapitu (sebagaimana perhitungan wariga) dapat dijabarkan dalam sebuah konteks yang sangat relevan saat ini yaitu:

  1. Kesadaran Kosmis (Makrokosmos dan Mikrokosmos)

Purnama Sasih Kapitu mengingatkan umat manusia akan kesatuan antara Bhuana Agung/Jagat Ageng (makrokosmos) dan Bhuana Alit/Jagat Cilik (mikrokosmos). Pada malam Purnama, alam mencapai keseimbangan sempurna, seharusnya dijadikan momen refleksi untuk memperbaiki dan meningkatkan keharmonisan antara manusia, alam dan Tuhan (sebagaimana filosofi Tri Hita Karana).

Sloka yang mendukung statement di atas adalah: “Yatha pinde tatha brahmande” (Upanishad). Artinya : Apa yang ada di dalam diri manusia, juga ada di alam semesta.

  1. Pembersihan Diri (Pavitram dan Shuddhi)

Purnama adalah waktu yang ideal untuk melakukan penyucian diri, baik secara fisik maupun spiritual, melalui melukat atau tirthayatra. Pada Sasih Kapitu, energi kesucian sangat kuat, membantu melenyapkan sarwa papa (dosa) dan klesha (kotoran pikiran).

Sloka: “Apavitrah pavitro va sarvavastham gato ’pi va, yah smaret pundarikaksham sa bahyabhyantarah shuchih.” (Manusmriti 5.109). Artinya : Baik dalam keadaan suci maupun tidak suci, siapa pun yang mengingat Tuhan dengan tulus akan menjadi suci, baik di dalam maupun di luar.

  1. Kesadaran Candra sebagai Simbol Keheningan

Bulan purnama melambangkan kesadaran jiwa yang murni dan tenang (Santih). Melalui meditasi atau yoga pada malam Purnama, seseorang dapat mencapai kondisi pikiran yang stabil dan bebas dari gejolak duniawi. Hal ini tercantum dalam Sloka: “Chandramā manaso jātah” (Rig Veda 10.90.13). Artinya : Bulan lahir dari pikiran Tuhan.

  1. Penguatan Sraddha (Keyakinan)

Hari Suci Purnama Sasih Kapitu menguatkan keimanan dengan memanfaatkan energi bulan untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa. Persembahan seperti sesajen, doa, dan upacara simbolis adalah cara untuk menghubungkan diri dengan kekuatan ilahi.

Sumbernya adalah Sloka  : “Shraddhaya satyamapyeti shraddhaya vindate mahat.”(Chandogya Upanishad 3.14.1). Artinya : Melalui keyakinan, seseorang mencapai kebenaran; dengan keyakinan, ia menemukan Yang Maha Agung.

Implementasi Spiritual dalam Kehidupan yang patut dilakukan oleh umat Hindu adalah sebagai berikut.

  1. Meditasi dan Yoga: Praktek meditasi saat Purnama Sasih Kapitu membantu menenangkan pikiran dan meningkatkan vibrasi spiritual.
  2. Malukat dan Tirthayatra: Penyucian diri di mata air suci menjadi simbol pembersihan pikiran, tubuh, dan jiwa.
  3. Refleksi dan Pengampunan: Gunakan momentum ini untuk introspeksi, memaafkan diri-endiri, dan memohon maaf kepada orang lain, sehingga menciptakan harmoni dalam hubungan sosial.
  4. Persembahan (Upacara): Melakukan upacara dengan tulus sebagai wujud bhakti kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Penguasa Alam Semesta.

Hari Suci Purnama Sasih Kapitu bukan hanya tradisi ritual, tetapi juga momentum sangat penting untuk menyadari hakikat hubungan kita dengan alam semesta dan Tuhan dengan memperkuat kesadaran spiritual. Ini momentum kita untuk memperbaiki diri, menciptakan keharmonisan, dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Esa. Momentum ini menjadi pengingat bahwa hidup bukan hanya tentang duniawi, tetapi juga perjalanan menuju kesempurnaan dan kesadaran rohani. Spiritualitas adalah bentuk kesadaran tertinggi manusia (manava) untuk menghadirkan sifat-sifat kedewataan (daiva) dan mengurangi sifat raksasa (danava/daitya) dalam diri.  Hal ini sejalan dengan  tujuan beragama yakni untuk menemukan jati diri yang sejati agar mampu menjaga alam semesta beserta isinya dari sebuah konsep luhur Tat Twam Asi.  Jaman Kaliyuga adalah saat yang sangat sulit untuk menghadirkan suasana keseimbangan antara mentalitas dan spiritualitas.

Hal sederhana yang dapat kita laksanakan adalah berlatih bersyukur, menjadikan tugas kita sebagai  proses pembayaran hutang karma agar menjadi tuntas sebagai wujud karma yoga. Karma yoga ini dapat kita jalankan dalam setiap peran yang kita lakoni sebagai swadharma, bertanggung jawab pada setiap kewajiban dan pekerjaan dengan  lascarya nekeng saking tuas ( tulus ikhlas).  Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Om Santih Santih Santih Om (*).

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email