DENPASAR – Kesehatan seseorang itu sangat bergantung dari apa yang ia makan. Kesehatan itu “barang” yang tak ternilai harganya, namun orang sering mengabaikannya. Orang baru sadar betapa pentingnya kesehatan setelah ia jatuh sakit dan terbaring lemas di rumah sakit. Salah satu cara mudah agar Anda selalu bisa hidup sehat adalah dengan memilih pola makan Vegan. Veganisme adalah sebuah filosofi dan gaya hidup yang peduli dan mempraktekkan kehidupan tanpa segala bentuk eksploitasi hewan, baik itu penolakan untuk mengkonsumsi hewan untuk makanan, pakaian, serta penolakan uji coba pada hewan. Orang-orang yang mempraktekkan gaya hidup Veganisme disebut dengan Vegan. Jadi pola makan Vegan adalah pola makan yang tidak mengkonsumsi semua jenis daging, ikan dan telor. Lalu, kenapa pola makan Vegan menjadi pilihan bagi orang yang mau selalu sehat ? Ikuti paparan berikut ini.
President of World Vegan Organisation, Dr. Susianto Tseng yang juga Secretary General of Indonesia Vegetarian Society (IVS) dalam sebuah wawancara dengan media ini (Rabu, 16/5/2023) disela-sela World Vegan Film Asia di Fortunate Cofee Bali, IVS Bali (Kawasan Mahavihara Buddha Maitreya) menyebutkan, pola hidup makan Vegan di Indonesia dimulai sejak 1998. Indikator untuk mengukur perkembangan pola makan Vegan adalah dengan menghitung jumlah restoran Vegan. Data menunjukkan pada 1998 jumlah rumah makan Vegan hanya 50 dan pada tahun 2017 menjadi lebih dari 2000 rumah makan Vegan. Menurutnya, pola hidup Vegan, selain menyehatkan (mengurangi biaya kesehatan), juga menunda proses penuaan (anti aging) dengan fitokimia (zat kimia dari tumbuh-tumbuhan). Tingkat kematian akibat penyakit dengan prevalensi tinggi seperti jantung, ginjal, stroke, diabetes, kanker dan lainnya relatif kecil di kalangan masyarakat dengan pola makan nabati (Vegan) dibandingkan dengan mereka dengan pola makan hewani (non-Vegan). Ini sejalan dengan anjuran “Bapak Kedokteran”, Hippokrates, yang mengatakan : “Let your food your medecine” (jadikan makanan sebagai obatmu). Pola makan Vegan telah mendapat dukungan dari Pemerintah, melalui berbagai kebijakan.
Salah satu dari dukungan tersebut adalah keluarnya PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif. Dari PP ini muncul istilah : “Air Susu Ibu untuk anak Ibu, Susu Sapi untuk Anak Sapi”. PP ini mewajibkan setiap ibu memberikan ASI kepada bayinya dan harus menolak susu formula untuk bayinya. Jadi, menurut Susianto, PP 33 ahun 2012 ini sangat mendukung pola hidup Vegan yang menolak semua produk hewani.
Susianto yang juga pakar nutrisi ini menyebut tempe sebagai salah satu jenis makanan yang kaya nutrisi. Menurutnya, tempe harganya 10 kali lebih murah daripada daging, namun gizinya 10 kali lebih tinggi ketimbang daging. Tempe itu disebutnya sebagai “Dewi Fortuna” dan penyelamat gizi masyarakat. Menurutnya, tempe, bukanlah makanan masyarakat kelas bawah. Bahkan tempe justru telah mendapat pengakuan inernasional sebagai makanan engan gizi terbaik. Sementara di Indonesia, tempe dianggap makanan murahan. Data menunjukkan, pada abad ke-17, tempe adalah makanan istana kerajaan di Jawa dan Bali. Hasil eksperimen menunjukkan, diet beberapa orang 21 hari dengan pola Makan Vegan beberapa orang menujukkan hasil sebagai berikut. Vegan dapat menurunkan Berat Badan (BB) hingga 7,3 kg; Lingkar perut berkurang 20 cm; Tekanan Darah 53/3 mmHg; Kolesterol 148 mg/dL; Gula Darah hingga 77 mg/dL; Trigliserida 832 mg/dL dan LDL 130,6 mg/dL.
Komunitas Vegan di Indonesia, menurut Susianto telah menandatangani MoU dengan pemerintah yakni Kementerian Kesehatan dalam menggalakkan dan mengkampanyekan Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) sejak Tanggal 1 Desember 2017. Ada 7 point dari Germas yang perlu diadopsi oleh masyarakat yakni : (1) Aktivitas fisik olah raga; (2) Makan buah dan sayur; (3) Tidak merokok; (4) Tidak mengkonsumsi minuman alkohol; (5) Melakukan cek kesehatan secara berkala; (6) Menjaga kebersihan lingkungan dan (7) Menggunakan jamban. Menurutnya, pola hidup Vegan sangat sejalan dengan kampanye Germas dari Kementerian Kesehatan. Komunitas Vegan Indonesia turut aktif mengkampanyekan Germas yang dicanangkan oleh Kemenkes.
