Bermodalkan Kekayaan Filosofi Hindu, Rasa Syukur dan Penghormatan pada Lingkungan
Momentum G20, Berkah bagi Masyarakat Bali

Ketum Paiketan Krama Bali, I Wayan Jondra saat berbicara dampak positif G20 bagi Bali

DENPASAR – Masyarakat Hindu di Bali memiliki kekayaan filosofi yang luar biasa yang bersumber dari ajaran Hindu. Selain memiliki kekayaan adat seni budaya dan tradisi yang unik, orang Bali dikenal memiliki rasa syukur yang sangat baik yang diwujudkan dengan ketulusikhlasan mereka melakukan persembahan melalui “yadnya” sehingga sampai hari ini, Pulau Bali juga diyakini memiliki Taksu (energi spiritual) yang menjadi daya tarik bagi orang di dunia untuk datang ke Bali. Inilah yang diyakini kenapa Bali dipilih menjadi tempat penyelenggaraan even internasional G20. Momentum G20 merupakan berkah bagi masyarakat Bali.

Hal itu dikatakan Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si saat berbicara sebagai narasumber diskusi publik bertajuk “G20, Momentum untuk Bali, Indonesia dan Dunia”  di WRM Sunari, Tanjung Bungkak, Denpasar, 14/11/2022.  Diskusi yang dipandu oleh Ngakan Made Giriyasa dan dihadiri sejumlah pengurus organisasi kemahasiswaan ini menampilkan empat pembicara yakni Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si (Ketua Umum Paiketan Krama Bali); Dr. I Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, S.H, M.Hum (Dekan Fak. Hukum, Univ. Mahasaraswati, Denpasar); I.B. Agung Parta Adnyana (Ketua GIPI Bali) dan  I Made Sunarsa, S.E (Ketua Forum Kajian dan Pemberdayaan Sunari,  Ketua KPID Bali Periode 2017-2021).

Suasana Diskusi Publik bertajuk “G20, Momentum bagi Bali, Indonesia dan Dunia”

Menurut Wayan Jondra, G20 memberikan dampak positif bagi Bali. “Dampak positifnya sangat banyak. G20 dapat meningkatkan bisnis UMKM, terbukanya peluang kerja instalasi listrik, bisnis pertamanan, disain kreatif, telekomunikasi bahkan sudah ada instalasi panel surya di Pulau Nusa Penida dan lain sebagainya” ujar dosen Politeknik Negeri Bali ini.  Menurutnya, sudah saatnya masyarakat Bali mendukung G20. Dukungan itu minimal dengan doa untuk kelancaran G20, juga dengan meningkatkan kepedulian jika ada orang lain tersesat meminta bantuan informasi. “Bantuan itu bisa dalam bentuk pelayanan (sevanam) kepada orang lain. Pelayanan kepada orang lain adalah bentuk bhakti kepada Tuhan” imbuhnya. Ia mengajak masyarakat Bali untuk mengikuti arahan pemerintah, termasuk untuk menjaga suasana kondusif aman nyaman selama perhelatan G20.

I Ketut Sukawati Lanang Perbawa mengulas ketulusan masyarakat Bali untuk melestarikan air yang diyakini sebagai sumber kehidupan. “Air, bagi orang Bali adalah sumber kehidupan. Orang Hindu meyakini air sebagai perwujudan Bethara Wisnu (simbol pemelihara kehidupan)” ujarnya. Para tetua Bali, kata Lanang Perbawa, memiliki filosofi akan pentingnya penghormatan kepada lingkungan (sarwa prani hitangkarah) sehingga ada upacara Tumpek Bubuh/Uduh (rasa syukur dan penghormatan kepada tetumbuhan), Tumpek kandang (rasa syukur dan penghormatan kepada hewan peliharaan); Tumpek Landep (rasa syukur dan penghormatan kepada daya pikir yang disimboliskan dengan bena-benda tajam seperti keris); dan berbagai jenis upacara persembahan menurut ajaran Hindu. Tetua Bali punya kebiasaan memberi persembahan kepada apa saja sebagai ungkapan rasa syukur tanpa perlu tahu teorinya. Menurutnya ini sebuah kearifan lokal bentuk penghormatan orang Bali kepada lingkungannya.

