Prof. Windia Berbicara di Ajang Bali International Field School for Subak 2022
Pemerintah Daerah di Bali Diminta Ikut Menjaga dan Melestarikan Subak

Prof. Wayan Windia (Pojok depan) usai berbicara Subak di hadapan peserta BIFSS

Karangasem– Tahun 2022 ini, Subak Selat di Kabupaten Karangasem  terpilih sebagai tempat pelaksanaan Bali International Field School for Subak (BIFSS). Dengan pelaksanaan BIFSS, Subak Selat diharapkan bisa berkembang pesat untuk menyejahterakan petani. Kini di Subak Selat sedang dikembangkan pertanian organik, koperasi tani, dan lainnya.

Guru Besar Fakultas Pertanian Unud yang juga Ketua Stispol Wira Bhakti, Prof. Dr. Wayan Windia, S.U, Senen (29/8) diundang untuk memberikan ceramah tentang Subak kepada para peserta BIFSS. Dari ceramah itu, para peserta diharapkan mendapatkan pemahaman awal tentang Subak. Selanjutnya, pada Jumat (2/9), para peserta akan berdiskusi untuk bisa memberikan rekomendasi kepada pemeritah. Para peserta BIFSS tahun 2022 berasal dari beberapa kampus di Indonesia dan luar negeri di antaranya dari Austria.

Pada kesempatan itu, Prof. Windia berbicara tentang definisi, fungsi dan sejarah Subak; bagaimana Subak menerapkan filsafat Tri Hita Karana (THK), apa-apa yang tidak boleh dilakukan di kawasan Subak, dan lain-lain. Disebutkan bahwa, berdasarkan beberapa purana (catatan sejarah), masyarakat dilarang, bermain seks di kawasan sawah (Subak), tidak boleh berkata-kata kasar, dan tidak boleh ada adu fisik hingga mengeluarkan darah di kawasan Subak .

Larangan itu diberlakukan karena kawasan Subak adalah kawasan yang sakral atau disucikan. Buktinya, di setiap ulun carik yang mejadi wilayah Subak, secara rutin dilakukan ritual dengan persembahan sesaji. Semua ritual itu ditujukan untuk memuliakan Tuhan Yang Maha Esa, dalam wujudnya sebagai Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Bagaimana kalau ada pelanggaran ? Maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi. Sanksinya, berupa ritual yang disebut Upacara Mebalik Sumpah. Ada juga yang menghaturkan sesaji Guru Piduka sebagai simbolis permohonan maaf.

Ketua pelaksana BIFSS, Dr. Catrini Pratihari Kubontubuh, M.Sc (Dr. Ari) mengatakan, tahun ini adalah pelaksanaan BIFSS yang ke-8. Sebelumnya pernah diselenggarakan di Gianyar dan di Kota Karangasem. Sejak tahun lalu BIFSS dipusatkan di Jero Tumbuk (Selat), dan Subak Selat sebagai tempat praktek lapangan. Tema yang dibahas dalam pelaksanaan BIFSS tahun ini adalah The Role of Digital Technologies in the Preservation of Subak and Balinese Cultural Heritage.

Berbagai usaha yang telah dilaksanakan oleh yayasannya, yakni Yayasan Bali Kuna dan Bumi Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) diharapkan bermanfaat bagi budaya Bali. “Saya dan keluarga, tinggal di Jakarta. Namun, saya secara rutin pulang untuk membina Subak di Bali” katanya. Ia berharap agar Pemerintah Daerah di Bali ikut menjaga dan melestarikan Subak, dan memberikan perhatian yang sepadan bagi Subak agar warisan dunia ini bisa tetap lestari.

Yayasan Bali Kuna dipimpin oleh suaminya, Gusti Lanang Widiarta, S.H. Pada kesempatan itu Gusti Lanang mengurai berbagai kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi digelar di Jero Tumbuk.  Gusti Lanang berharap, pihaknya dapat meneruskan tradisi orang tuanya, yang sangat sosial terhadap masyarakat. “Setelah saya melanglang bhuwana ke mana-mana hingga pensiun, kini saatnya kami berbuat sesuatu untuk desa dan Subak di sekitar rumah kami. Semuanya itu bertujuan untuk melanjutkan tradisi leluhur kami” katanya. (ww).

 

Share :

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp
Share on telegram
Telegram
Share on email
Email