Indonesia sebagai negara tropis dengan hasil sayuran dan buah yang berlimpah, namun banyak masyarakanya justru melalaikan makan sayur dan buah. Kenyataan ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pola hidup sehat. Hasil penelitian berbagai perguruan tinggi terkemuka di dunia seperti Harvard University menampakkan bahwa makan sayur dan buah dapat meningkatkan imunitas tubuh, terlebih masa pandemi Covid-19. Sayur dan buah mengandung antioksidan dalam jumlah yang sangat banyak sehingga dapat meningkatkan imunitas tubuh. Adanya anggapan bahwa sayur banyak mengandung purin langsung dibantah. “Purin paling tinggi justru dikandung oleh daging, jeroan, seefood, daging, kaldu, unggas” ujarnya. Sedangkan kandungan purin dalam sayur sangat rendah. Hasil penelitian Susianto saat di S2 menemukan, orang dengan pola makan vegan tidak mungkin kurang gizi, justru sebaliknya ia akan punya imunitas tubuh yang baik dan sehat walafiat
Dulu, pada tahun 1993 ada slogan Empat Sehat Lima Sempurna. Sejak tahun 2017 sampai saat ini telah berganti dengan “Isi Piringku” dengan pola makan : 1/3 makanan pokok, 1/3 sayur-sayuran, 1/6 buah-buahan, 1/6 lauk-pauk (1/12 hewani dan 1/12 nabati). Proporsi sebanyak 1/12 hewani itu hanya 8 % dari seluruh asupan gizi. Jadi, menurutnya, kalau mau selalu sehat dengan gizi seimbang, makanlah 92 % makanan Vegan. Manusia yang butuh sehat harus menjalankan program “Isi Piringku” dari Kementerian Kesehatan. Terkait Germas point 4, ia menyebutkan, tidak ada batas aman minum alkohol apa pun jenisnya. “Alkohol merusak liver dan meningkakan tensi darah” ujarnya. Sosialisasi pola hidup Vegan terus dilakukan dalam berbagai kesempatan sekaligus membantu pemerintah mengkampanyekan Germas. Hasilnya di seluruh Indonesia sudah ada 65 Cabang International Vegan Society (IVS), 7 rumah sakit Vegetarian/Vegan dan 30 an Sekolah Vegan. Sejumlah tokoh dan artis telah menjalani pola hidup Vegan. Satu di antaranya adalah Kak Seto Mulyadi. Menurut situs SehatQ, artis vegetarian dan vegan dari Indonesia yaitu Eva Celia, Tara Basro, Nadya Hutagalung, Sophia Latjuba, Dewi “Dee” Lestari, Dewi Gita, dan Sophie Navita. Mereka memutuskan tidak makan daging hewan dan produk turunannya. Menurut Susianto, beberapa waktu lalu di Jakarta digelar pameran dengan 168 jenis menu Vegan yang mendapat respon positif dari masyarakat.
Susianto menambahkan, selain bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, untuk mensosialisasikan Germas dan pola hidup Vegan, pihaknya juga telah menjalin kerjasama dengan Kemenparekraf, Kemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pertanian. “Kami tak henti-hentinya bicara pola makan Vegan, di setiap kesempatan, di mana saja dan kepada siapa saja” ujarnya.
Dilansir dari CNN Indonesia. Beberapa alasan kenapa orang memilih pola makan Vegan. Pertama, Etika : Kaum Vegan sangat meyakini semua ciptaan memiliki hak hidup. Tidak heran mereka memilih untuk tidak mengonsumsi produk hewani termasuk susu, madu, maupun gelatin. Untuk mereka yang menganut Veganisme, menghindari produk hewani tak sebatas pada makanan. Veganisme sendiri berarti cara hidup yang menghindari eksploitasi dan kekejaman pada hewan baik itu untuk makanan, busana atau hal-hal lain. Kedua, Kesehatan : Menganut pola makan Vegan diyakini membawa manfaat kesehatan. Diet berbasis tumbuhan alias plant based diet, misal, mampu menurunkan risiko diabetes tipe 2, kanker dan kematian dini. Mengurangi konsumsi produk hewani mampu menurunkan risiko penyakit Alzheimer atau kematian akibat kanker dan penyakit jantung. Ketiga, Lingkungan : Menjauhkan diri dari produk hewani diyakini juga mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan terutama yang berkaitan dengan peternakan hewan.
Laporan PBB pada 2010 menunjukkan, produk-produk hewani umumnya membutuhkan lebih banyak sumber daya dan mengakibatkan emisi gas rumah kaca lebih tinggi daripada produk berbasis tumbuhan. Contoh, peternakan menyumbang 65 persen emisi oksida nitrat, 35-40 persen emisi metana dan 9 persen emisi karbon dioksida. Ketiganya dianggap sebagai gas rumah kaca utama dan terlibat dalam perubahan iklim (*ram)