Berkat tingginya penghormatan orang Bali kepada lingkungan itu, Badan Dunia, UNESCO menetapkan Kawasan Batur, Tukad Pakerisan, Jati Luwih dan Taman Ayun sebagai Warisan Budaya Dunia. “Batur asal kata “batu” simbolis kekuatan;  Pakerisan asal katanya “keris” simbol menajamkan; Jatiluwih, asal kata “luwih” simbolis memperbaiki, melestarikan dan Taman Ayun, asal kata “Ayu” simbolis memperindah, mempercantik” paparnya.  Manfaat G20 menurut Lanang Perbawa adalah ABCDE (Abiotik, Biotik, Culture, Digital dan Ekonomi). Lanang Perbawa secara berseloroh mengajak masyarakat Bali untuk lebih berhati-hati dan cerdas menyikapi sesuatu agar tidak dijadikan buron (binatang) seperti “kuda” (kuda tunggangan); “domba” (diadu domba); “kelinci” (kelinci percobaan); atau “kambing” (kambing hitam).

Narsum (Kiri ke Kanan) : Lanang Perbawa, I Made Sunarsa, I.B. Agung Parta Adnyana dan I Wayan Jondra

Bagi Ketua GIPI Bali , I.B. Agung Parta Adnyana, setidaknya ada 3 manfaat dari perhelatan G20 di Bali yakni manfaat infrastruktur, ekonomi dan reputasi. Dari sisi infrastruktur, pemerintah telah mempercantik ruang VVIP Bandara Ngurah Rai, Kawasan Nusa Dua, Sanur, Ubud bahkan Nusa Penida. “Bahkan di Ubud, saat ini sudah ada penanaman kabel-kabel listrik sehingga tampak lebih indah” ujarnya. Dari sisi ekonomi, tingkat hunian hotel telah mencapai 80 % bahkan full booking. Terjadi peningkatan tingkat hunian wisatawan manca negara 33 % dan wisatawan domestik sebesar 51 persen. Ini adalah angka yang cukup menggembirakan bagi Bali setelah 2,5 tahun dihantam pandemi.

Menurut Parta Adnyana, tak kurang dari 7,5 triliun dana dialokasikan oleh pemerintah dalam persiapan dan perhelatan G20. Dari angka itu, setidaknya 1,7 triliun dialokasikan untuk penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat dengan menyerap 33 ribu tenaga kerja.  Dari sisi reputasi, Bali mendapat publikasi secara gratis dengan datangnya jurnalis asing yang menyertai 17 Kepala Negara G20 ke Bali. “Ini adalah publikasi gratis yang mempermudah kerja GIPI” ujarnya. Perhatian dunia yang tertuju ke Bali akan berdampak positif bagi pariwisata Bali. Ia memprediksi, pada 2022, Bali akan mencatat 21 juta wisatawan.

Namun demikian, ia minta pemerintah agar lebih menggarap aspek keamanan agar tetap kondusif. Penanganan dan pengelolaan sampah sangat penting dikerjakan agar Bali tampak bersih dan asri. Sementara untuk mengatasi kemacetan, pemerintah mesti serius membangun infrastruktur jalan dan saluran air/got. “Masalah sampah dan kemacetan sangat penting diatasi aga wisatawan tidak mengeluh karena sampah dan macet” imbuhnya.

Sebelumnya, I Made Sunarsa, secara umum mengurai bahwa sampai saat ini Bali masih sangat bergantung pada sektor pariwisata. Sampai saat ini, ketergantungan masyarakat Bali pada sektor pariwisata sangat dirasakan selama pandemi covid-19, tatkala pertumbuhan ekonomi Bali anjlok hingga minus 13,9 persen. Seluruh sektor informal dan UMKM masih sangat bergantung pada pariwisata. Tampak bahwa saat pariwisata mulai bangkit, ekonomi Bali juga mulai tumbuh. Menurutnya, sektor pariwisata sangat rentan terhadap isu keamanan, pencemaan lingkungan dan kemacetan. Oleh karenanya, menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat Bali untuk ikut menjaga suasana Bali agar tetap kondusif, menjaga kebersihan lingkungan. Sementara, untuk mengatasi kemacetan, pemerintah diminta lebih serius menata infrastruktur jalan dan pengaturan lalu lintas sehingga memberikan kenyamanan bagi seluruh pengguna jalan.

Dalam sesi diskusi, menurut mantan  anggota KPID Bali, I Wayan Sudiarsa, G20 membuka kesempatan bagi perusahaan star-up di Bali menjadikan Bali sebagai etalase dunia digital. Dosen IT ini berharap momentum G20 lebih mampu Bali menjadi Bali yang Satyam, Siwam, Sundaram. Sementara itu, sejalan dengan harapan para narasumber masalah sampah,  Ketua PD KMHI Prov. Bali, Putu Esa Purwita meminta pemerintah lebih serius menangani sampah karena saat ini di beberapa sungai masih dikotori oleh sampah. Putu mempertanyakan efektivitas Pergub No. 97 tentang penggunaan sampah satu kali pakai, terlebih lagi saat ini wajah Bali menjadi sorotan  dunia. (*ram).

 

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email